MAKALAH
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan IPA Sekolah Dasar (Fisika)
Disusun Oleh :
Rizqi Munandar 10108241082/VC
Havita Rahmawati 10108241086/VC
Patricia Puspita A 10108241107/VC
Ervan
Adi Kusuma 10108241108/VC
Ishfi Amalia 10108241116/VC
Putri
Wahyu Utami
PGSD S1
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
2012
Kata Pengantar
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberi limpahan
rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah
berjudul “Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)” ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan IPA
Sekolah Dasar (Fisika). Diharapkan
makalah ini dapat memperdalam wawasan
penyusun mengenai pembelajaran kontekstual. Baik konsepnya secara umum maupun
penerapannya dalam pembelajaran. Materi
yang disampaikan disusun dengan merujuk
pada buku referensi dan penelusuran bahan dari
internet.
Penyusunan
makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan kali ini kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Woro Sri Hastuti, M.Pd, selaku dosen mata kuliah Pendidikan IPA Sekolah Dasar yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan dan motivasi dalam penyusunan makalah ini.
2. Semua pihak yang terkait yang tidak
dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu kami dalam kelancaran
pembuatan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa makalah ini mempunyai berbagai kekurangan dalam penyusunannya.
Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, November
2012
Daftar
Isi
Halaman
Judul .................................................................................................................. i
Kata
Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi ......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah...................................................................... 1
B. Tujuan
Penulisan.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan Filosofis CTL (Contextual Teaching and Learning)........... 2
B. Definisi CTL (Contextual Teaching and Learning)............................. 2
C. Komponen CTL (Contextual
Teaching and Learning)........................ 2
D.
Prinsip-prinsip CTL (Contextual Teaching and Learning).................. 5
E. Penerapan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Kelas.... 9
F.
Perbedaan CTL (Contextual Teaching and Learning) dan Pembelajaran Konvensional 11
G.
Penerapan
CTL pada Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar............ 13
BAB III......... PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 15
B.
Saran.................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ada dua hal yang
sering dipertentangkan dalam pendidikan, yaitu teori dan praktik. Dalam
praktiknya, tidak jarang teori yang tidak sesuai dengan praktik. Berbagai teori
pendidikan muncul dengan daya tariknya masing-masing. Teori ini muncul untuk
memudahkan pembelajaran yang ada di dalam pendidikan.
Pembelajaran
sendiri mempunyai tiga prinsip yang harus diperhatikan. Pertama, belajar menghasilkan perubahan perilaku anak didik. Kedua, anak didik mempunyai potensi
untuk ditumbuhkembangkan. Ketiga,
perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami berbanding
lurus dengan proses kehidupan.
Ketika melakukan
praktik pembelajaran, yang paling baik adalah mencari teori yang tepat. Untuk
memahami hubungan teori dan praktik, ada empat konsep kunci yang saling terkait
yaitu teaching, learning, instruktion, dan
curriculum. Beberapa teori mengenai
pendekatan, model, strategi, metode pembelajaran merupakan hasil pemikiran
untuk mencapai keberhasilan pembelajaran.
Salah satu teori
pendekatan pembelajaran adalah pendekatan kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning). Cikal
bakal CTL adalah makalah yang ditulis tahun 1983 yang berjudul A Nation at Risk: The Imperative for
Educational Reform). Makalah ini disusun karena rasa prihatin pada
pendidikan di Amerika. Kemudian, banyak dilakukan pertemuan tingkat tinggi
dalam membahas pendidikan di Amerika hingga tercetuslah CTL yang dikenal dan
diterapkan sampai sekarang.
Sebagai subjek
yang kelak akan menjadi bagian dari dunia pendidikan, perlu mengetahui seluk
beluk teori-teori pembelajaran, salah satunya adalah CTL. Makalah ini disusun
sebagai upaya untuk memahami CTL sebelum kelak menerapkannya.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
definisi CTL
2. Mengetahui
komponen CTL
3. Mengetahui
prinsip-prinsip CTL
4. Mengetahui
langkah-langkah pelaksanaan CTL di kelas
5. Mengetahui
kelebihan dan kelemahan penerapan CTL
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Filosofis CTL (Contextual Teaching and
Learning)
Landasan
filosofi CTL adalah konstruktivisme. Siswa mengkonstruksi pengetahuan di dalam
benak mereka sendiri berbekal pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya.
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisah menjadi fakta atau proposisi yang
terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Menurut
Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :
1)
Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2)
Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3)
Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
4)
Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).
Pembelajaran
akan terjadi dengan lebih baik jika siswa mengalami apa yang dipelajari. Dengan
CTL proses pembelajaran diharapkan dapat berlangsung secara alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami. Bukan transfer pengetahuan
dari guru ke siswa. Guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing sekaligus
sebagai fasilitatot dalam membantu siswa menemukan makna.
B.
Definisi
CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and
learning) menurut Nurhadi (Sugiyono, 2010:14) adalah konsep belajar yang
mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi
dunia nyata siswa. Juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri.
Menurut johnson
(2007) CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa
melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubung-hubungkan subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian
mereka yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka.
C.
