Advertisement

Main Ad

IV Pengembangan Konsep Dasar IPS SD - Kepercayaan Lokal di Indonesia

Makalah
Kepercayaan Lokal di Indonesia

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Konsep Dasar IPS

Dosen pengampu :
Mujinem, M.Pd.








                     Disusun oleh :
Nurjanah Pratiwi                     10108241081
Rizqi Munandar                      10108241082
                                    Nurna Noviatri                        10108241090
                                    Gita Enggar Saraswati                        10108241112
Kelas IV C



 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012





KATA PENGANTAR


            Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul :
Kepercayaan Lokal di Indonesia
Kiranya, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Ibu Mujinem, M.Pd, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan saran yang sangat membantu dalam penyusunan makalah ini.
  1. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan material maupun spiritual.
  2. Teman-teman kelas III C PGSD Kampus III FIP  UNY yang selalu memberikan dukungan  dalam penyelesaian makalah ini.
  3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan kontribusi positif dalam proses pembuatan makalah ini.

Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi pembaca dan sekaligus mendorong adanya makalah-makalah lain ntuk memajukan wawasan ilmu pengetahuan.
Dengan segala keterbatasan yang ada pada penyusun dan makalah ini, dengan rendah hati kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


Yogyakarta, Maret 2012


Penyusun




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................         i
KATA PENGANTAR  ...................................................................................        ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………...............       iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ...............................................................................        1
B.     Tujuan Penulisan ............................................................................        1
C.     Rumusan masalah...........................................................................        2

BAB II KAJIAN TEORI
A.    Definisi Kepercayaan .....................................................................        3
B.      Hubungan Kepercayaan, Keyakinan, dan Agama.........................        3
C.     Macam-Macam Agama...................................................................        4
D.    Agama Lokal Indonesia..................................................................      12
E.     Agama Lokal dan Ritus Ibadah......................................................      20

BAB III PEMBAHASAN
A.    Upacara Kelahiran pada Orang Batak Toba ............................      23
B.     Adat-Adat Sekitar Kelahiran pada Masyarakat Nelayan di
Madura......................................................................................      25
C.     Adat Upacara Tedhak Siten di Jawa  ......................................      26
D.    Upacara Ruwat di Jawa  ..........................................................      27
E.     Upacara Ritus Kematian di Madura  .......................................      27
F.      Upacara Ngaben di Bali  ..........................................................      28


BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan  ...................................................................................      31
B.     Saran ..............................................................................................      31

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
            Manusia hidup di dunia membutuhkan petunjuk agar bisa hidup dengan baik. Petunjuk ini bisa dari Tuhan ataupun bisa datang dari yang lainnya. Terlepas dari perdebatan adanya Tuhan atau tidak, manusia tetap tidak bisa lepas dari pemahaman bahwa segala sesuatu di dunia ini pasti ada kekuatan yang besar. Kekuatan yang besar ini diartikan manusia bermacam-macam. Ada yang menyebut sebagai Tuhan, ada yang menamai dengan roh halus, ada yang menyebut dengan kekuatan gaib.
            Terkait kekuatan besar di atas, manusia lalu mempercayai kekuatan besar tersebut. Rasa percaya inilah yang menyebabkan lahirnya kepercayaan yang berkembang pada manusia. Pada tingkat tradisional khususnya di Indonesia, kepercayaan pada umumnya hanya terdiri dari 2 macam saja, yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaan ini turun temurun diwariskan sampai akhirnya agama Hindu, Budha, Kristen, dan Islam menghapus secara perlahan walaupun ada akulturasi diantara kedua kepercayaan tersebut dengan agama.
            Tiap kepercayaan memiliki ekspresi konkret sendiri-sendiri dengan ritualnya masing-masing. Namun seiring dengan berkembangnya agama dan adanya akulturasi diantara kedua kepercayaan muncul permasalahan yang cukup menarik yaitu bagaimana eksistensi ritual lokal di Indonesia saat ini.

B.       Tujuan
1.      Mengetahui definisi dari kepercayaan.
2.      Mengetahui hubungan antara kepercayaan, keyakinan, dan agama.
3.      Mengetahui macam-macam agama yang ada di Indonesia.
4.      Mengetahui berbagai kepercayaan lokal di Indonesia.
5.      Mengetahui eksistensi ritual lokal di Indonesia saat ini.

C.      Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah bagaimana eksistensi ritual lokal di Indonesia saat ini.




BAB II
KAJIAN TEORI

A.  Definisi Kepercayaan
Secara teologis, kepercayaan merupakan anugerah Ilahi atau transenden yang diberikan secara cuma-cuma. Menurut Fowler, kepercayaan adalah suatu yang universal, ciri dari seluruh hidup, tindakan dan pengertian diri semua manusia, entah mereka menyatakan diri sebagai ‘orang yang percaya’ dan ‘orang berkeagamaan’ atau sebagai ‘orang yang tidak percaya pada apapun’.
W.Cantwell Smith menunjukkan bahwa sepanjang sejarahnya bangsa manusia selalu menyadari akan adanya transendensi dan senantiasa mencari kebenaran paling akhir yang dapat mencakup seluruh eksistensi manusia. Tentu saja kepercayaan akan yang transenden selalu diwarnai dan dipengaruhi oleh faktor-faktor pribadi dan budaya yang terbatas. Kepercayaan adalah suatu kenyataan wajar, normal, dan normatif pada manusia: “Manusia standar adalah manusia yang berkepercayaan”, demikian tulis Cantwell Smith.

B.  Hubungan Kepercayaan, Keyakinan, dan Agama
Kepercayaan merupakan keseluruhan isi keyakinan dan pandangan religius yang diungkapkan dalam sejumlah representasi tertentu dan dianggap benar sebagai ajaran resmi agama yang bersangkutan. Kepercayaan adalah suatu tindakan pengetahuan yang didasarkan pada suatu tingkat evidensi yang rendah.Keyakinan adalah perbuatan percaya yang intens, fundamental dan sangat pribadi
Sedangkan agama diartikan sebagai suatu kumpulan tradisi kumulatif di mana semua pengalaman religius dari masa lampau dipadatkan dan diendapkan ke dalam seluruh sistem bentuk ekspresi tradisional yang bersifat kebudayaan dan lembaga. Sistem bentuk ekspresi itu meliputi seluruh simbol, upacara, peranan dan cara hidup konkrit khas yang senantiasa harus direfleksikan dan dihidupkan kembali agar semua itu tidak merosot menjadi fosil mati dan kulit kosong belaka.
 
Hubungan antara kepercayaan, keyakinan, dan agama sangatlah erat. Fowler menyatakan bahwa:
“kepercayaan mencakup baik konstruksi aktif atas keyakinan dan komitmen maupun sikap pasif dalam menerimanya. Kepercayaan mencakup segala ekspresi religius eksplisit dan seluruh pembentukan kepercayaan, dan juga segala cara untuk menemukan dan mengarahkan diri pada koherensi dalam linkungan yang paling akhir, namun yang tidak bersifat religius.”
Jadi, kepercayaan merupakan sumber dan asal yang memungkinkan serta mendasari agama maupun keyakinan.

