Advertisement

Main Ad

V Pendidikan IPA SD - Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)


MAKALAH
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan IPA Sekolah Dasar (Fisika)
logo_uny

Disusun Oleh :
Rizqi Munandar          10108241082/VC
Havita Rahmawati      10108241086/VC
Patricia Puspita A       10108241107/VC
Ervan Adi Kusuma     10108241108/VC
Ishfi Amalia                10108241116/VC
Putri Wahyu Utami



PGSD S1
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah berjudul Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan IPA Sekolah Dasar (Fisika). Diharapkan makalah ini dapat memperdalam wawasan penyusun mengenai pembelajaran kontekstual. Baik konsepnya secara umum maupun penerapannya dalam pembelajaran. Materi yang disampaikan disusun dengan merujuk pada buku referensi dan penelusuran bahan dari internet.
            Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Ibu Woro Sri Hastuti, M.Pd, selaku dosen mata kuliah Pendidikan IPA Sekolah Dasar yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi dalam penyusunan makalah ini.
2.      Semua pihak yang terkait yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu kami dalam kelancaran pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini mempunyai berbagai kekurangan dalam penyusunannya. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.


Yogyakarta,  November 2012




Daftar Isi

Halaman Judul ..................................................................................................................  i
Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi ......................................................................................................................... iii
BAB I             PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
B.     Tujuan Penulisan.................................................................................. 1
BAB II                        PEMBAHASAN
A.    Landasan Filosofis CTL (Contextual Teaching and Learning)........... 2
B.     Definisi CTL (Contextual Teaching and Learning)............................. 2
C.     Komponen CTL (Contextual Teaching and Learning)........................ 2
D.    Prinsip-prinsip CTL (Contextual Teaching and Learning).................. 5
E.     Penerapan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Kelas.... 9
F.      Perbedaan CTL (Contextual Teaching and Learning) dan Pembelajaran Konvensional  11
G.    Penerapan CTL pada Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar............ 13
BAB III......... PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................ 15
B.     Saran.................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 16










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ada dua hal yang sering dipertentangkan dalam pendidikan, yaitu teori dan praktik. Dalam praktiknya, tidak jarang teori yang tidak sesuai dengan praktik. Berbagai teori pendidikan muncul dengan daya tariknya masing-masing. Teori ini muncul untuk memudahkan pembelajaran yang ada di dalam pendidikan.
Pembelajaran sendiri mempunyai tiga prinsip yang harus diperhatikan. Pertama, belajar menghasilkan perubahan perilaku anak didik. Kedua, anak didik mempunyai potensi untuk ditumbuhkembangkan. Ketiga, perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami berbanding lurus dengan proses kehidupan.
Ketika melakukan praktik pembelajaran, yang paling baik adalah mencari teori yang tepat. Untuk memahami hubungan teori dan praktik, ada empat konsep kunci yang saling terkait yaitu teaching, learning, instruktion, dan curriculum. Beberapa teori mengenai pendekatan, model, strategi, metode pembelajaran merupakan hasil pemikiran untuk mencapai keberhasilan pembelajaran.
Salah satu teori pendekatan pembelajaran adalah pendekatan kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning). Cikal bakal CTL adalah makalah yang ditulis tahun 1983 yang berjudul A Nation at Risk: The Imperative for Educational Reform). Makalah ini disusun karena rasa prihatin pada pendidikan di Amerika. Kemudian, banyak dilakukan pertemuan tingkat tinggi dalam membahas pendidikan di Amerika hingga tercetuslah CTL yang dikenal dan diterapkan sampai sekarang.
Sebagai subjek yang kelak akan menjadi bagian dari dunia pendidikan, perlu mengetahui seluk beluk teori-teori pembelajaran, salah satunya adalah CTL. Makalah ini disusun sebagai upaya untuk memahami CTL sebelum kelak menerapkannya.

B.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui definisi CTL
2.      Mengetahui komponen CTL
3.      Mengetahui prinsip-prinsip CTL
4.      Mengetahui langkah-langkah pelaksanaan CTL di kelas
5.      Mengetahui kelebihan dan kelemahan penerapan CTL


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Filosofis CTL (Contextual Teaching and Learning)
Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme. Siswa mengkonstruksi pengetahuan di dalam benak mereka sendiri berbekal pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisah menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :
1)      Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2)      Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3)      Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
4)      Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).
Pembelajaran akan terjadi dengan lebih baik jika siswa mengalami apa yang dipelajari. Dengan CTL proses pembelajaran diharapkan dapat berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami. Bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing sekaligus sebagai fasilitatot dalam membantu siswa menemukan makna.
           
