Advertisement

Main Ad

II Perspektif Global - Kekerasan dalam Rumah Tangga


Makalah

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Perspektif Global

Dosen Pengampu : Mujinem,M.Hum


Kelas : IIC

Disusun oleh :
1.      Rizqi Munandar  (10108241082)
2.      Selly Gusmentari (10108241096)
3.      Azza Nurmalita    (10108241101)


PGSD KAMPUS 3 (UPP II)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah Nya sehingga penyusunan makalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini dapat selesai dengan baik dan lancar.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perspektif Global. Makalah ini juga merupakan salah satu wadah untuk menganalisis segala hal khususnya hal yang berhubungan dengan mata kuliah Perspektif Global.
Penyusun menyadari sepenuhnya akan segala kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan makalah Kekerasa Dalam Rumah Tangga ini. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan pemikiran, pengetahuan dan kemampuan yang penyusun miliki. Alhamdulillah, makalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini dapat selesai berkat adanya petunjuk, pengarahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Baik dari dosen pengajar, ataupun pihak lain.
Kiranya, dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Allah SWT yang telah memperlancar penyusunan makalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini.
2.      Ibu Mujinem, M.Hum sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan saran yang sangat membantu dalam penyusunan makalah ini.
  1. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan material maupun spiritual.
  2. Teman-teman kelas IIC Kampus UPP II UNY yang selalu memberikan dukungan  dalam penyelesaian makalah ini.
  3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan kontribusi positif dalam proses pembuatan makalah ini.
Penyusun berharap semoga Allah SWT berkenan membalas budi baik mereka semua. Dengan segala keterbatasan yang ada pada penyusun dan makalah ini, dengan rendah hati kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Maret 2011

Penyusun






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................                      i
KATA PENGANTAR  ......................................................................................        ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………......................       iii

BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah ..................................................................        1
B.     Tujuan Penulisan ............................................................................        3
C.     Manfaat Penulisan ...................................................................................             3

BAB II  PERMASALAHAN
A.     Definisi   Kekerasan Dalam Rumah Tangga....................................        4
B.     Pemicu Kekerasan Dalam Rumah Tangga.......................................        6
C.     Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga ..........................        8

BAB III PEMBAHASAN
A.     Perspektif Global ............................................................................        9
B.     Manfaat ..........................................................................................      15
C.     Dampak  .........................................................................................      16
D.    Sikap Mahasiswa Sebagai Calon Guru ..........................................      16
E.     Kesadaran Sosial ............................................................................      17

BAB IV PENUTUP
A.     Kesimpulan  ...................................................................................      18
B.     Saran ..............................................................................................      18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 19





BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Akhir-akhir ini, baik media massa maupun media elektronik sering membahas masalah kekerasan dalam rumah tangga atau yang sering disebut KDRT. Kekerasan tersebut lebih banyak dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya. Kaum wanitalah yang paling sering menjadi korban utama dalam kekerasan tersebut. Padahal, setiap manusia memiliki hak yang sama untuk tidak disiksa. Hal ini juga diatur dalam UUD RI pasal 28G ayat 2 yang berbunyi “setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”. Ini disebabkan karena suami beranggapan bahwa mereka berhak melakukan hal tersebut karena mereka adalah pemimpin dalam suatu rumah tangga. Jadi, mereka merasa kekerasan itu wajar dilakukan agar istri mau menuruti segala perintah mereka walaupun perintah tersebut merupakan hal yang melanggar aturan hukum dan merugikan istri tersebut.
Banyak hal yang dapat memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, mulai dari hal yang sepele sampai pada hal yang rumit. Salah satu contoh kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi karena hal yang sepele yaitu kasus Heni Supriana (36) asal Lebak Agung 3 yang dihajar suaminya karena menolak untuk membelikan rokok suaminya Mansyur (34), warga Kalilom Lor Indah Gang Duku. (www.Inilah.com). Jika kasus ini dibicarakan baik-baik mungkin tidak akan terjadi kekerasan. Tetapi, sang suami dan istri tidak bisa mengendalikan emosi mereka masing-masing.
Bentuk kekerasan dalam rumah tangga juga bermacam-macam. Tetapi, KDRT lebih sering diindikasikan dengan kekerasan fisik karena kebanyakan korban baru melaporkan tindakan suaminya ketika mereka mendapat perlakuan kasar dari suaminya sepereti pukulan, lemparan dengan benda tertentu dan sebagainya. Masalah kekerasan dalam rumah tangga yang merupakan masalah serius terkadang masih dibiarkan begitu saja tanpa pernah diangkat ke permukaan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini disebabkan karena masih ada yang beranggapan bahwa kekerasan dalam rumah tangga itu merupakan masalah yang bersifat pribadi dan merupakan aib yang tidak boleh dibawa keluar dari lingkup keluarga.
Kekerasan dalam rumah tangga menimbulkan akibat yang sangat besar bagi korban. Mereka tidak hanya merasa kesakitan karena luka di tubuhnya tetapi juga bisa menimbulkan trauma, stress bahkan yang lebih parah dapat menyebabkan kematian. Selain itu, masalah kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya berdampak terhadap korban saja tetapi juga pada anak mereka. Hal yang paling parah yaitu  ketika sang ayah melakukan tindakan kekerasan terhadap ibunya, sang anak melihat kejadian tersebut. Hal ini bisa menyebabkan kondisi psikologis anak terganggu. Oleh karena itu, KDRT perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah agar korbannya tidak semakin banyak.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan terjadi di seluruh negara dunia. Dalam hal ini, masyarakat internasional telah menciptakan standar hukum yang efektif dan khusus memberikan perhatian terhadap KDRT. Misalnya, tindakan memukul perempuan telah dimasukkan di dalam konvensi HAM internasional maupun regional yang mempunyai sifat hukum mengikat terhadap negara yang telah meratifikasinya. Dokumen HAM Internasional tersebut meliputi, Universal Declaration of Human Rights (UHDR), The International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), dan The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) yang menjadi standar umum mengenai Hak Asasi Manusia, dimana para korban dari KDRT dapat menggugat negaranya masing-masing. (www.Jurnal hukum.com).

B.     TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui definisi dari KDRT
2.      Menganalisis pemicu dan bentuk-bentuk KDRT
3.      Mengidentifikasi hal-hal yang dapat dituntut oleh korban KDRT dan kewajiban seseorang bila mengetahui adanya KDRT
4.      Mengidentifikasi hal-hal yang dilakukan pemerintah perihal KDRT
5.      Menganalisis dampak-dampak dan solusi untuk mengatasi KDRT

C.     MANFAAT PENULISAN
Penulisan makalah ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi setiap kalangan masyarakat yang membacanya terutama yang telah membina rumah tangga sehingga sang suami tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang menyebabkan istri menjadi tersiksa dan menderita. Tetapi, bisa juga bermanfaat bagi yang belum menikah agar mereka lebih siap dalam membina rumah tangga nantinya. Selain itu, diharapkan juga bermanfaat bagi pemerintah agar lebih peduli terhadap masyarakat dan berusaha melindungi hak-hak asasi mereka.