C.                Macam-macam Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan dari bahasa Latin religi dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut Emile Durkheim, agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.
Menurut Drs. Sidi Gazalba, agama itu hubungan manusia Yang Maha Suci yang dinyatakan dalam bentuk suci pula dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu.
Sedangkan menurut A.S. Hornby, E.V Gatenby dan Wakefield, agama adalah kepercayaan kepada adanya kekuasan mengatur yang bersifat luar biasa, yang pencipta dan pengendali dunia, serta yang telah memberikan kodrat ruhani kepada manusia yang berkelanjutan sampai sesudah manusia mati.
Dengan demikian Agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, yaitu Manusia, Penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut Agama.
Macam-macam cara beragama:
1.    Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya.
2.    Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh.
3.    Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
4.    Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah).
Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:
a.     Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi
b.     Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
c.     Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama.
d.     Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.
e.     Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama.
Fungsi Agama yaitu:
a.     Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
b.     Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
c.     Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
d.     Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
e.     Pedoman perasaan keyakinan
f.      Pedoman keberadaan
g.     Pengungkapan estetika (keindahan)
h.     Pedoman rekreasi dan hiburan
i.       Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.

Klasifikasi Agama yaitu:
1.    Agama Islam
Jazirah Arab sebelum kedatangan Islam merupakan sebuah kawasan yang sangat mundur. Kebanyakkan orang Arab merupakan penyembah berhala dan yang lain merupakan pengikut agama Kristen dan Yahudi. Mekah ketika itu merupakan tempat suci bagi bangsa Arab. karena di tempat tersebut terdapat berhala-berhala agama mereka dan juga terdapat Sumur Zamzam dan yang paling penting adalah Ka'bah.
Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Makkah pada Tahun Gajah yaitu pada tanggal 12 Rabi'ul Awal atau pada tanggal 20 April (570 atau 571 Masehi). Nabi Muhammad pernah diangkat menjadi hakim. Ia tidak menyukai suasana kota Mekah yang dipenuhi dengan masyarakat yang memiliki masalah sosial yang tinggi. Selain menyembah berhala, masyarakat Mekah pada waktu itu juga mengubur bayi-bayi perempuan. Nabi Muhammad banyak menghabiskan waktunya dengan menyendiri di Gua Hira' untuk mencari ketenangan dan memikirkan masalah penduduk Mekah. Ketika Nabi Muhammad berusia 40 tahun, ia didatangi oleh Malaikat Jibril. Setelah itu ia mengajarkan ajaran Islam secara diam-diam kepada orang-orang terdekatnya yang dikenal sebagai "as-Sabiqun al-Awwalun (orang-orang pertama yang memeluk agama Islam)" dan selanjutnya secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekah.
Agama islam bersumber dari Al-Qur’an yang memuat wahyu Allah, dan Al Hadits yang memuat sunnah rosulullah. Unsur utama ajaran agama islam adalah akidah, syariah, dan akhlak. Yang di kembangkan disini adalah ajaran agama yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al’Hadits. Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam pertama dan utama. Menurut keyakinan umat Islam yang di akui kebenarannya oleh penelitian ilmiah, Al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat firman-firman Allah untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat.

2.    Agama Hindu
Agama Hindu berkembang di India pada tahun 1500 SM. Hindu masuk ke Indonesia melalui pedagang-pedagang dari India yang berdagang di selat Malaka. Para pedagang tersebut berdagang rempah-rempah dan sutra sambil menyebarkan agama Hindu. Sebelum Hindu masuk ke Indonesia, mayoritas penduduknya menganut aliran kepercayaan. Aliran keperyaan yang dianut biasanya aliran animism dan dinamisme.
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk.
Pemuka Agama Hindu adalah Wasi. Sedangkan tempat ibadah umat hindu adalah di pura. Hari besar Hindu disebut nyepi. Saat nyepi, umat hindu berada di dalam rumah dan merefleksi hidupnya, agar mereka dapat hidup lebih baik. Dasar dari ajaran agama Hindu berasal dari Kitab Suci Weda, yang merupakan Kitab Suci Agama Hindu. Para umat penganut Hindu selalu memegang teguh, ajaran-ajaran yang berasal dari Kitab Suci Weda.

3.    Agama Buddha
Buddha dalam bahasa sansekerta berarti Mereka yang Sadar, Yang mencapai pencerahan sejati. dari perkataan Sanskerta: "Budh", untuk mengetahui) merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha.
Agama Buddha masuk ke Indonesia beberapa tahun setelah masuknya Hindu. Pemuka Agama Buddha, biasa disebut biksu (laki-laki) dan, biksuni (perempuan). Tempat ibadah umat buddha disebut Vihara. Sedang hari besarnya adalah Hari Waisak. Tujuan utama umat buddha adalah mencapai Nibbana. Untuk mencapai Nibbana, umat budda melakukan punna (berpahala) sebagai penghormatan tertinggi pada Buddha. Buddha membimbing umatnya memalui jalan Ariya (mulia) yang berunsur delapan, yaitu pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar, dan meditasi benar.
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun ± 531 SM. Ayahnya seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah sadar dan ingin melepaskan diri dari samsara.

4. Agama Katolik
            Agama katolik adalah suatu agama yang digunakan untuk menyebut agama Kristen yang berpusat di Vatikan, Roma. Agama ini dikenal dengan nama “Agama Kristen Katolik”, hal ini karena dari histories sangat erat kaitannya dengan agama Kristen di Nazerat (Nasirah) dengan tokohnya adalah Yesus kristus pada tahun ke-4 SM, tetapi sebagian ada yang berpendapat antara tahun 7-5 SM.
Agama Katolik masuk ke Indonesia melalui para pedagang dari Portugis. Pedagang tersebut berdagang di daerah sekitar Maluku untuk membeli rempah-rempah. Agama Katolik juga dibawa oleh penjajah Belanda. Ajaran utama Agama Katolik adalah hukum cinta kasih. Pemimpin agama katolik biasa dipanggil dengan sebutan Pastur. Hari raya umat Katolik adalah hari raya Natal. Tempat ibadah Agama Katolik adalah di Gereja. Sedangkan kitab suci Agama Katolik disebut Alkitab. Alkitab bisa disebut Injil. Namun Injil di sini dapat dibenarkan dalam arti kabar gembira, yaitu suatu berita yang menggembirkan karena Tuhan mendatangi, menyapa, dan menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Alkitab dibagi menjadi dua bagian yaitu Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Pejanjian Lama, diwahyukan sebelumYesus Kristus lahir di dunia. Perjanjian Baru diwahyukan sesudah Yesus Kristus lahir di dunia. Pada Perjanjian Lama, perjanjian itu diawali dengan janji Tuhan pada Abraham. Sedangkan pada Perjajian Baru, pejanjian diadakan oleh Yesus saat malam perjamuan terakhir.

5.    Agama Kristen
Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Agama ini meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Mereka beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab. Murid-murid Yesus Kristus pertama kali dipanggil Kristen di Antiokia.
Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang berdasarkan hidup, ajaran, kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus dari Nazaret ke surga. Kekristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi (secara teknis dalam bahasa Yunani hypostasis) Tuhan atau Tritunggal. Tritunggal dipertegas pertama kali pada Konsili Nicea Pertama (325) yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I.
Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan Kristen, Yesus Kristus adalah pendiri jemaat (gereja) dan kepemimpinan gereja yang abadi. Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang pada kedua kalinya sebagai Raja dan Hakim akan dunia ini. Sebagaimana agama Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang tertulis dalam Sepuluh Perintah Tuhan.