Komponen
CTL (Contextual Teaching and Learning)
CTL dipandang
sebagai sistem yang menyeluruh dan terdiri dari bagian –bagian yang saling
terhubung. Bagian CTL melibatkan proses yang berbeda-beda yang jika digunakan bersama akan dapat
mewujudkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Johnson (2007:65)
mengemukakan delapan komponen CTL, yaitu:
1. Membuat
Keterkaitan-keterkaitan yang Bermakna
Keterkaitan yang
mengarah pada makna adalah inti dari CTL. Keterkaitan isi pelajaran dengan
pengalaman siswa akan membuat proses belajar menjadi lebih hidup dan
meningkatkan motivasi mereka untuk belajar.
2. Melakukan
Pekerjaan yang Berarti
Maksud dari pekerjaan
yang berarti adalah pekerjaan yang memiliki tujuan, berguna untuk orang lain,
yang melibatkan proses menentukan pilihan dan menghasilkan produk, nyata atau
tidak nyata.
3. Melakukan
Pembelajaran yang Diatur Sendiri
Siswa kebanyakan
memiliki tipe mengatur diri sendiri/bertindak sesuai dengan kehendak diri
sendiri. CTL mengarahkan siswa mengambil keputusan sendiri dan menerima
tanggung jawab untuk itu. Pola belajar siswa dapat diatur sendiri disesuaikan
dan dilaksanakan dalam kaitannya dengan hal yang lain. Siswa mengatur dan
menyesuaikan tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan
pembelajaran mandiri menuntut siswa untuk memiliki pengetahuan dan keahlian
tertentu dan menggunakan pengetahuan dan keahliannya tersebut.
4. Bekerja
Sama
Siswa diharapkan mampu bekerja
secara efektif dalam kelompok. CTL membantu siswa memahami bahwa apa yang
dilakukannya akan mempengaruhi orang lain. Kemampuan siswa berkomunikasi dengan
orang lain akan bertambah.
5. Berpikir
Kritis dan Kreatif
CTL yang bertujuan
membantu siswa mengembangkan potensi intelektualnya mengajarkan langkah yang
dapat digunakan dalam berpikir kritis dan kreatif. Selain itu, juga memberikan
kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih
tinggi tersebut di dunia nyata.
6. Membantu
Individu untuk Tumbuh dan Berkembang
Komponen CTL ini
mengharuskan guru untuk mengenal siswanya. Ketika guru mengenal dan memahami
siswanya kemungkinan guru untuk mewujudkan potensi seorang siswa dan
membantunya dalam proses tumbuh kembang.
7. Mencapai
Standar yang Tinggi
CTL
mengidentifikasikan tujuan yang jelas dan memotivasi siswa untuk meraihnya.
Standar tinggi menuntut beban yang cukup banyak da mewajibkan kerja keras.
Standar yang tinggi ditetapkan karena jika siswa diberi beban sedikit dan
standarnya diturunkan, berarti mengabaikan potensi dan kesejahteraan masa depan
siswa.
8. Menggunakan
Penilaian Autentik
Penilaian autentik
menantang siswa untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam
situasi nyata untuk tujuan tertentu. Empat jenis penilaian autentik yang sudah
dikenal adalah portofolio, pengukuran kinerja, proyek, dan jawaban tertulis
secara lengkap.
Tujuh komponen dalam CTL menurut Sanjaya
(Sugiyanto, 2010:17):
1. Konstruktivisme
(constructivism), proses membangun
dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan memang berasal dari luar
tetapi dikonstruksi dalam diri seseorang. Pembelajaran kontekstual mendorong
agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengalamatan dan
pengalaman nyata.
2. Bertanya
(questioning), merupakan bagian inti
belajar dan menemukan pengetahuan. Dalam pembelajaran kontekstual guru tidak
menyampaikan informasi begitu saja
tetapi memancing siswa dengan bertanya. Pertanyaan guru dapat menjadikan
pelajaran lebih produktif. Pertanyaan dari guru diantaranya dapat berguna
untuk:
a. Menggali
informasi tentang kemampuan siswa dalam menguasai pelajaran.
b. Membangkitkan
motivasi siswa untuk belajar.
c. Merangsang
keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d. Memfokuskan
siswa terhadap sesuatu yang diinginkan.
e. Membimbing
siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
3. Menemukan
(Inquiry), proses pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Langkah-langkah yang diambil
adalah merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji
hipotesis, membuat kesimpulan.
4. Masyarakat
belajar (learning community)
Didasarkan pada
pendapat Vygotsky, bahwa pengalaman dan pengetahuan anak banyak dibentuk oleh
komunikasi dengan orang lain. Hasil belajar dari CTL dapat diperoleh dari
sharing dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain, bukan hanya
guru. Asas masyarakat belajar dapat diterpkan melalui belajar kelompok, dan
dari sumber-sumber lain yang mengetahui sesuatu yang menjadi fokus
pembelajaran.
5. Pemodelan
(modelling)
Siswa akan dapat
mengerjakan suatu hal dengan benar karena sebelumnya telah melihat contoh
terlebih dahulu, misalnya dalam pengoperasian instrumen, membaca lafal bahasa.
Asas pemodelan pada CTL akan menghindarkan siswa dari verbalistik atau
pengetahuan yang bersifat teori-abstrak. Model yang dapat diamati atau ditiru
siswa digolongkan menjadi :
a. Kehidupan yang
nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.;
b. Simbolik (symbolic),
model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ;
c. Representasi (representation),
model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya
televisi dan radio.