BAB II
PERMASALAHAN

Akhir-akhir ini sering kita dengar adanya kasus KDRT di media massa. Kebanyakan dari kasus KDRT tersebut, korbannya adalah wanita. Padahal belum tentu bahwa terjadinya KDRT dipicu oleh kesalahan wanita. Parahnya, masyarakat sendiri belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan dan mencegah terjadinya KDRT. Wanita sendiri terkadang belum memiliki kesadarn penuh terhadap arti penting dirinya dalam kehidupan dunia. Sehingga masalah yang akan kami bahas di sini mengenai KDRT di mana korban utamanya adalah wanita.
A.    Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Secara ringkas, definisi kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan verbal maupun fisik, pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan pada seorang perempuan, apakah masih anak-anak atau sudah dewasa, yang menyebabkan kerugian fisik atau psikologis serta penghinaan atau perampasan kebebasan.
Adapun pengertian kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana tertuang dalam rumusan pasal 1 Deklarasi Penghapusan Tindakan Kekerasan terhadap Perempuan (istri) PBB dapat diartikan sebagai setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (keluarga).
Lebih tegas lagi dapat dikatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga terutama digunakan untuk mengontrol seksualitas perempuan dan peran reproduksi mereka. Hal ini sebagaimana biasa terjadi dalam hubungan seksual antara suami dan istri di mana suami adalah pihak yang membutuhkan dan harus dipenuhi kebutuhannya, dan hal ini tidak terjadi sebaliknya.
Lebih jauh lagi Maggi Humm menjelaskan bahwa beberapa hal di bawah ini dapat dikategorikan sebagai unsur atau indikasi kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yaitu:
1)      Setiap tindakan kekerasan baik secara verbal maupun fisik, baik berupa tindakan atau perbuatan, atau ancaman pada nyawa.
2)      Tindakan tersebut diarahkan kepada korban karena ia perempuan. Di sini terlihat pengabaian dan sikap merendahkan perempuan sehingga pelaku menganggap wajar melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan.
3)      Tindakan kekerasan itu dapat berbentuk hinaan, perampasan kebebasan, dan lain-lain.
4)      Tindakan kekerasan tersebut dapat merugikan fisik maupun psikologis perempuan.
5)      Tindakan kekerasan tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga.
Adapun definisi kekerasan dalam rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 yaitu:
“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.” (www.e-psikologi.com)
B.     Pemicu Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pemicu kekerasan dalam rumah tangga ada beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah:
a.       Faktor ekonomi
Faktor ini kerap menjadi pemicu utama kekerasan dalam rumah tangga. Terlebih sebuah keluarga yang mempunyai penghasilan di bawah rata-rata, tentu akan sulit dalam mempertahankan hidup. Dalam keadaan demikian, kesabaran akan sangat dibutuhkan. Sering sang suami menuduh istrinya tidak pandai dalam mengatur keuangan padahal memang penghasilan yang diberikan suaminya kurang mencukupi yang akhirnya sang suami langsung memukul, menampar atau memaki-maki sang istri.
b.      Pendidikan yang rendah
Pendidikan jelas akan mempengaruhi tingkah laku seseorang. Tingkah laku seseorang yang berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan jelas akan berbeda. Misalnya saja ada seorang suami yang lulusan sarjana dengan yang hanya lulusan SMP. Tentu perilaku mereka akan berbeda. Namun, ini bukan satu-satunya patokan yang bisa dijadikan tolak ukur untuk mengukur kepribadian seseorang.
Pendidikan yang rendah biasanya akan berimbas pada jenis pekerjaan seseorang, khususnya si suami. Seseorang yang berpendidikan tinggi biasanya mempunyai pekerjaan yang lebih mapan dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah. Seandainya si istri tidak bisa menerima pekerjaan si suami yang berpenghasilan rendah, maka lama-lama yang terjadi adalah rasa tidak terima dari sang suami yang mungkin bila sang suammi tidak sabar, sang suami akan langsung main tangan kepada sang istri.
c.       Cemburu
Kalau hanya cemburu biasa tidaklah menjadi masala, namun bila sang suami cemburu buta itu yang akan menjadi masalah besar. Kemanapun si istri pergi, sang suami selalu mengawasi kemana kepergian sang istri. Sifat cemburu yang seperti ini lama-lama akan menjadi over protective. Terlebih bila sang  suami tidak sabar dalam mengelola rasa cemburu ini. Bisa-bisa, setelah pulang dari pasar misalnya, sang suami langsung memaki-maki sang istri karena sang istri ketahuan berbicara dengan laki-laki lain di pasar. Tapi bila sang suami langsung memukuli si istri, itu akan menjadi sebuah KDRT yang hanya disebabkan oleh hal yang sepele, yaitu karena ketidakmampuan dalam mengelola rasa cemburu.
d.      Adanya salah satu orang tua dari kedua belah pihak, yang ikut ambil andil dalam sebuah rumah tangga.
Misalnya mertua yang ikut campur dalam urusan keluarga anaknya. Seringkali masalah yang sepele, mertua langsung ikut campur. Apalagi kalau mertua tidak suka dengan menantu, anaknya yang laki-laki langsung dipanas-panasi sehingga KDRT pun kerap terjadi.
e.       Faktor sosial-budaya masayarakat sekitar
Ini dapat terjadi di lingkungan masyarakat yang masih tradisional. Masyarakat yang masih menganggap bahwa suami berhak melakukan apa saja terhadap istrinya dengan alasan bahwa istrinya tersebut sudah menjadi miliknya sehingga apa saja perlakuan dari sang suami harus bisa diterima oleh si istri. Namun di era globalisasi ini, kasus ini sudah jarang terjadi walau kadang-kadang ini menjadi penyebab terjadinya KDRT yang dilakukan oleh sang suami.
C.    Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan seorang suami kepada istrinya tersebut ada bermacam-macam. Adapun bentuk KDRT yang dapat dilakukan suami terhadap anggota keluarganya yaitu :
1.      Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan (seperti: memukul, menendang, dan lain-lain) terhadap fisik atau jasmani seseorang.
2.      Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.
3.      Kekerasan Psikis/Psikologis
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan secara verbal (seperti : menghina, berkata kasar dan kotor) yang dapat mengganggu kondisi psikis seseorang.
4.      Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan istri yang bekerja untuk dieksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memerikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya, mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak menijinkan istri untuk meningkatkan karirnya.