6.    Agama Kong Hu Cu
Khonghucu adalah agama yang berasal dari Cina. Khonghucu, masuk ke Indonesia melalui para penduduk Cina yang mengembara ke Indonesia. Tempat ibadah Agama Khonghucu adalah di Klenteng. Sedangkan kitab sucinya ada tiga, yaitu Kitab Suci Wu Cing (Ngo King: kitab yang lima), Kitab Suci Su Si (kitab yang empat), dan Hau King (kitab Bakti). Hari raya Khonghucu Adalah hari raya Imlek.
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".
Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Ia meninggal dunia pada tahun 479 SM.
Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana manusia bertingkah laku.

7.        Agama Yahudi
Yahudiah (Yudaisme) adalah kepercayaan yang unik untuk orang/bangsa Yahudi (penduduk negara Israel maupun orang Israel yang bermukim di luar negeri). Inti kepercayaan penganut agama Yahudi adalah wujudnya Tuhan yang Maha Esa, pencipta dunia yang menyelamatkan bangsa Israel dari penindasan di Mesir, menurunkan undang-undang Tuhan (Torah) kepada mereka dan memilih mereka sebagai cahaya kepada manusia sedunia.
Kitab Suci agama Yahudi menuliskan Tuhan telah membuat perjanjian dengan Abraham bahwa beliau dan cucu-cicitnya akan diberi rahmat apabila mereka selalu beriman kepada Tuhan. Perjanjian ini kemudian diulangi oleh Ishak dan Yakub. Dan karena Ishak dan Yakub menurunkan bangsa Yahudi, maka mereka meyakini bahwa merekalah bangsa yang terpilih. Penganut Yahudi dipilih untuk melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab khusus, seperti mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan beriman kepada Tuhan. Sebagai balasannya, mereka akan menerima cinta serta perlindungan Tuhan. Tuhan kemudian menganugerahkan mereka Sepuluh Perintah Allah melalui pemimpin mereka, Musa.

8.    Agama Taoisme
Agama Tao merupakan Agama yang berasal dari Tiongkok.
Umumnya Agama Tao diyakini berasal dari Kaisar Kuning (Wang Di), dikembangkan oleh Lao Zi dan terorganisasi menjadi sebuah institusi Keagamaan (Agama Tao) yang lengkap oleh Zhang Tao Ling.
Agama Tao selain telah berjasa dalam menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat di Tiongkok selama beribu-ribu tahun. Juga telah memberikan banyak sumbangan terhadap kemajuan sastra, budaya, ilmu astronomi, ilmu pengobatan, filsafat dan cara berpikir masyarakat Tionghoa dimanapun mereka berada.
Di luar Tiongkok dan Taiwan, ada beberapa negara yang umat Agama TAO nya sangat aktif dan berkembang antara lain: Singapore (Taoist Federation Singapore), Korea, Jepang, Philipina, Malaysia, Thailand, Vietnam, Indonesia, dll.
Tokoh sentral dari Taoisme adalah Laozi. Menurut tradisi Laozi lahir kira-kira tahun 640 SM di negara Chu (provinsi Honan). Nama Laozi dapat diterjemahkan sebagai “Putra Tua”, “Sahabat Tua”, ataupun “Sang Guru Tua”. Sebutan ini merupakan suatu gelar kecintaan dan penghormatan. Menurut legenda, ia dilahirkan tanpa dosa sama sekali oleh sebuah meteor; dan dikandung oleh ibunya selama delapan puluh dua tahun. Pekerjaannya adalah pemelihara arsip, dan bahwa dengan pekerjaannya itu ia hidup secara sederhana dan tidak banyak tuntutan.

D.                Agama Lokal Indonesia
            Agama atau religi dan aliran kepercayaan kepada sesuatu yang Maha Gaib, merupakan dua bagian yang tak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan pandangan hidup yang mengarahkan perhatian bagaimana manusia harus menghadapi sesuatu yang disebut Tuhan. Tetapi keduanya juga memiliki berbagai persepsi perbedaan makna. Agama dianggap lebih lengkap dari sekadar kepercayaan karena sudah mengandung kepercayaan kepada Tuhan itu sendiri ditambah  dengan berbagai ritual yang sudah disepakati secara resmi oleh sekelompok masyarakat umat penganutnya. Bahkan agama-agama besar di Indonesia sudah diakui oleh pemerintah sebagai agama-agama resmi atau formal.
            Di Indonesia terdapat banyak aliran kepercayaan yang berbeda dengan agama besar yang sudah diakui keberadaannya. Aliran-aliran kepercayaan ini biasanya memiliki penganut atau umat yang lebih sedikit dibandingkan dengan suatu agama. Banyak dari aliran kepercayaan tersebut yang muncul sebagai agama lokal yang tidak diakui secara resmi oleh negara. Padahal agama-agama lokal tersebut ada yang memiliki kitab-kitab suci, umat, dan juga ritual-ritual keagamaan sebagaimana syarat yang dituntut untuk dapat disebut sebagai agama.
                 Agama-agama lokal ini termasuk dalam “agama kebudayaan,” (cultural religion), disebut juga agama thabi’i atau agama ardhi, yaitu agama yang bukan berasal dari Tuhan dengan jalan diwahyukan, melainkan agama yang ada karena hasil proses antropologis, yang terbentuk dari adat-istiadat dan melembaga dalam bentuk agama formal.
                 Aliran-aliran kepercayaan dan agama-agama lokal itu lahir berdasarkan unsur-unsur budaya yang ada pada kelompok kecil masyarakat penganutnya sebagi suatu suku bangsa atau komunitas tertentu yang sudah ada sejak zaman agama-agama resmi belum masuk ke Indonesia. Agama lokal ini juga memiliki berbagai ritual yang biasanya bersangkut paut dengan adat istiadat setempat.
                 Biasanya masyarakat yang menganut agama lokal mengaku sebagai penganut agama resmi tertentu secara formal tetapi dalam kehidupan sehari-hari mereka tetap pula mengikuti agama/kepercayaan lokal. Kondisi ini terjadi terutama karena sejak tahun 1966 pemerintah secara resmi menghapus berbagai agama-agama lokal yang ada di Indonesia yang tidak diakui dengan mengharuskan penganut agama-agama lokal untuk mengakui salah satu dari kelima agama resmi.
             Agama-agama atau kepercayaan-kepercaaan lokal tersebut adalah:
1.    Agama Parmalim
            Parmalim merupakan agama  asli suku Batak. Parmalim adalah suatu kepercayaan, agama ataupun identitas bagi sebagian masyarakat Batak, yang disebut juga Ugamo (agama) Malim. Parmalim percaya kepada satu  Tuhan yang mereka sebut dengan nama Ompu Mulajadi na Bolon. Nama ini kadang disingkat menjadi Mulajadi Nabolon. Mereka juga kadang menyebut atau memakai nama lain seperti Debata atau Pelean Debata.
            Ciri khas dan dasar dari kepercayaan Parmalim itu adalah kearifan lokal khususnya yang berhubungan manusia, Tuhan dan alam. Salah satu contoh mudahnya adalah larangan untuk  menebang pohon tanpa menanam tunas baru. Mereka juga tidak boleh merusak tunas kecil saat merobohkan pohon besar.
            Agama Parmalim memilki sejumlah keunikan yang beberapa diantaranya adalah dari cara berbusana. Dalam upacara, laki-laki yang telah menikah biasanya mengunakan sorban seperti layaknya orang muslim serta menggunakan sarung dan Ulos, selendang khas Batak. Sementara yang wanitanya menggunakan pakian adat yaitu sejenis sarung serta konde pada rambut. Keunikan lainnya adalah tentang makanan. Mereka pantang untuk mengkonsumsi daging babi, anjing dan darah sehingga memiliki kemiripan dengan ajaran Islam.
Tempat ibadah disebut Bale Parpitaan dan Bale Partonggoan. Ibadah dilakukan pada hari Sabtu. Kitab Suci disebut Tumbaga Holing, Pembawa Agama/Tokoh Spiritual disebut Raja Uti.