B.     Definisi CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) menurut Nurhadi (Sugiyono, 2010:14) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri.
Menurut johnson (2007) CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubung-hubungkan subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka.

C.    Komponen CTL (Contextual Teaching and Learning)
CTL dipandang sebagai sistem yang menyeluruh dan terdiri dari bagian –bagian yang saling terhubung. Bagian CTL melibatkan proses yang berbeda-beda  yang jika digunakan bersama akan dapat mewujudkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Johnson (2007:65) mengemukakan delapan komponen CTL, yaitu:
1.      Membuat Keterkaitan-keterkaitan yang Bermakna
Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah inti dari CTL. Keterkaitan isi pelajaran dengan pengalaman siswa akan membuat proses belajar menjadi lebih hidup dan meningkatkan motivasi mereka untuk belajar.
2.      Melakukan Pekerjaan yang Berarti
Maksud dari pekerjaan yang berarti adalah pekerjaan yang memiliki tujuan, berguna untuk orang lain, yang melibatkan proses menentukan pilihan dan menghasilkan produk, nyata atau tidak nyata.
3.      Melakukan Pembelajaran yang Diatur Sendiri
Siswa kebanyakan memiliki tipe mengatur diri sendiri/bertindak sesuai dengan kehendak diri sendiri. CTL mengarahkan siswa mengambil keputusan sendiri dan menerima tanggung jawab untuk itu. Pola belajar siswa dapat diatur sendiri disesuaikan dan dilaksanakan dalam kaitannya dengan hal yang lain. Siswa mengatur dan menyesuaikan tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan pembelajaran mandiri menuntut siswa untuk memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu dan menggunakan pengetahuan dan keahliannya tersebut.
4.      Bekerja Sama
Siswa diharapkan mampu bekerja secara efektif dalam kelompok. CTL membantu siswa memahami bahwa apa yang dilakukannya akan mempengaruhi orang lain. Kemampuan siswa berkomunikasi dengan orang lain akan bertambah.
5.      Berpikir Kritis dan Kreatif
CTL yang bertujuan membantu siswa mengembangkan potensi intelektualnya mengajarkan langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritis dan kreatif. Selain itu, juga memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi tersebut di dunia nyata.
6.      Membantu Individu untuk Tumbuh dan Berkembang
Komponen CTL ini mengharuskan guru untuk mengenal siswanya. Ketika guru mengenal dan memahami siswanya kemungkinan guru untuk mewujudkan potensi seorang siswa dan membantunya dalam proses tumbuh kembang.
7.      Mencapai Standar yang Tinggi
CTL mengidentifikasikan tujuan yang jelas dan memotivasi siswa untuk meraihnya. Standar tinggi menuntut beban yang cukup banyak da mewajibkan kerja keras. Standar yang tinggi ditetapkan karena jika siswa diberi beban sedikit dan standarnya diturunkan, berarti mengabaikan potensi dan kesejahteraan masa depan siswa.
8.      Menggunakan Penilaian Autentik
Penilaian autentik menantang siswa untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan tertentu. Empat jenis penilaian autentik yang sudah dikenal adalah portofolio, pengukuran kinerja, proyek, dan jawaban tertulis secara lengkap.
Tujuh komponen dalam CTL menurut Sanjaya (Sugiyanto, 2010:17):
1.      Konstruktivisme (constructivism), proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan memang berasal dari luar tetapi dikonstruksi dalam diri seseorang. Pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengalamatan dan pengalaman nyata.
2.      Bertanya (questioning), merupakan bagian inti belajar dan menemukan pengetahuan. Dalam pembelajaran kontekstual guru tidak menyampaikan informasi  begitu saja tetapi memancing siswa dengan bertanya. Pertanyaan guru dapat menjadikan pelajaran lebih produktif. Pertanyaan dari guru diantaranya dapat berguna untuk:
a.       Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam menguasai pelajaran.
b.      Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c.       Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d.      Memfokuskan siswa terhadap sesuatu yang diinginkan.
e.       Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
3.      Menemukan (Inquiry), proses pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Langkah-langkah yang diambil adalah merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis, membuat kesimpulan.
4.      Masyarakat belajar (learning community)
Didasarkan pada pendapat Vygotsky, bahwa pengalaman dan pengetahuan anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain. Hasil belajar dari CTL dapat diperoleh dari sharing dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain, bukan hanya guru. Asas masyarakat belajar dapat diterpkan melalui belajar kelompok, dan dari sumber-sumber lain yang mengetahui sesuatu yang menjadi fokus pembelajaran.
5.      Pemodelan (modelling)
Siswa akan dapat mengerjakan suatu hal dengan benar karena sebelumnya telah melihat contoh terlebih dahulu, misalnya dalam pengoperasian instrumen, membaca lafal bahasa. Asas pemodelan pada CTL akan menghindarkan siswa dari verbalistik atau pengetahuan yang bersifat teori-abstrak. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi :
a.       Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.;
b.      Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ;
c.       Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.
6.      Penilaian sebenarnya (authentic assessment)
Merupakan proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Pengalaman belajar yang telah dimiliki diharapkan mempunyai pengaruh positif pada perkembangan siswa, baik intelektual, mental maupun psikomotorik. Penilaian lebih ditekankan pada proses belajar  dan dilakukan terus menerus selama pembelajaran berlangsung secara terintegrasi.
7.      Refleksi/reflection
Merupakan cara berpikir mengenai apa yang sudah dipelajari atau apa yang sudah dilakukan dalam pembelajaran di masa lalu. Pada akhir pembelajaran refleksi dapat dilakukan dengan cara menyatakan langsung apa yang sudah dipelajari hari itu, melalui catatan atau jurnal di buku siswa, diskusi, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran yang dilakukan. Melalui refleksi, akan lebih menguatkan perasaan siswa mengenai makna pembelajaran yang didapat serta berfungsi sebagai umpan balik.