6. Penilaian
sebenarnya (authentic assessment)
Merupakan proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang
dilakukan siswa. Pengalaman belajar yang telah dimiliki diharapkan mempunyai
pengaruh positif pada perkembangan siswa, baik intelektual, mental maupun psikomotorik.
Penilaian lebih ditekankan pada proses belajar
dan dilakukan terus menerus selama pembelajaran berlangsung secara
terintegrasi.
7. Refleksi/reflection
Merupakan cara
berpikir mengenai apa yang sudah dipelajari atau apa yang sudah dilakukan dalam
pembelajaran di masa lalu. Pada akhir pembelajaran refleksi dapat dilakukan
dengan cara menyatakan langsung apa yang sudah dipelajari hari itu, melalui
catatan atau jurnal di buku siswa, diskusi, kesan dan saran siswa mengenai
pembelajaran yang dilakukan. Melalui refleksi, akan lebih menguatkan perasaan
siswa mengenai makna pembelajaran yang didapat serta berfungsi sebagai umpan
balik.
D.
Prinsip-prinsip
CTL (Contextual Teaching and Learning)
Prinsip yang
diterapkan dalam CTL merujuk pada prinsip yang menopang dan mengatur
keseluruhan alam semesta menurut para ilmuwan (berdasar pengamatan ilmiah
terhadap galaksi dan atom, planet-planet, partikel sub atom, mikroorganisme dan
sel-sel otak). Pelbagai pengamatan ilmiah yang teliti dan akurat menunjukkan
keseluruhan alam semesta ditopang dan diatur oleh tiga prinsip, yaitu
kesaling-bergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri sendiri (Capra, 1996;
Johnson&Broms, 2000; Margulis&Sagan, 1995; Swimmw&Berry, 1992).
Ketiga prinsip
tersebut juga ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip saling-bergantung
bisa diidentifikasi melalui istilah keberagantungan, keterkaitan, saling
melengkapi, komunitas; diferensiasi dikenal dengan kebhinekaan, kekompleksan,
variasi, keberagaman, disparitas; dan organisasi diri terwujud dalam
manifestasi diri, prinsip keberadaan, penganturan diri, otomoni, dan pertahanan
diri.
Berikut adalah
penjelasan ketiga prinsip diatas dan penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam
model pembelajaran CTL.
1.
Prinsip
Kesaling-bergantungan
Menurut
para ilmuan modern, segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling
berhubungan. Segalanya, baik manusia, maupun bukan manuasia, benda hidup dan
benda tidak hidup, terhubung satu dengan yang lainnya. Semuanya berperan dalam
pola jaringan yang rumit. Jika prinsip kesaling-bergantungan tidak ada dalam
kehidupan, manusia tidak akan berhubungan dengan yang lain. Komunikasi dan
transfer informasi tidak akan terjadi.
Prinsip Kesaling-bergantungan
dan CTL
Prinsip
kesaling-bergantungan mengajak para guru untuk mengenali keterkaitannya dengan
rekan guru lainnya, dengan siswanya, dengan masyarakat, dan dengan bumi.
Prinsip itu menguatkan bahwa sekolah adalah sebuah sistem kehidupan, dan bahwa
bagian-bagian dari sistem itu adalah para siswa, guru, tukang kebun, tukang
sapu, pegawai administrasi, sekretaris, orangtua, dan masyarakat. Semua yang
berada dalam jaringan hubungan tersebut menciptakan lingkungan belajar. Sistem
CTL akan berkembang dengan baik di lingkungan belajar dimana unsur-unsurnya
saling memahami hubungan antara satu dengan yang lain.
Bagi siswa, prinsip kesaling-bergantungan yang
ada di segala aspek memungkinkan para
siswa untuk membuat hubungan yang bermakna. Pemikiran yang kritis dan kreatif
menjadi mungkin. Kedua proses itu terlibat dalam mengidentifikasi hubungan yang
akan menghasilkan pemahaman-pemahaman baru.
Prinsip
kesaling-ketergantungan juga memungkinkan guru memasangkan tujuan yang jelas
pada standar akademik yang tinggi.
Prinsip
imi mendukung adanya suatu kerja sama. Dengan bekerja sama, para siswa terbantu
dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah.
Bekerjasama akan membantu siswa mengetahui bahwa saling mendengarkan akan
menuntut pada keberhasilan.
Tugas
yang menghubungkan siswa dan sekolahnya dengan masyarakat sangat dituntut
berdasarkan adanya prinsip ini. Prinsip saling-ketergantungan mengajak siswa
untuk meninggalkan kotak-kotak isolasi dan menghubungkan bermacam-macam ilmu
serta menciptakan kemitraan yang inovatif.
Prinsip
ini memerlukan penghubungan, penggabungan, berpikir kritis dan kreatif,
melakukan pembelajaran hands-on, merumuskan
tujuan yang jelas, menetapkan standar tinggi, melakukan tugas, menghargai
setiap orang, dan menggunakan metode penilaian yang menghubungan pembelajaran
dengan dunia nyata.
2.
Prinsip
Diferensiasi
Kata diferensiasi merujuk pada
dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keanekaragaman yang
tidak terbatas, perbedaan, berlimpahan, dan keunikan.
Prinsip Diferensiasi
dan CTL
Guru dapat menerapkan prinsip ini
di sekolah-sekolah dan kelas-kelas untuk mencapai sasaran terciptanya
kreativitas, keunikan, keragaman, dan kerja sama. Pembelajaran praktik langsung
dan aktif akan selalu menantang siswa untuk mencita. Pembelajaran aktif yang
berpusat pada siswa akan menuntun siswa mencapai suatu keunikan.