2.    Agama Sunda Wiwitan
Sunda Wiwitan adalah agama atau kepercayaan masyarakat tradisional Sunda. Agama ini dipercaya sudah ada sejak lama, jauh sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam. Penganut ajaran ini dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; dan Cigugur, Kuningan.
            Ajaran Sunda Wiwitan terkandung dalam kitab Sanghyang siksakanda ng karesian, sebuah kitab yang berasal dari zaman kerajaan Sunda yang berisi ajaran keagamaan dan tuntunan moral, aturan dan pelajaran budi pekerti. Kitab ini disebut Kropak 630 oleh Perpustakaan Nasional Indonesia.
            Tuhan dalam sebutan agama Sunda Wiwitan ini disebut dengan Sang Hyang Kersa (Yang Mahakuasa). Selain nama tersebut diatas, Tuhan juga memiliki banyak nama dan sebutan lain. Nama lainnya adalah  Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki),  Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara Jagat (Penguasa Alam), Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Dia bersemayam di Buana Nyungcung. Semua dewa dalam konsep Hindu (Brahma, Wishnu, Shiwa, Indra, Yama, dan lain-lain) tunduk kepada Batara Seda Niskala.
            Paham atau ajaran dari suatu agama senantiasa mengandung unsur-unsur yang tersurat dan yang tersirat. Unsur yang tersurat adalah apa yang secara jelas dinyatakan sebagai pola hidup yang harus dijalani, sedangkan yang tersirat adalah pemahaman yang komprehensif atas ajaran tersebut.
            Dalam ajaran Sunda Wiwitan penyampaian doa dilakukan melalui nyanyian pantun dan kidung serta gerak tarian. Tradisi ini dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi dan perayaan pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda yang dikenal dengan nama Perayaan Seren Taun.
                       
3.    Agama Kejawen Maneges
Kejawen Maneges adalah bagian dari agama penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME. Agama ini merupakan kumpulan dari 240-an agama lokal di Indonesia. Maneges artinya Tegas atau Jelas.  Ajarannya lebih menekankan pada perilaku dan kearifan lokal. Inti ajaran Kejawen Maneges jika diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuna :
  1. Tuhan itu satu, apapun agama, bahasa dan kepercayaannya. Allah, God, Yahweh, Gusti akaryo jagad, Hyang widi wasesa, dan lain-lain adalah tunggal dan Maha Benar, Maha Kasih, Maha Baik, Maha Bijak dan Maha Mengetahui setiap kebohongan yang di buat oleh manusia
  2. Ajaran Kejawen Maneges tidak mempercayai setan, jin dan hal-hal klenik
  3. Ajaran Kejawen Maneges tidak ada pengaruh agama asing
  4. Ajaran Kejawen Maneges menetapkan hukum alam sebagai hukum Tuhan.
            Dalam konsep kepercayaan maneges, kualitas jiwa seseorang ditentukan oleh budi pekerti. Dalam konsep kepercayaan Maneges awal kejadian makhluk hidup sampai dengan meninggal disebut alam bawah, sedangkan setelah meninggal jiwa yang baik dan mampu membebaskan dari penderitaan akan menuju alam tengah dan dari alam tengah ada proses tertentu sehingga akan menuju alam atas yaitu keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.

5.    Agama Kaharingan
            Kaharingan merupakan agama atau kepercayaan suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Agama ini sudah ada ribuan tahun lalu, jauh sebelum agama Hindu dan  Budha datang ke wilayah Kalimantan.
            Agama Kaharingan percaya pada satu Tuhan yang disebut dengan nama Ranying Hattalla (Tuhan Yang Maha Esa). Tempat pertemuan (tempat ibadah) disebut dengan Balai Basarah atau Balai Kaharingan. Ibadah rutin Kaharingan dilakukan setiap Kamis atau malam Jumat.
            Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau. Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa manusia janganlah terlalu mendewa-dewakan segala sesuatu yang bersifat duniawi.

6.    Agama Wetu Telu
            Meskipun mayoritas penduduk Lombok Nusa Tenggara Barat memeluk agama Islam, namun penduduk asli Lombok, yaitu orang Sasak, masih banyak yang memeluk kepercayaan tradisional Islam Wetu Telu, yaitu sinkretisme antara ajaran Islam dan kepercayaan lokal suku Sasak. Kepercayaan ini tak lepas dari kuatnya pengaruh Jawa Kuno dan Hindu Bali di Sasak. Sejak abad 14 Kerajaan Majapahit di bawah pimpinan Patih Gadjah Mada telah menguasai Sasak. Baru pada awal abad 17 ajaran Islam diperkenalkan oleh Sunan Giri dan orang Muslim Bugis yang datang ke Lombok. Tak berapa lama, sekitar abad ke 18, peperangan yang meletus di Kerajaan Klungkung Bali mengakibatkan migrasi besar-besaran orang Bali ke Lombok. Tak heran jika kebudayaan Sasak sangat dekat dengan kebudayaan Jawa dan Bali.
            Kepercayaan Islam Wetu Telu yang dianut orang Sasak ini menganut ajaran yang berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya. Seperti yang tersirat dalam namanya, Wetu Telu, artinya menjalankan sembahyang sebanyak tiga kali dalam sehari, bukan 5 waktu seperti halnya yang dilakukan umat Muslim. Orang Sasak hanya menjalankan sholat pada siang hari (duhur), sore hari (asyar), dan saat matahari terbenam (maghrib). Demikian halnya pada saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Pemeluk Islam Wetu Telu hanya menjalankan ibadah puasa sebanyak 3 hari selama bulan Ramadhan, yaitu pada hari pertama, pertengahan bulan Ramadhan, dan hari terakhir menjelang Idul Fitri.
            Hingga kini populasi orang Sasak yang menganut Islam Wetu Telu masih banyak dijumpai. Sebagian besar dari mereka tinggal di Desa Bayan, Lombok Utara. Lainnya tersebar di Mataram, Pujung, Sengkol, Rabitan, Sade, Tetebatu, Bumbung, Sembalun, Senaru, Loyok, dan Pasugulan.