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Perspektif Global
Perspektif global adalah suatu cara pandang dan cara berfikir terhadap suatu masalah, kejadian atau kegiatan dari sudut kepentingan global, yaitu dari sisi kepentingan dunia atau internasional. (Nursid Sumaatmadja dan Kuswaya Wihardit, 1999).
Dalam makalah ini kami membahas mengenai KDRT(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) khusunya wanita sebagai korban KDRT serta hal-hal yang harus dilakukan mengingat betapa pentingnya peran seorang wanita bagi dunia. Kekerasan dalam rumah tangga identik dengan wanita dan anak sebagai korban dan pria sebagai pelakunya. Masalah KDRT merupakan masalah yang tak hanya terjadi di Indonesia, melainkan telah menjadi masalah yang mendunia. Beberapa tahun terakhir, KDRT menjadi objek yang banyak diperbincangkan di berbagai negara. Banyak upaya telah dilakukan untuk mengurangi angka terjadinya KDRT dari tahun ke tahun.
Dalam masyarakat luas KDRT masih dianggap sebagai hal yang biasa terutama bagi mereka yang berpendidikan rendah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya kesadaran untuk melaporkan kasus KDRT pada lembaga yang bersangkutan. Kebanyakan orang menanggapi masalah KDRT dengan mempertanyakan alasan seorang pria melakukan kekerasan pada wanita. Pria sebagai pelaku kekerasan akan memiliki berbagai alasan untuk membenarkan perbuatannya, tentu saja hal ini tidak akan menyelesaikan masalah. Seperti kata pepatah ‘Tak ada pencuri mengaku mencuri’, begitu pula pelaku KDRT. Di era globalisasi seperti sekarang, seharusnya sudut pandang mengenai masalah ini harus dirubah. Tak hanya memandang masalah KDRT dari alasan pria melakukan KDRT saja, tetapi harus ditanyakan pula mengapa seorang wanita hanya diam dan pasrah ketika terjadi KDRT.
Kebanyakan wanita berpendidikan rendah menganggap bahwa kedudukannya di bawah pria. Bahkan mereka akan kehilangan kepercayaan dirinya dan berharap bisa hidup di bawah belas kasih suaminya. Sebenarnya wanita merupakan makhluk Tuhan yang juga memiliki hak asasi sama seperti pria, mereka berhak untuk membela diri. Apalagi saat ini, telah banyak didengung-dengungkan kesetaraan gender dan emansipasi wanita. Hal ini harusnya dapat menumbuhkan kesadaran tak hanya pada masyarakat, tetapi juga pada wanita sendiri bahwa mereka tak boleh diam saja. Mereka harus menyadari bahwa dirinya merupakan makhluk Tuhan yang dapat berpikir dan bertindak serta memiliki peran penting bagi dunia.
Beberapa faktor pemicu KDRT antara lain faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, kecemburuan, adanya pihak lain dalam rumah tangga, serta faktor sosial-budaya masyarakat sekitar. Dengan menganalisis faktor pemicu KDRT, dapat dicari hal-hal yang dapat dilakukan wanita untuk mencegah atau menyelesaikan masalah dari KDRT. Faktor ekonomi yang dapat memicu terjadinya KDRT misalnya sebuah keluarga yang berpenghasilan rendah. Penghasilan yang rendah tersebut terkadang membuat keluarga mengalami kesulitan dalam mencukupi kebutuhannya. Dalam hal ini, wanitalah yang sering disalahkan karena dianggap tak bisa mengatur keuangan dan akhirnya terjadi KDRT. Sebenarnya wanita sendiri tak dapat disalahkan karena tidak tercukupinya kebutuhan memang disebabkan oleh penghasilan yang rendah, bukan karena pengaturan keuangan yang tak baik. Wanita merupakan pengatur keuangan yang cukup baik dalam rumah tangga. Keuangan dalam rumah tangga akan lebih buruk tanpa kehadiran seorang wanita untuk mengaturnya. Masalah ini dapat diatasi dengan menambah penghasilan keluarga, misalnya wanita turut membantu bekerja meskipun bukan yang utama. Apalagi saat ini sudah ada emansipasi wanita dan kesetaraan gender.