Siswa hendaknya dibebaskan untuk
menjelajahi bakat pribadinya, memunculkan cara belajar sendiri, berkembang
dengan langkahnya sendiri. Berdasarkan prinsip ini, pembelajaran CTL akan lebih
menuntun guru memberi perhatian kepada tiap-tiap siswa secara
individual/personal dan lebih mendalam. Termasuk mengenai kehidupan siswa di
rumah, kondisi sosial ekonomi, gaya belajar, dan minatnya. CTL menanggapi
kebutuhan-kebutuhan khusus dan aspirasi setiap siswa.
Selain memungkinkan adanya
keunikan, keragaman, dan kreativitas, prinsip diferensiasi mengajak siswa
memupuk kerja sama dalam pencarian makna, pengertian, dan pandangan baru.
3.
Prinsip
Pengaturan Diri
Prinsip
ini menyatakan bahwa setiap bagian di alam semesta ini memiliki sebuah potensi
bawaan, suatu kesadaran, atau kewaspadaan yang membuat perbedaan satu sama
lain. Prinsip pengaturan diri yang memberi petunjuk dan memberi identitas unik
juga terdapat pada manusia. Manusia membentuk karakternya melalui
hubungan-hubungan, pilihan-pilihan, dan kata-kata.
Prinsip pengaturan diri
dan CTL
Prinsip
pengaturan diri mengarahkan guru untuk mendorong setiap siswa untuk
mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan dengan prinsip ini, sasaran
utama CTL adalah menolong para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh
keterampilan karier, dan mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas
sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan pribadinya.
Ketika
siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadinya, siswa
terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri. Siswa menerima
tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat
pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi, dan
dengan kritis menilai bukti. Ketika bergabung dengan yang lain untuk memperoleh
pengertian yang baru dan untuk memperluas pandangan, para siswa menemukan
minat, keterbatasan, kemampuan bertahan, dan kekuatan imajinasi. Siswa
menemukan siapa diri mereka dan apa yang bisa mereka lakukan dan menciptakan
diri mereka sendiri.
Komponen-komponen
sistem CTL yang mencerminkan prinsip organisasi diri adalah komponen-komponen
yang membantu siswa tumbuh dan berkembang, penilaian autentik, tujuan yang
jelas, dan standar tinggi dari individu tersebut. Agar bisa mengorganisasi
diri, sebuah system kehidupan harus menyadari, dan terus menerus menerima umpan
balik dari lingkungannya. Penilaian autentik memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memberikan umpan balik. Dalam penilaian autentik terdapat tugas-tugas
yang menantang siswa untuk menerapkan subjek-subjek akademik dengan cara yang
dilakukan para praktisi. Dengan menerapkan materi akademik ke dalam situasi
dunia nyata, para siswa mnegingat kembali pengetahuan yang sudah mereka miliki,
memperkuatnya, dan secara bersamaan mempelajari keterampilan-keterampilan baru.
Dengan cara ini siswa memperoleh umpan balik secara berkala mengenai kemajuan
akademik mereka. Umpan balik dari penilaian autentik berhubungan dengan tujuan
yang jelas dan standar tinggi yang juga adalah komponen-komponen dari CTL.
E.
Penerapan
CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam
Kelas
Berikut ini
langkah penerapan CTL dalam kelas secara garis besarnya (Sugiyono, 2010:22):
1. Mengembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.
2. Melaksanakan
sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Mengembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan memacu mereka untuk bertanya.
4. Menciptakan
masyarakat belajar/belajar dalam kelompok-kelompok
5. Menghadirkan
model sebagai contoh pembelajaran
6. Melakukan
refleksi di akhir penilaian
7. Melakukan
penilaian autentik dengan berbagai cara.
Menurut
Sa’ud (2008:173) proses berjalannya suatu pembelajaran kontekstual melalui
empat tahapan proses, yaitu: invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, serta
pengambilan tindakan.
1. Invitasi
Siswa
didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas.
Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahamannya
tentang konsep tersebut.
2. Eksplorasi
Siswa diberi
kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan,
pengorganisasian, penginterpretasian data dalam sebuah kegiatan yang telah
dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi
tentang masalah yang ia bahas.
3. Penjelasan dan solusi
Siswa
memberikan penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya
ditambah dengan penguatan guru. Siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat
model, membuat rangkuman dan ringkasan.
4. Pengambilan tindakan
Siswa dapat
membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagi informasi
dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu
maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.
Penerapan
CTL dalam kelas memiliki beberapa kelebihan dalam menunjang tercapainya
pembelajaran. Menurut Anisa (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL, yaitu:
1. Pembelajaran
lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan
dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri.
2. Pembelajaran
lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena
pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan.
3. Menumbuhkan
keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari.
4. Menumbuhkan
rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru.
5. Menumbuhkan
kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah
yang ada.
6. Siswa dapat
membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.
Meskipun demikian, tidak dipungkiri pula adanya kelemahan
dalam pelaksa. naannyaMenurut Dzaki (2009) kelemahan dalam pembelajaran CTL yaitu :
1. Bagi siswa
yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri.
2. Perasaan
khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus
menyesuaikan dengan kelompoknya.