7.    Agama Sabuk Belo
            Agama atau kepercayaan lokal di Indonesia ada yang tidak sepenuhnya terlepas dari agama resmi yang diakui oleh pemerintah. Agama atau kepercayaan lokal ada yang memiliki kaitan dengan agama resmi. Salah satunya adalah organisasi kepercayaan Sabuk Belo yang berkembang di daerah suku Sasak, di desa Lenek, kecamatan Aikmal, Kabupaten Lombok Timur. Organisasi kepercayaan ini berlandaskan Islam dan budaya lokal yaitu budaya Sasak.
            Kebanyakan dari pengikut organisasi Sabuk Belo merupakan penganut agama Islam yang murni dengan melakukan syariat Islam. Namun, pada ajaran kepercayaan Sabuk Belo memilik tingkat pemahaman yang berbeda pada setiap pengikutnya. Pengikut pemula masih diharapkan melakukan shalat sebagaimana ajaran Islam. Tetapi, apabila pemahaman seseorang sudah tingkat tinggi secara spiritual orang tersebut bisa tidak melakukan shalat, karena diyakini sudah dapat malakukan kontak langsung dengan Tuhan.
            Ritual-ritual yang dilakukan oleh penganut kepercayaan Sabuk Belo antara lain:
1.      Semadi sebagai bentuk komunikasi kepda Tuhan, dengan menggunakan perlengkapan pakaian putih-putih, tikar, bunga-bungaan, kemenyan, api, dan air bersih. Kegiatan ini juga dapat dilanjutkan dengan puasa dan pati geni.
2.      Tanggal 1 Syura sebagai hari suci atau keramat. Pada tanggal ini diadakan perayaan yaitu Upacara Mulud Bleg, dengan maksud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Saat upacara diadakan, Sabuk Belo yang merupakan benda keramat berupa rantai logam sepanjang sekitar 24 meter diarak di sekitar Desa Lenek.
3.      Memberikan sesajen terhadap benda keramat Sabuk Belo berupa bunga-bungaan yang disertai dengan pembakaran kemenyan.
4.      Penganut kepercayaan Sabuk Belo percaya akan adanya reinkarnasi.

8.    Islam Abangan (Agami Jawi)
            Islam Abangan terutama hidup di daerah Jawa Tengah pedalaman (Yogyakarta, Srakarta, dan Bagelen).  Islam abangan adalah sekelompok muslim yang cara hidupnya masih banyak dikuasai oleh tradisi Jawa pra-Islam, yaitu suatu tradisi yang menitik beratkan pada pemaduan unsur-unsur Islam, Budha-Hindu, dan unsur-unsur asli sebelumnya.
            Islam abangan lebih berorientasi pada ritual-ritual yang tidak diajarkan secara baku seperti slametan, ngruwat, tirakat, sesajen, dan sebagainya. Islam Abangan atau Agami Jawi lebih bersifat sinkretis karena menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu-Budha dan Islam (heterodoks). Walaupun demikian, hal itu tidak berarti mereka hampir tidak beragama atau sangat sedikit memikirkan agama, atau menjalankan kehidupan tanpa kegiatan agama. Waktu-waktu mereka justru banyak tersita oleh aktivitas agama. Mereka juga percaya adanya Allah, percaya kenabian Muhammad, percaya dengan kebenaran kitab Al-Quran dan percaya bahwa orang baik akan masuk surga. Tetapi di samping itu mereka juga meyakini konsep dan pandangan keagamaan tertentu, percaya akan makhluk ghaib dan kekuatan sakti, dan melakukan ritus-ritus dan upacara keagamaan yang sangat sedikit sangkut-pautnya dengan doktrin-doktrin Islam resmi.
Sistem Ritual dalam Agami Jawi
1.      Slametan
Slametan atau wilujengan merupakan suatu upacara terpenting dari semua ritus yang ada dalam sistem religi orang Jawa dan penganut Agami Jawi. Ritual slametan ini berjenis-jenis, ada yang untuk upacara peringatan orang yang telah meninggal, bersih-dhusun, awal musim cocok tanam, upacara hari-hari besar Islam, ngruwat, kaul, pindah rumah, dan sebagainya.
2.      Nyadran
Ritual ini merupakan cara untuk mengagungkan, menghormati, dan memperingati roh leluhur yang dilaksanakan pada bulan Ruwah atau Sya’ban sesudah tanggal 15 hingga menjelang ibadah puasa di bukan Ramadhan.
3.      Tirakat
Tirakat adalah berpuasa pada hari-hari tertentu dengan cara-cara tertentu.

9.    Agama Marapu
Marapu adalah sebuah agama lokal yang dianut oleh masyarakat di  Pulau Sumba. Agama ini merupakan kepercayaan peninggalan nenek moyang dan leluhur. Lebih dari setengah penduduk Sumba memeluk agama ini. Pemeluk agama ini percaya bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan bahwa setelah akhir zaman mereka akan hidup kekal, di dunia roh, di surga Marapu, yang dikenal sebagai Prai Marapu.
Upacara keagamaan marapu ( seperti upacara kematian dsb) selalu diikuti dengan pemotongan hewan seperti kerbau dan kuda sebagai korban sembelihan, dan hal itu sudah menjadi tradisi turun – temurun yang terus di jaga di Sumba.
Agama Marapu adalah “agama asli” yang masih hidup dan dianut oleh orang Sumba di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Dalam bahasa Sumba arwah-arwah leluhur disebut Marapu , berarti “yang dipertuan” atau “yang dimuliakan”. Karena itu agama yang mereka anut disebut Marapu pula. Marapu ini banyak sekali jumlahnya dan ada susunannya secara hirarki yang dibedakan menjadi dua golongan, yaitu Marapu dan Marapu RatuMarapu ialah arwah leluhur yang didewakan dan dianggap menjadi cikal-bakal dari suatu kabihu (keluarga luas, clan), sedangkan Marapu Ratu ialah marapu yang dianggap turun dari langit dan merupakan leluhur dari para marapu lainnya, jadi merupakan marapu yang mempunyai kedudukan yang tertinggi.
Dalam kepercayaan agama Marapu, roh ditempatkan sebagai komponen yang paling utama, karena roh inilah yang harus kembali kepada Mawulu Tau-Majii Tau. Roh dari orang yang sudah mati akan menjadi penghuni Parai Marapu (negeri arwah, surga) dan dimuliakan sebagai Marapu bila semasa hidupnya di dunia memenuhi segala nuku-hara yang telah ditetapkan oleh para leluhur. Menurut kepercayaan tersebut ada dua macam roh, yaitu hamangu (jiwa, semangat) dan ndiawa atau ndewa (roh suci, dewa). Hamangu ialah roh manusia selama hidupnya yang menjadi inti dan sumber kekuatan dirinya. Berkat hamangu itulah manusia dapat berpikir, berperasaan dan bertindak. Hamangu akan bertambah kuat dalam pertumbuhan hidup, dan menjadi lemah ketika manusia sakit dan tua. Hamangu yang telah meninggalkan tubuh manusia akan menjadi makhluk halus dengan kepribadian tersendiri dan disebut ndiawa.
                