Pendidikan yang rendah juga merupakan salah satu pemicu terjadinya KDRT. Seseorang yang berpendidikan rendah akan memiliki cara pikir, bertindak, dan berperilaku berbeda dibanding dengan mereka yang berpendidikan tinggi. Kebanyakan pria berpendidikan rendah, akan menganggap bahwa wanita yang telah menjadi istrinya dapat ia perlakukan sesuka hati. Mereka menganggap kedudukan istri ada di bawahnya. Masalah rumah tanggapun kadang diselesaikan secara kurang bijak dan akhirnya berujung pada KDRT di mana wanita menjadi korbannya. Demikian pula wanita yang berpendidikan rendah akan pasrah dan diam saja ketika diperlakukan semena-mena oleh suami mereka. Di sinilah pokok permasalahannya, khusus untuk wanita sendiri harusnya ada semacam program yang dapat memberikan kesadaran mengenai hal-hal apa yang harus mereka lakukan jika terjadi KDRT.
Faktor kecemburuan, berkaitan erat dengan masalah kepercayaan. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan tingkat pendidikan meskipun faktor internal dari seseorang juga tak dapat diabaikan. Seseorang dengan pendidikan yang tinggi akan mempunyai pemikiran yang luas sehingga mereka tidak akan menuduh macam-macam pasangan mereka tanpa ada bukti-bukti dan alasan yang kuat. Selain itu kecemburuan juga berkaitan dengan sifat seseorang itu sendiri. Bahkan rasa cemburu yang berlebihan dapat mengahambat peran wanita dalam kehidupan. Misalnya, karena khawatir istrinya melakukan hal-hal yang tidak baik maka suami melarang istrinya bekerja atu berkontribusi dalam kehidupan masyarakat. Seorang yang pecemburu harusnya dapat mengelola kecemburuan itu dengan baik agar tak terjadi hal-hal seperti KDRT.
Pihak lain dalam rumah tangga terkadang turut menjadi pemicu terjadinya KDRT. Misalnya orang tua suami yang ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya. Mereka sering mempengaruhi pola pikir anaknya sehingga istrilah yang menjadi korbannya. Dalam hal ini, wanita (istri) lebih sering diam dan pasrah karena memang ada campur tangan dari mertua. Seharusnya jika seorang anak telah memutuskan untuk menikah, orang tua tak perlu terlalu mencampuri urusan rumah tangga mereka. Karena dikhawatirkan akan mengganggu ketentraman hidup anaknya. Menghadapi hal ini seorang wanita haruslah kuat serta dapat berpikir jernih sehingga jika memang terjadi KDRT dan itu sangat merugikan dirinya, ia harus tetap melapor. Ia harus memiliki keberanian untuk membela dirinya.
KDRT kerap terjadi pada masyarakat tradisional yang masih beranggapan bahwa suami berhak melakukan apa saja terhadap istrinya. Tetapi pada era globalisasi seperti sekarang, anggapan seperti ini sudah mulai hilang di masyarakat kita terutama daerah perkotaan. Namun, kita juga tidak boleh lupa dengan nasib wanita korban KDRT yang tinggal di daerah pelosok. Keadaan tempat tinggal yang masih pelosok serta pengetahuan dan cara pikir yang masih sempit, tentu akan sangat merugikan mereka. Inilah yang harus dicari solusinya. Perlu dilakukan sosialisasi mengenai KDRT di daerah-daerah pelosok untuk memberikan kesadaran mengenai bahaya dari KDRT serta mengubah pola pikir masyarakat yang belum maju. Sedang untuk wanita sendiri, perlu pula diakukan penyadaran untuk merubah anggapan bahwa mereka adalah makhluk nomor dua dalam rumah tangga yang dapat diperlakukan sesuka hati.
KDRT sendiri tak hanya kekerasan fisik tetapi juga dapat berupa kekerasan psikis, seksual, serta penelantaran rumah tangga. Semua kekerasan ini memiliki akibat yang sangat buruk bagi wanita sebagai korbannya. Kekerasan fisik berkibat munculnya rasa sakit bahkan kematian. Kekerasan psikis rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dll. Bahkan, disebutkan bahwa umunya wanita (istri) dan anak yang menjadi korban KDRT memiliki trauma psiokolgis yang serius terhadap pelaku dan tindak kekerasan yang pernah dialaminya. Dari penelitian didapat hasil yang menerangkan bahwa sebagian besar pelaku tindak kekerasan merupakan korban kekerasan sewaktu mereka kecil. Hal ini mungkin terjadi karena trauma yang dialami oleh anak korban KDRT yang akan terus dibawanya seumur hidup dan berubah menjadi sebuah kepuasan ketika melakukan kekerasan serupa dengan yang dialaminya kepada orang lain. Oleh karena itu penghapusan kekerasan dalam rumah tangga menjadi sangat diperlukan untuk mencegah berulangnya tindak KDRT di kemudian hari. (dikutip dari  http://perawatonline.com/2008/07/korban-kekerasan-bisa-menjadi-pelaku-kekerasan-2/)