3. Banyak siswa
yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa
yang tekun merasa harus bekerja melebihan siswa yang lain dalam kelompoknya.
Menurut Nadhirin (2010) kekurangan dalam
pembelajaran CTL bagi guru yaitu :
1.
Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru
tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan
ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran
guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak
melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan
tahap perkembangannya.
2.
Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan
mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi
mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan
perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran
sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
Dari
penjelasan di atas maka seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran CTL
harus dapat memperhatikan keadaan siswa dalam kelas. Selain itu, seorang guru
juga harus mampu membagi kelompok secara heterogen, agar siswa yang pandai
dapat membantu siswa yang kurang pandai.
Meskipun CTL memiliki keunggulan dan dapat diterapkan
untuk berbagai mata pelajaran di semua jenjang pendidikan, pendekatan ini tidak
selalu digunakan oleh guru. Berbagai kendala pelaksanaan CTL diantaranya
sebagai berikut:
1.
Faktor tidak adanya kesiapan guru
Paradigma pendidikan konvensional sudah melekat dan susah untuk
ditinggalkan. Ketika guru memahami konsep CTL, belum dipastikan guru akan
bersedia dan berusaha untuk menerapkannya pada praktek pembelajaran di kelas.
2.
Tidak adanya modeling
Modeling dalam pembelajaran masih
jarang ditemui, siswa lebih akrab dengan pengetahuan yang sifatnya verbalistik.
3.
Kurangnya pelibatan siswa
Keaktivan siswa masih minim, pembelajaran yang disusun guru kurang
menekankan pada interaksi yang beragam.
4.
Lemahnya kemampuan membaca dan
menulis (guru dan siswa)
Minat baca yang rendah merupakan salah satu faktor yang menghalangi
terciptanya kreativitas. Lewat membaca berbagai bacaan kemudian menciptakan
suatu tulisa, akan bisa mengasah kemampuan dalam mengikat makna. Siswa dan guru
belum memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia.
5.
Tidak tersedianya dana pendidikan
yang memadahi
Beberapa gagasan guru mengenai pelaksanaan pembelajan tidak jarang urung
dilaksanakan karena terbentur minimnya dana.
F.
Perbedaan
CTL dan Pembelajaran Konvensional
CTL
memiliki perbedaan dengan pembelajaran konvensional. Berikut ini adalah
perbedaan CTL dan pembelajaran konvensional menurut Saefudin dan Suherman:
Konteks
Pembelajaran
|
Contextual Teaching and Learning
|
Pembelajaran
Konvensional
|
Hakikat belajar
|
Konten pembelajaran
selalu dikaitkan dengan kehidupan nyata yang diperoleh sehari-hari pada
lingkungannya.
|
Isi
pembelajaran terdiri dari konsep dan teori yang abstrak tanpa pertimbangan
manfaat bagi siswa.
|
Model pembelajaran
|
Siswa
belajar melalui kegiatan kelompok seperti kerja kelompok, diskusi, praktikum
kelompok, saling bertukar pikiran, memberi dan menerima informasi.
|
Siswa
melakukan kegiatan pembelajaran yang bersifat individual dan komunikasi satu
arah, kegiatan dominan mencatat, menghapal, menerima instruksi guru.
|
Kegiatan pembelajaran
|
Siswa
ditempatkan sebagai subjek pembelajaran dan berusaha menggali dan menemukan
sendiri materi pelajaran.
|
Siswa
ditempatkan sebagai objek pembelajaran yang lebih berperan sebagai penerima
informasi yang pasif dan kaku.
|
Kebermaknaan belajar
|
Mengutamakan
kemampuan dan didasarkan pada pengalaman yang diperoleh siswa dari kehidupan
nyata.
|
Kemampuan
yang didapat siswa berdasarkan pada latihan-latihan dan drill yang terus
menerus.
|
Tindakan
dan perilaku siswa
|
Menumbuhkan
kesadaran diri pada peserta didik sehingga menyadari perilaku yang merugikan
dan tidak memberikan manfaat bagi dirinya dan masyarakat.
|
Tindakan
dan perilaku individu didasarkan oleh faktor luar dirinya, tidak melakukan
sesuatu karena takut sanksi, kalaupun melakukan sekedar untuk memperoleh
nilai/ganjaran.
|
Perbedaan antara pembelajaran Contextual
Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional (Depdiknas):
CTL
|
Konvensional
|
Pemilihan informasi kebutuhan
individu siswa
|
Pemilihan informasi ditentukan
oleh guru
|
Cenderung mengintegrasikan
beberapa bidang (disiplin)
|
Cenderung terfokus pada satu
bidang (disiplin) tertentu
|
Selalu mengkaitkan informasi
dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa
|
Memberikan tumpukan informasi
kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan
|
Menerapkan penilaian autentik
melalui melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah
|
Penilaian hasil belajar hanya
melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulang
|
Dibandingkan
secara langsung pada prakteknya, berikut ini adalah perbedaan yang kedua jenis
pembelajaran tersebut (dimuat dalam Majalah Ilmiah Pawiyatan, Vol.XVII, 2008):
Pembelajaran Kontekstual
1.
Menyandarkan pada
pemahaman makna.
2.
Pemilihan informasi
berdasarkan kebutuhan siswa.
3.
Siswa terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran.
4.
Pembelajaran dikaitkan
dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
5.
Selalu mengkaitkan
informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
6.