E.   Agama Lokal dan Ritus Ibadah
Dalam kepercayaan agama suku ibadah atau ritus yang dilakukan berkembang sejalan dengan perkembangan taraf pemikiran agamani. A.C.Kruyt membagi tiga taraf pemikiran agamani. Menurutnya bahwa taraf pemikiran yang pertama merupakan sistem kepercayaan yang paling tua dan selanjutnya. Ketiga taraf perkembangan yang  dimaksud adalah :
1. Dinamisme. Pada taraf ini orang percaya pada kuasa-kuasa yang tidak berpribadi dan tak kelihatan. Kuasa-kuasa tersebut mempengaruhi manusia secara mekanis di mana manusia dipengaruhi tanpa kemauan sendiri.
2. Animisme. Pada taraf animisme ini manusia percaya kepada kuasa-kuasa yang berpribadi. Kuasa-kuasa yang berpribadi tersebut mengambil wujud: tokoh-tokoh rohani dengan kemauan sendiri dan roh-roh.
3. Taraf adanya kesadaran bahwa ada dewa atau Tuhan. Taraf ketiga ini merupakan taraf kepercayaan yang paling mudah tetapi yang paling rumit dan paling tinggi. Manusia yang berada pada taraf pemikiran keagamaan ini percaya bahwa alam, manusia dan roh-roh diperintah oleh suatu kuasa yang berada di luar dirinya. Kuasa yang menguasai dirinya itulah yang kemudian disembah sebagai dewa atau Allah.
Ritus-ritus atau ibadah yang dilakukan, mula-mula bertumbuh pada taraf pemikiran kepercayaan dinamisme. Ritus-ritus atau upacara-upacara merupakan ungkapan keyakinan yang dapat diraba atau diindra oleh manusia. Cara pengungkapan keyakinan yang demikian sebenarnya umumnya terjadi dalam masyarakat yang lebih dipengaruhi oleh perasaan daripada pemikiran. Karena itu, semakin “primitif” manusia, maka semakin dominan dalam mengungkapkan keyakinannya lewat ritus-ritus atau upacara-upacara. Walaupun ritus-ritus atau upacara-upacara merupakan cara pengungkapan keyakinan manusia pada taraf pemikiran kepercayaan dinamisme tetapi ternyata aspek ritus-ritus masih tetap dipertahankan pada taraf kepercayaan berikutnya. Ritus-ritus atau upacara-upacara tersebut dilakukan dalam banyak aspek kehidupan manusia. Ada ritus-ritus yang dilaksanakan pada saat seseorang mengalami kesusahan tetapi ada juga yang dilaksanakan pada saat manusia mengalami suatu kesukaan atau kegembiraan.
Ibadah atau ritus yang dilakukan pada umumnya dimaksudkan untuk memulihkan tata alam semesta dan menempatkan manusia dan perbuatannya dalam tata alam semesta tersebut. Semua yang ada dalam alam semesta ini harus berada dalam posisi dan fungsinya secara baik sebagaimana ia diciptakan. Pada saat terjadi pergeseran, maka pada saat itu akan terjadi disharmoni. Disharmoni itu nampak melalui bencana alam seperti longsor, banjir, dan lain sebagainya. Pada saat terjadi disharmoni, maka harus dicara akar penyebabnya.
Orang yang melanggar tata alam semesta yang menyebabkan munculnya disharmoni harus dihukum. Dalam agama suku penegakan terhadap peraturan ini sangatlah ketat. Tiap pelanggaran harus dihukum. Selain penghukuman terhadap yang melanggar, juga harus dilakukan ibadah untuk mengembalikan tata alam semesta itu. Biaya yang diperlukan dalam ibadah tersebut sepenuhnya ditanggung oleh yang bersalah, kecuali ia sama sekali tidak mampu maka biayanya akan ditanggung oleh adat. Ibadah itu ditujukan kepada penguasa alam semesta.
Selain untuk memelihara tata kehidupan alam semesta ini, ibadah juga dimaksudkan untuk meminta berkat kepada yang ilahi. Ibadah demikian biasanya dilakukan pada saat memulai suatu pekerjaan atau pada upacara-upacara kelahiran dan inisiasi. Upacara yang dilakukan pada saat kelahiran anak menegaskan sifat sakral dari hidup fisiologis. Setiap suku mempunyai ritus-ritus tersendiri dalam menyambut kelahiran seorang bayi.
Misalnya plasenta harus ditanam dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Pemberian nama juga merupakan bagian dari ritus-ritus kelahiran tersebut. Seseorang yang mencapai usia tertentu harus diupacarakan untuk beralih dari taraf kanak-kanak ke taraf yang lebih dewasa. Upacara peralihan ini yang disebut inisiasi. Ritus ini dilakukan sesuai perkembangan budi dan badan seseorang sebagai tanda untuk dapat mengatasi batas-batas hidup lama dengan hidup yang baru.
Perkembangan badan dan budi ditingkatkan atau dikokohkan dengan ritus tertentu. Ritus ini intinya adalah pendewasaan seseorang. Ibadah juga dimaksudkan untuk menolak bala atau memohon perlindungan dari Yang Ilahi. Dalam ibadah (ritus) kematian, ritus-ritus dilakukan dengan maksud untuk memutuskan hubungan dengan dunia kematian dan sekaligus mengantar arwah orang mati ke tempat kekal supaya arwahnya tidak mengganggu keluarga. Hal ini terjadi sebab umumnya suku-suku memahami bahwa kematian terjadi karena serangan kuasa-kuasa jahat terhadap orang yang meninggal itu.




BAB III
PEMBAHASAN

            Di Indonesia terdiri dari berbagai macam kepercayaan. Kepercayaan ini sejak jaman purba telah ada. Kepercayaan ini terus berkembang dan melahirkan tradisi ritual. Namun seiring perkembangan zaman, ritual ini semakin hilang karena terdesak oleh agama baru yang datang atau karena terjadi akulturasi. Dibawah ini adalah ritual-ritual yang terdapat di Indonesia.

A.  Upacara Kelahiran pada Orang Batak Toba
Kelahiran merupakan sesuatu yang sakral bagi sebagian masyarakat tertentu. Kelahiran menandakan adanya pergantian hidup baru. Begitu juga dengan tradisi orang Batak. Mereka juga menganggap saat-saat kehamilan, kelahiran, saat-saat pemberian nama dan sebagainya sebagai saat-saat yang krisis dan ritus.
Di dalam masyarakat Batak Toba, terdapat beberapa adat-adat tertentu, salah satunya:
1.        Adat Manghare
Ketika seorang wanita Batak Toba hamil tua, maka diadakan adat manghare. Manghare adalah  sejenis bubur yang dibuat dari ramuan semangka, mentimun, pisang, tebu, nangka, kencur, jahe, kelapa, kemiri, ramuan dukun, telor ayam, tepung beras, susu kerbau, kunyit, serta daging ayam muda seberat 1,5 kg.
Ramuan itu dibuat menjadi halus, disaring lalu diaduk menjadi satu. Proses pencampuran dilakukan dalam satu periuk besar yang dibuat dari dalam tanah yang diletakkan di atas api yang menyala kecil. Bubur ini berwarna agak kecoklat-coklatan. Setiap unsur ramuan mempunyai arti tertentu.
Menurut adat, suami calon ibu harus berkunjung ke huta atau kampung kerabatnya untuk meminta hare.  Dengan disaksikan oleh semua kerabat pihak istri, ayah dan ibu dari si wanita calon ibu terlebih dahulu
 