Bagi korban KDRT undang-undang telah mengatur akan hak-hak yang dapat dituntut kepada pelakunya, antara lain :
a)      Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya maupun atas penetapan perintah perlindungan dari pengadilan ;
b)      Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis ;
c)      Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban ;
d)     Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum ; dan
e)      Pelayanan bimbingan rohani.
Selain itu korban KDRT juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani.

Dalam UU PKDRT Pemerintah mempunyai kewajiban, yaitu :
a)      Merumuskan kebijakan penghapusan KDRT ;
b)      Menyelenggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang KDRT ;
c)      Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang KDRT ; dan
d)     Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender, dan isu KDRT serta menetapkan standard dan akreditasi pelayanan yang sensitif jender.

UU No.23 tahun 2004 juga mengatur kewajiban masyarakat dalam PKDRT, dimana bagi setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) wajib melakukan upaya :
a)      mencegah KDRT ;
b)      Memberikan perlindungan kepada korban ;
c)      Memberikan pertolongan darurat ; dan
d)     Mengajukan proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Namun untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi di dalam relasi antar suami-isteri, maka yang berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan KDRT yang dialaminya kepada pihak kepolisian.
B.     Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dengan adanya KDRT yaitu sebagai pembelajaran untuk generasi muda agar kejadian yang terjadi dalam KDRT tidak terulang kembali. Dengan adanya KDRT, setidaknya pasangan suami istri yang akan menikah sudah mempunyai bekal untuk menjalani bahtera rumah tangga agar kehidupan di dalam rumah tangga tidak mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Karena bagaimanapun juga, KDRT adalah tindak  kejahatan sehingga seorang pasangan yang akan menikah, haruslah paham betul bahwa KDRT adalah perbuatan yang melanggar hukum.