Cenderung mengintegrasikan
beberapa bidang.
7.
Siswa menggunakan waktu
belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau
mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
8.
Perilaku dibangun atas
kesadaran diri.
9.
Keterampilan dikembangkan
atas dasar pemahaman.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan
diri. yang bersifat subyektif.
11. Siswa
tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
12. Perilaku
baik berdasarkan motivasi intrinsik.
13. Pembelajaran
terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
14. Hasil
belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Pembelajaran Tradisional
1.
Menyandarkan pada hapalan.
2.
Pemilihan informasi lebih
banyak ditentukan oleh guru.
3.
Siswa secara pasif
menerima informasi, khususnya dari guru.
4.
Pembelajaran sangat
abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
5.
Memberikan tumpukan
informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6.
Cenderung terfokus pada
satu bidang (disiplin) tertentu.
7.
Waktu belajar siswa
sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah,
dan mengisi latihan (kerja individual).
8.
Perilaku dibangun atas
kebiasaan.
9.
Keterampilan dikembangkan
atas dasar latihan.
10. Hadiah
dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11. Siswa
tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
12. Perilaku
baik berdasarkan motivasi entrinsik.
13. Pembelajaran
terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14. Hasil
belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
G.
Penerapan
CTL pada Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar
IPA dapat
dilihat dari dimensi produk dan proses. Pada dimensi produk, fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hukum-hukum yang telah ada
langsung ditransfer kepada siswa. Sedangkan pada dimensi proses, ditekankan
pada proses mendapatkan ilmu itu sendiri melalui penelitian menggunakan metode
ilmiah. Selain itu, IPA berperan pula dalam pemupukan sikap siswa.
Pembelajaran IPA
di sekolah dasar bertujuan agar siswa:
1. Memahami
alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta
konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya.
2. Memiliki
keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa keterampilan proses
atau metode ilmiah yang sederhana.
3. Memiliki
sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitar dan memecahkan masalah yang dihadapinya,
serta menyadari kebesaran penciptanya.
4. Memiliki
bekal kemampuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pembelajaran IPA sangat sesuai jika
dilakukan dengan pendekatan CTL, hal ini diantaranya disebabkan oleh:
1. IPA
bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan
Belajar IPA tidak
cukup dilakukan dengan hanya menghafalkan fakta maupun konsep yang sudah jadi
saja. Sikap ilmiah dalam pemecahan masalah juga diperlukan. Pada usia sekolah
dasar, kemampuan kognitif siswa masih dalam taraf operasional konkret. Siswa
akan menjadi lebih paham jika suatu materi disajikan dengan lebih bermakna dan
terkait dengan peristiwa sehari-hari.
2. IPA
bersifat konstruktif
Pembelajaran IPA
mengenalkan suatu fakta, konsep, prinsip, teori, dan hukum secara bertahap dan
berdasar pada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Hal ini sesuai dengan
CTL yang berlandaskan konstruktivisme.
3. IPA
mengupayakan pemanfaatan alam sekitar sebagai sumber belajar
Sebagai ilmu yang
mempelajari mengenai alam, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar sangat
penting. Ketika suatu peristiwa yang terjadi diamati dan dipelajari secara
mendalam, berarti upaya mencapai pembelajaran bermakna telah diterapkan dalam
IPA.
Berikut
adalah salah satu contoh penerapan CTL pada pembelajaran IPA:
Mengenai
perubahan yang terjadi pada zat. Materi ini terdapat di pelajaran IPA kelas V
dan VI sekolah dasar. Guru menjelaskan materi ini dengan mengaitkannya dengan
kehidupan sehari-hari siswa. Misalnya dengan menanyakan mengenai pengalaman
siswa ketika melihat ibunya mengaduk gula pada minuman. Tindakan ini
mempercepat larutnya gula. Peristiwa lain adalah mengenai tukang kayu yang
melapisi pelitur pada kayu. Siswa diminta untuk mendiskusikan apa kegunaannya. Untuk
proses penilaian, siswa ditugaskan untuk mencatat peristiwa sehari-hari yang
mereka temukan dan berkaitan dengan materi yang telah diterima.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
CTL adalah
sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di
dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubung-hubungkan
subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka yaitu dengan
konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka.
Terdapat
delapan komponen penyusun CTL yakni membuat keterkaitan-keterkaitan yang
bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur
sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk
tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian autentik.
Pelaksanaan CTL dilakukan dengan berpegang pada tiga prinsip, yaitu prinsip
kesaling-bergantungan, prinsip diferensiasi, dan prinsip pengendalian diri.
Pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan CTL membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna
dan riil. Siswa akan terdorong menjadi lebih produktif dan menumbuhkan
penguatan konsep.
B.
Saran
Guru hendaknya lebih menyadari
pentingnya pembelajaran yang bermakna. Bukan sekedar memberikan transfer
informasi searah saja, keterlibatan dan minat siswa perlu diperhatikan. Ketika
guru menyusun pembelajaran yang memiliki keterkaitan dengan kehidupan
sehari-hari, siswa akan memahami konsep lebih kuat. Bukan hanya itu, siswa akan
mampu menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
Guru hendaknya lebih kreatif dalam
menyusun pembelajaran, memanfaatkan berbagai sumber yang ada dan menghindari
pembelajaran yang monoton.