memberkati dengan doa selamat anak dan menantunya itu, sambil memberikan tiga ekor ikan lele yang sudah masak dan diletakkan di atas nasi. Pada saat itu kedua orang tua mengucapkan kata-kata yang bersifat magis, yaitu:
On ma hare silas ni roha, hipas ma ho manganhon, hipas ma didapothon hipas na naeng ro, tumpahon ni amanta pardenggan basai.” Yang artinya:
                        “Inilah hare pemberi kegemberiaan, selamatkanlah engkau memakannya, selamat orang yang akan datangi, selamat anak yang akan datang, berkat anugerah Tuhan yang maha pengasih itu.”
                                    Acara itu ditutup dengan suatu pemberian oleh pihak kerabat kepada suami-istri muda yang mempunyai bayi tadi. Kemudian mereka pulang ke rumah di kampung pihak suami.
2.      Adat Pabosurhon
Yaitu memberi makan kenyang kepada wanita yang hamil supaya kuat dan tahan menghadapi masa bersalin yang sudah dekat oleh orang tuanya. Pelaksanaan adar pabosurhon dilaksanakan ketika usia kehamilan sudah tujuh atau delapan bulan.
Apabila acara makan telah selesai, maka diadakan acara berbicara secara adat marhata). Dalam pembicaraan yang sambut-menyambut ini, pihak hula-hula (kerabat) menyampaikan kata-kata hiburan dan memberi semangat kepada si wanita hamil dan memohon doa restu dati Tuhan Yang Maha Esa agar putri mereka dan kandungannya diberkati dan dilindungi dari mara bahawa dan roh-roh jahat.
3.      Mangharoan
Mangharoan adalah kelahiran. Pada saat wanita yang hamil tadi telah melahirkan, si suami menjatuhkan sebatang kayu besar dari atas atap rumah halaman, lalu memotong-motongnya menjadi batang-batang kecil dengan kapak, di mana batang kayu tadi kemudian dibakar di atas tungku perapian (tataring). Si suami kemudian mengambil beberapa tangkai daun jeruk yang disangkutkan di setiap sudut rumah yang didatangi sambil memberitahukan kelahiran sang bayi.
Apabila proses kelahiran berjalan agak sulit, maka si suami akan membunyikan bedil atau kadang-kadang si suami memukil lantai tepat di bawah si istri berbaring. Maksud semua tindakan ini adalah agar kelahiran itu cepat berlangsung, karena suara yang mengejutkan akan menyebabkan kelahiran secara tiba-tiba.
4.        Martutuaek
Ritual ini adalah memandikan bayi yang berumur tiga hari ke tempat mandi umum untuk dipermandikan kemudian sekembali dari sana si bayi diberi nama.
5.        Mampe Goar
Ritual ini erat dengan martutuaek. Mampe Goar berarti peletakan nama. Peletakan nama ini dipimpin oleh seorang datu. Sistem pemilihan nama ialah dengan mengajukan nama-nama kepada datu. Satu demi satu nama-nama tadi disampaikan kepada datu yang menilainya dengan cara menghitung jumlah huruf dan memperhitungkan kembali jumlah itu ke jari tangannya. Apabila hitungan terakhir nilai total huruf itu jatuh ke tangan salah satu jari yang berarti kurang baik, maka nama itu akan ditolak. Nama itu dinilai dengan buku pedoman ilmu gaib, pustaha (yang juga berisi cara-cara menentukan hari baik dan hari buruk).

B.     Adat-Adat Sekitar Kelahiran pada Masyarakat Nelayan di Madura
Di wilayah Madura ada balap sapi yang dikenal dengan nama karapan sapi. Tidak hanya itu saja, di daerah Madura terdapat beberapa adat terkait pernikahan, misalnya suami istri harus menerap di rumah istri dalam jangka waktu tertentu setelah menikah.
Tentang kehidupan di dalam keluarga, masyarakat Madura mempunyai pandangan tersendiri. Ketika seorang istri tidak mampu mengandung atau mandul, maka istri tersebut yang dikatakan mandul. Suami tidak dianggap mandul. Hal ini mungkin terjadi karena kekurangtahuan akan penyebab mandul. Selain itu, ada juga beberapa macam ramuan yang digunakan untuk mengguguran kandungan. Walaupun jarang sekali ada kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan.
Berkaitan dengan anjuran di waktu mengandung, seorang wanita yang tengah mengandung dilarang duduk di depan pintu yang sedang terbuka karena dapat mengakibatkan bayi sukar keluar. Ia dilarang melangkahi jala besar yang biasa dipakai untuk menangkap ikan di tengah laut, dilarang menginjak pengikat kambing atau lembu. Kedua larangan ini juga akan menyebabkan kesulitan melahirkan.  Selain itu, wanita yang sedang mengandung dilarang menyangga piring di tempat nasi yang istilahnya tampah, karena hal itu akan mengakibatkan anak kelak akan memiliki sikap mental perasa dan mudah tersinggung.
Ketika bayi lahir dalam keadaan tidak normal, maka ada anggapan bahwa ia mempunyai kekuatan yang luar biasa. Misal, ketika ada bayi yang lahir bungkus, maka ia dianggap mempunyai kekuatan yang bisa mendatangkan dingin, artinya menolak bahaya yang datang mendatangkan penyakit. Lalu jika ada bayi lahir dengan ubun-ubun yang sudah mengeras, maka ia jika sudah besar akan menjadi orang yang pandai dan kebal. Selanjutnya jika ada bayi yang lahir dengan warna kulit pada bagian pinggang berbeda dengan bagian yang lain sehingga seolah-olah menyerupai ikat pinggang maka ada anggapan bahwa ia kelak dapat menjadi seorang pemimpin yang adil.

C.     Adat Upacara Tedhak Siten di Jawa
Upacara tedhak siten merupakan upacara pada hari weton yang ketujuh dari kelahiran sang anak. Thedak siten sendiri artinya turun ke tanah. Pada upacara ini si anak untuk pertama kalinya ditempatkan dengan tanah, yang berarti bahwa si anak mulai boleh berada di tanah untuk pertama kalinya. Apabila pertunjukan wayang kulit diadakan, maka hal itu dilakukan pada malam sebelum upacara tedhak siten itu dilakukan pada pagi harinya. Pertunjukan wayang kulit itu biasanya berlangsung antara jam 20.00 sampai jam 06.00 keesokan harinya.
Upacara tedhak siten dilaksanakan sekitar pukul 09.00. berbagai sajian maupun perangkat peralatan dan benda perlengkapan upacara disiapkan di bawah pimpinan sang kakek atau nenek dari si anak yang bersangkutan. Perangkat peralatan maupun sajian yang , biasanya digunakan untuk upacara ini terdiri dari sebuah kurungan ayam yang cukup besar, tujuh macam makanan yang terbuat dari beras ketan, dan sepuluh macam makanan yang berwarna (jenang). Di dalam kurungan ayam tadi juga diletakkan berbagai macam beda, seperti misalnya pensil, padi, uang logam dan sebagainya.

D.  Upacara Ruwat di Jawa
Ruwat di dalam bahasa Jawa sama dengan kata luwar, berarti lepas atau terlepas. Diruwat artinya dilepaskan atau dibebaskan. Pelaksanaan upacara itu disebut ngruwat atau ruwatan, berarti melepaskan atau membebaskan, ialah dibebaskan dari hukuman atau kutukan dewa yang menimbulkan bahaya, malapetaka atau keadaan yang menyedihkan.
Upacara ruwat yang diadakan orang hingga sekarang masuk dalam arti yang kedua, yaitu suatu upacara yang diadakan sebagai sarana yang dijalankan oleh orang supaya dapat terhindar dari marabahaya yang diramalkan akan menimpa diri seseorang.
Hal-hal yang dianggap memerlukan adanya upacara ruwat digolongkan menjadi beberapa jenis:
1.      Upacara ruwat bagi orang atau anak yang dianggap mempunyai nasib buruk, karena disebabkan kelahiran.
2.      Upacara ruwat  bagi orang atau anak yang cacat tubuhnya.
3.      Upacara ruwat  bagi orang yang dianggap bersalah, karena telah melanggar pantangan atau merusak benda-benda tertentu.
Upacara ruwat ini dilakukan dengan mementaskan wayang, memberi sajian atau sajen. Karena mahalnya biaya, maka untuk orang yang tidak mampu, upacara ruwat bisa dibuat dengan lebih sederhana, misalnya sajen dibuat dengan sederhana.