C.    Dampak
Untuk wanita korban KDRT, ada dampak yang ditimbulkan, yaitu dari segi fisik dan psikis. Dari segi fisik misalnya tindakan seperti: memukul, menendang, dan lain-lain,  terhadap fisik atau jasmani seseorang, tentu akan mengakibatkan luka, memar, dan sebagainya. Kekerasan secara psikis yaitu suatu tindakan secara verbal (seperti : menghina, berkata kasar dan kotor) yang dapat mengganggu kondisi psikis seseorang. Akibat tidak tahan dengan kekerasan secara psikis tersebut,tidak sedikit orang melakukan bunuh diri karena tidak tahan dengan perlakuan tersebut.
D.    Sikap Mahasiswa sebagai Calon Guru
Melihat betapa pentingnya peran wanita bagi kehidupan maka sikap mahasiswa sebagai calon guru adalah ia harus mampu menanamkan dengan kuat rasa menghormati dan menghargai wanita. Ketika seorang calon guru sudah memiliki rasa seperti itu, maka bisa dipastikan bahwa kelak ketika dia mendidik murid-muridnya akan ditanamkan pula rasa itu. Kebanyakan kasus KDRT yang terjadi saat ini disebabkan oleh faktor ekonomi, ini dikarenakan banyak pasangan yang menikah hanya karena alasan materi atau materialistis. Seorang pendidik harus dapat menanamkan kepada peserta didiknya untuk menjadi manusia yang tidak materialistis. Hal yang harus dilakukan untuk saat ini adalah benar-benar memahami arti penting seorang wanita, bisa dilakukan dengan memperlakukan diri sendiri bagi wanita dan memperlakukan wanita-wanita di sekitar seperti ibu kita dengan baik.
Mahasiswa juga dapat mengadakan program-program terkait pencegahan KDRT di masyarakat seperti sosialisasi mengenai dampak dari KDRT. Akan tetapi lebih maksimal lagi jika mahasiswa melakukan pengamatan terlebih dahulu mengenai kasus KDRT yang terjadi di masyarakat. Kemudian dilihat apakah yang sebenarnya melatar belakangi KDRT, sehingga dapat diambil sikap-sikap serta program-program yang sesuai dengan permasalahan.
E.     Kesadaran Sosial
Di era globalisasi ini, sikap masyarakat terhadap kasus KDRT pun semakin berkembang tentunya ke arah yang lebih baik. Banyaknya kasus KDRT yang ditayangkan di media massa, menjadi salah satu bukti bahwa masyarakat mulai berani mengungkapkan kasus KDRT yang terjadi di sekitar mereka. Hal ini tentu menguntungkan waniat di mana ia sering menjadi korban utama KDRT, karena ia posisinya akan lebih terlindungi. Begitulah salah satu bentuk kesadaran masyarakat. Mereka mulai sadar bahwa wanita memiliki peran penting serta hak yang sama dengan laki-laki untuk dihargai, hormati, dan dilindungi.

BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) merupakan setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (keluarga). Korban utama dari KDRT sendiri adalah wanita. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya pandangan bahwa kedudukan seorang wanita adalh nomor dua dibanding laki-laki serta belum adanya kesadarn menegenai peran penting seorang wanita sehingga mereka kurang dihargai.
KDRT tak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di negar-negara dunia dan korbannya kebanyakan adalah wanita. Sebenarnya telah banyak upaya-upaya yang dilakukan oleh untuk mencegah atau mngurangi kasus KDRT. Hal ini dilakukan selain untuk mengurangi dampak dari KDRT yang tentunya merugikan, juga untuk melindungi serta mengahargai kedudukan wanita. Begitulah seiring dengan perkembangan jaman, maka kesadaran akan kedudukan seorang wanita pun semakin berkembang ke arah yang lebih baik.

B.     Saran
Sebagai manusia yang diberi akal dan perasaan harusnya kita dapat berpikir bahwa waniat pun memilik hak dan kewajiban yang sama dengan pria. Mereka bukanlah manusia nomor dua yang dapt diperlakukan sesuka hati. Wanita pun memiliki peran yang sangat penting seperti pria, di antara keduanya memiliki peran dan kedudukan yang saling melengkapi. Kita harus mampu menanamkan dengan kuat pandangan mengenai wanita tersebut dengan kuat dalam diri kita agar kita tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan mereka. Pemerintah serta masyarakat di dunia dapat melakukan program-program yang dapat mencegah atau paling tidak mengurangi angka terjadinya kasus KDRT. Selain itu, harus dilakukan pula penumbuhan kesadaran pada para wanita agar mereka dapat melindungi diri mereka sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Dra. Umi Oktyari Retnaningsih, MA. 1998. Perspektif Global. Pekanbaru: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Sumatmadja, Nursid. 1999. Perspektif Global. Jakarta: Universitas Terbuka
Nurjannah Ismail. 2003. PEREMPUAN DALAM PASUNGAN. Yogyakarta: LKIS.


Posting Komentar

0 Komentar