Pembelajaran kontekstual diupayakan
untuk diterapkan di sekolah, menggantikan pembelajaran yang konvensional
sehingga siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran yang diterima.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
Bab II. Model Pembelajaran Contextual
Teaching And Learning (CTL),
Prestasi Belajar, dan Keterampilan Berpikir Kritis – Repository UPI (PDF File). http://repository.upi.edu/operator/upload/s_fis_060865_chapter2.pdf
Anonim. Bab II. Penerapan
Pendekatan Contextual Teaching – Repository UPI (PDF file) http://repository.upi.edu/operator/upload/s_pgsd_0904893_chapter2.pdf
Elyusra.
2011. Pembelajaran Berbasis Kontekstual
(online). http://adabundaguru.wordpress.com/2011/03/23/pembelajaran-berbasis-kontekstual/.
Hendro
Darmodjo & Jenny R.E Kaligis. 1992. Pendidikan
IPA 2. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DIKTI.
Herdian. 2010. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) (online). http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-contextual-teaching-learning-ctl/
Johnson
Elaine B. 2007. Contextual Teaching &
Learning. Bandung: MLC
Sugiyanto.
Model-model Pembelajaran Inovatif. 2010.
cetakan kedua. Surakarta: Yuma Pustaka.
LAMPIRAN
LEMBAR
KERJA SISWA
Kelas/Semester : VI (Enam)/I (satu)
Standar
Kompetensi : Memahami
faktor penyebab perubahan benda.
Kompetensi Dasar : Menjelaskan faktor-faktor penyebab perubahan benda
(pelapukan, perkaratan, pembusukan) melalui pengamatan.
Indikator : Menjelaskan suhu sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhi perubahan benda.
Judul :
Pengaruh
Suhu pada Perubahan Benda
1.
Tujuan
Setelah melakukan percobaan,
siswa dapat mengetahui air yang dapat
melarutkan gula dengan lebih cepat.
2.
Alat dan Bahan
a.
Dua buah gelas bening.
b.
Air panas atau atau air mendidih
secukupnya.
c.
Air dingin atau air es secukupnya.
d.
Gula pasir secukupnya.
e.
Sendok
3.
Langkah Kerja
a. Siapkan
alat-alat yang dibutuhkan.
b. Isi
gelas A dengan air panas (jangan sampai tumpah).
c. Isi
gelas B dengan air dingin (jangan sampai tumpah).
d. Isi
gelas A dan B dengan gula, masing-masing 3 sendok.
e. Aduk
gelas A dan B bersamaan selama 20 detik.
f. Gelas
mana yang dapat melarutkan gula dengan sempurna? Catat hasilnya dalam tabel
dengan memberi tanda (√).
g. Gelas
mana yang masih terdapat endapan gula? Catat hasilnya dalam tabel dengan
memberi tanda (√).
4.
Hasil Pengamatan
No
|
Gelas
|
Gula Larut
|
Terdapat Endapan
|
1
|
Gelas A
|
|
|
2
|
Gelas B
|
|
|
5.
Pertanyaan
a.
Air apa yang dapat melarutkan dengan
sempurna?
b.
Air apa yang masih menyisakan endapan
gula?
c.
Air apa yang dapat melarutkan gula
dengan lebih cepat?
d.
Air apa yang masih melarutkan gula
dengan lebih lambat?
6.
Kesimpulan
Jadi, air yang dapat melarutkan gula
dengan lebih cepat adalah air...................................
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Mata
Pelajaran : Ilmu
Pengetahuan Alam
Satuan
Pendidikan : Sekolah Dasar
Kelas/Semester : VI/I (satu)
A.
Standar
Kompetensi
5. Memahami faktor penyebab
perubahan benda.
B.
Kompetensi
Dasar
5.2 Menjelaskan faktor-faktor
penyebab perubahan benda (pelapukan, perkaratan, pembusukan) melalui
pengamatan.
C.
Indikator
5.1.3 Siswa dapat menjelaskan suhu
sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan benda.
D.
Tujuan
Setelah melakukan percobaan, siswa
dapat menjelaskan suhu sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan benda.
E.
Karakter
Siswa yang Diharapkan
Teliti, tanggungjawab, kerjasama
F.
Metode
Eksperimen (percobaan)
G.
Kegiatan
Pembelajaran
1. Kegiatan
Awal
a. Salam
dan berdoa.
b. Guru
mempresensi siswa.
c. Guru
melakukan apersepsi yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas.
2. Kegiatan
Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi:
a. Siswa
mendengarkan penjelasan dari guru tentang perubahan benda.
b. Siswa
secara aktif menjawab pertanyaan guru terkait dengan materi perubahan benda.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi:
a. Siswa
dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing terdiri dari 7-8 siswa.
b. Siswa
melakukan percobaan menyelidiki suhu sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan
benda sesuai dengan LKS dan mencatat hasilnya.
c. Siswa
mendiskusikan hasil percobaan kemudian membuat kesimpulan.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi:
a. Siswa
bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahami.
b. Guru
bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, dan memberikan
penguatan.
3. Kegiatan
Akhir
a. Pemberian
Pekerjaan Rumah.
b. Penurupan
dan berdoa.
H.
Media
Pembelajaran
1. Dua
buah gelas bening.
2. Air
panas atau atau air mendidih secukupnya.
3. Air
dingin atau air es secukupnya.
4. Gula
pasir secukupnya.
5. Sendok
I.