E.   Upacara Ritus Kematian di Madura
Apabila terjadi kematian dalam suatu keluarga, maka pertama-tama yang dilakukan adalah memberitahu peristiwa kepada sanak saudara, kemudian kepada modin atau kyai. Mendengar berita kematian ini maka berdatanganlah para sanak famili, warga desa atau masyarakat di sekitarnya. Pada umumnya orang perempuan yang mendatangi keluarga meninggal membawa berbagai macam barang kebutuhan yang dapat disumbangkan seperti beras, kopi, gula, dan lain sebagainya.
Sambil hal tersebut dilakukan, orang-orang mulai mempersiapkan tempat untuk mandi jenazah. Setelah dimandikan, jenazah lalu disembahyangkan. Setelah disembahyangkan, jenazah dibawa ke kuburan umum milik desa. Setelah jenazah dikuburkan, maka orang yang meninggal tadi harus ditahlilkan. Upacara tahlil ini dilaksanakan selama tujuh hari berturut-turut di rumah si wafat. Tahlil ini diadakan lagi di waktu-waktu tertentu seperti hari ke-40 setelah kematian, hari ke-100, dan yang terakhir adalah hari ke-1000.  Dalam upacara tahlil ini disajikan berbagai macam sajen.
Orang Madura yakin bahwa roh orang yang sudah meninggal dapat makan dan minum seperti orang yang masih hidup, tetapi kecuali itu orang madura juga percaya bahwa orang yang meninggal itu membutuhkan barang-barang yang dapat digunakan dalam kehidupannya di alam baka. Oleh karena itu misalnya dalam upacara yang ke-1000 harinya, disajikan barang-barang seperti bantal, tikar, sarung, kopyah, sandal, payung, baju, piring, cangkir, dan lain sebagainya. Makanan, minuman, dan barang-barang tadi diberikan kepada arwah melalui perantara kyai.

F.   Upacara Ngaben di Bali
Upacara ngaben merupakan suatu upacara pembakaran jenazah. Upacara ngaben sendiri ada 3 macam, yaitu:
1.    Ngaben tanpa melalui proses penguburan.
Ngaben tanpa melalui proses penguburan ini dilaksanakan antara lain karena kebetulan adanya bertepatan waktu wafatnya seseorang dengan masa yang dianggap baik atau karena kemampuan pembiayaan upacara. Tapi sebaliknya jika orang yang meninggal tersebut mati konyol karena bunuh diri, hanyut terbawa arus, jatuh dari suatu tempat, dan lain sebagainya maka tidak boleh diadakan upacara ngaben tanpa melalui proses penguburan terlebih dahulu.
Jenazah lalu dimandikan. Setelah itu, disamping tubuh jenazah diberi sesajen atau sajian. Sajian yang disajikan cukup banyak sehingga biaya yang dikeluarkan juga reatif banyak. Setelah melalui rangkaian upacara sebelum pembakaran, maka ngaben atau pembakaran jenazah lalu dilakukan.
Sesudah api pembakaran padam, tulang-tulang dan abu jenazah dikumpulkan. Setelah itu, abu jenazah ditaruh di suatu tempat dan dilakukan rangkaian upacara “melebur kembali”, di mana abu jenazah diberangkatkan ke laut atau ke sungai yang bermuara di laut.
2.    Ngaben Secara Simbolik.
   Upacara ini dilakukan jika jenazah tidak dapat ditemukan bekas-bekasnya seperti yang tertimbun tanah, dimakan binatang, hanyut karena airm dan lain sebagainya. Apabila kerabat telah yakin bahwa seseorang yang telah meninggal tidak dapat ditemukan sisa-sisa jenazahnya, maka mereka datang ke seorang pendeta dengan membawa sajian untuk menanyakan tentang hari atau saat yang baik untuk melaksanakan upacara pembakaran itu.
Setelah itu, kerabat mempersiapkan saji-sajian atas petunjuj pendeta. Lalu pendeta memimpin upacara yang salah satunya membakar bagian dari sesaji itu kemudian abu yang dibakar tadi diberangkatkan ke laut.
3.    Ngaben Melalui Penguburan.
Ngaben ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
a.    Tahap penguburan jenazah.
Pada tahap ini, jenazah dikuburkan setelah sebelumnya diberi sajian.
b.    Tahap pembongkaran jenazah di kuburan.
Pada tahap ini, tulang-tulang dikumpulkan di suatu wadah tertentu dan juga dibarengi dengan saji-sajian.
c.    Tahap pembakaran jenazah.
Proses ini sama seperti ngaben tanpa penguburan.

            Ke enam ritual di atas hanya beberapa ritual yang masih ada di Indonesia. Secara tidak langsung, ritual-ritual di atas menjadi aset budaya milik bangsa Indonesia. Kita sebagai warga negara harus menghargai kebudayaan yang ada di Indonesia. Kebudayaan inilah yang menjadi jati diri bangsa Indonesia. Terlepas dari era globalisasi yang semakin menggerus dan menghilangkan ritual-ritual di atas, sudah sebaiknya sebagai bangsa Indonesia yang baik ikut sumbangsih dalam menjaga kebudayaan Indonesia.




BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Indonesia kaya akan kepercayaan. Dari kepercayaan yang ada, ternyata kepercayaan lokal di Indonesia masih ada. Walaupun pemerintah meresmikan 6 agama yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu, namun sebagian masyarakat masih melestarikan kepercayaan-kepercayaan lokal.
Dari adanya kepercayaan-kepercayaan lokal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan lokal di Indonesia sebenarnya masih eksis walaupun dengan jumlah yang sedikit. Ada kalanya, kepercayaan-kepercayaan lokal tersebut berakulturasi dengan agama lain sehingga seolah-olah menjadi agama lain. Dengan demikian, kepercayaan-kepercayaan lokal tersebut tetap ada dan menjadi bagian dari budaya Indonesia.

B.       Saran
Untuk membantu menghargai eksistensi kepercayaan-kepercayaan lokal, sebaiknya pemerintah tetap menghargai kepercayaan mereka karena pada dasarnya, tidak ada paksaan dalam berkeyakinan.




DAFTAR PUSTAKA


Agus Cremers. 1995. Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W.Fowler. Yogyakarta: Kanisius.

Koentjaraningrat. 1985. Ritus Peralihan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.


www.dongengbudaya.wordpress.com, diakses tanggal 8 Maret 2012, pukul 12:20.

www.elangnusantara.wordpress.com, diakses tanggal 8 Maret 2012, pukul 12:27.

www.kejawenmaneges.blogspot.com, diakses tanggal 8 Maret 2012, pukul 12:11.

www.parmalim.com, diakses tanggal 8 Maret 2012, pukul 12:03.

www.parmalim.com, diakses tanggal 8 Maret 2012, pukul 12:33.








Posting Komentar

0 Komentar