Penilaian
Teknik Penilaian : Non Tes
Bentuk Penilaian : Laporan Percobaan
J.
Lampiran
1. Skenario
Pembelajaran
2. Lembar
Kerja Siswa
SKENARIO
PEMBELAJARAN
No
|
Aktivitas
Guru
|
Aktivitas
Siswa
|
Kegiatan
Awal
|
||
1
|
Selamat pagi anak-anak.
|
Selamat pagi juga Pak....
|
2
|
Sebelum kita belajar, mari kita
berdoa bersama.
|
Siswa berdoa bersama dipimpin oleh
ketua kelas.
|
3
|
Bagaimana kabar kalian hari ini?
|
Baik Pak....
|
4
|
Siapa yang tidak masuk hari ini?
|
Tidak ada Pak....
|
5
|
Pada pertemuan kali ini, kita
akan belajar tentang faktor yang mempengaruhi perubahan benda. Siapa yang sudah
belajar tentang materi ini? Angkat tangan.
|
Saya Pak....
Saya Pak....
Saya Pak...
Siswa mengangkat tangan
|
|
Kegiatan
Inti
|
|
7
|
Hari ini kita akan melakukan
percobaan secara berkelompok untuk menyelidiki faktor yang mempengaruhi
perubahan benda.
|
Siswa membentuk kelompok yang
beranggotakan 7-8 orang.
|
8
|
Memberikan Lembar Kerja Siswa
(LKS) dan mengarahkan siswa melakukan percobaan
|
Siswa melakukan percobaan dengan
benda yang telah tersedia (gelas, air panas, air dingin, gula, sendok)
|
9
|
Setelah kita melakukan
percobaan, mari kita diskusikan hasil percobaannya. Salah satu kelompok maju
untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
|
Kelompok 1 maju untuk
mempresentasikan hasil diskusinya.
|
10
|
Guru mengecek hasil presentasi
kelompok 1 dengan kelompok yang lain.
|
Siswa memperhatikan sambil mengecek
hasil diskusi kelompok masing-masing.
|
11
|
Memberi kesempatan pada siswa
untuk menanyakan materi yang belum jelas.
|
Bertanya tentang materi yang belum
jelas.
|
12
|
Dari percobaan dan hasil diskusi
tadi, air mana yang dapat melarutkan gula dengan lebih cepat?
|
Air yang dapat melarutkan gula dengan
lebih cepat adalah air panas.
|
13
|
Membuat kesimpulan bersama-sama
dengan siswa
|
Membuat kesimpulan bersama-sama
dengan guru.
|
|
Kegiatan
Akhir
|
|
14
|
Kalian kerjakan buku Paket IPA
halaman 99. Minggu depan kita koreksi bersama-sama.
|
Ya, Pak....
|
15
|
Sebelum kita akhiri pertemuan
hari ini, mari kita berdoa bersama semoga kegiatan belajar yang kita lakukan
hari ini mendapat berkah dari Tuhan dan bermanfaat bagi kehidupan kita. Ketua
Kelas, silahkan memimpin berdoa.
|
Sikap doa. Berdoa mulai....
|
16
|
Bapak akhiri pertemuan pada hari
ini.
Selamat siang!
|
Selamat siang juga, Pak....
|
LEMBAR KERJA SISWA
Kelas/Semester : VI (Enam)/I
(satu)
Standar
Kompetensi : Memahami
faktor penyebab perubahan benda.
Kompetensi Dasar : Menjelaskan
faktor-faktor penyebab perubahan benda (pelapukan, perkaratan, pembusukan)
melalui pengamatan.
Indikator :
Menjelaskan suhu sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan benda.
Judul :
Pengaruh Suhu pada Perubahan Benda
7.
Tujuan
Setelah melakukan percobaan, siswa
dapat mengetahui air yang dapat
melarutkan gula dengan lebih cepat.
8.
Alat dan Bahan
f.
Dua buah gelas bening.
g.
Air panas atau atau
air mendidih secukupnya.
h.
Air dingin atau air es
secukupnya.
i.
Gula pasir secukupnya.
j.
Sendok
9.
Langkah Kerja
h. Siapkan
alat-alat yang dibutuhkan.
i.
Isi gelas A dengan air
panas (jangan sampai tumpah).
j.
Isi gelas B dengan air
dingin (jangan sampai tumpah).
k. Isi
gelas A dan B dengan gula, masing-masing 3 sendok.
l.
Aduk gelas A dan B bersamaan
selama 20 detik.
m. Gelas
mana yang dapat melarutkan gula dengan sempurna? Catat hasilnya dalam tabel
dengan memberi tanda (√).
n. Gelas
mana yang masih terdapat endapan gula? Catat hasilnya dalam tabel dengan
memberi tanda (√).
10.
Hasil Pengamatan
No
|
Gelas
|
Gula Larut
|
Terdapat Endapan
|
1
|
Gelas A
|
|
|
2
|
Gelas B
|
|
|
11.
Pertanyaan
e.
Air apa yang dapat
melarutkan dengan sempurna?
f.
Air apa yang masih
menyisakan endapan gula?
g.
Air apa yang dapat
melarutkan gula dengan lebih cepat?
h.
Air apa yang masih
melarutkan gula dengan lebih lambat?
12.
Kesimpulan
Jadi, air yang dapat melarutkan gula
dengan lebih cepat adalah air...................................
0 Komentar