D.    Prinsip-prinsip CTL (Contextual Teaching and Learning)
Prinsip yang diterapkan dalam CTL merujuk pada prinsip yang menopang dan mengatur keseluruhan alam semesta menurut para ilmuwan (berdasar pengamatan ilmiah terhadap galaksi dan atom, planet-planet, partikel sub atom, mikroorganisme dan sel-sel otak). Pelbagai pengamatan ilmiah yang teliti dan akurat menunjukkan keseluruhan alam semesta ditopang dan diatur oleh tiga prinsip, yaitu kesaling-bergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri sendiri (Capra, 1996; Johnson&Broms, 2000; Margulis&Sagan, 1995; Swimmw&Berry, 1992).
Ketiga prinsip tersebut juga ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip saling-bergantung bisa diidentifikasi melalui istilah keberagantungan, keterkaitan, saling melengkapi, komunitas; diferensiasi dikenal dengan kebhinekaan, kekompleksan, variasi, keberagaman, disparitas; dan organisasi diri terwujud dalam manifestasi diri, prinsip keberadaan, penganturan diri, otomoni, dan pertahanan diri.
Berikut adalah penjelasan ketiga prinsip diatas dan penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam model pembelajaran CTL.
1.      Prinsip Kesaling-bergantungan
Menurut para ilmuan modern, segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Segalanya, baik manusia, maupun bukan manuasia, benda hidup dan benda tidak hidup, terhubung satu dengan yang lainnya. Semuanya berperan dalam pola jaringan yang rumit. Jika prinsip kesaling-bergantungan tidak ada dalam kehidupan, manusia tidak akan berhubungan dengan yang lain. Komunikasi dan transfer informasi tidak akan terjadi.
Prinsip Kesaling-bergantungan dan CTL
Prinsip kesaling-bergantungan mengajak para guru untuk mengenali keterkaitannya dengan rekan guru lainnya, dengan siswanya, dengan masyarakat, dan dengan bumi. Prinsip itu menguatkan bahwa sekolah adalah sebuah sistem kehidupan, dan bahwa bagian-bagian dari sistem itu adalah para siswa, guru, tukang kebun, tukang sapu, pegawai administrasi, sekretaris, orangtua, dan masyarakat. Semua yang berada dalam jaringan hubungan tersebut menciptakan lingkungan belajar. Sistem CTL akan berkembang dengan baik di lingkungan belajar dimana unsur-unsurnya saling memahami hubungan antara satu dengan yang lain.
 Bagi siswa, prinsip kesaling-bergantungan yang ada di segala aspek memungkinkan  para siswa untuk membuat hubungan yang bermakna. Pemikiran yang kritis dan kreatif menjadi mungkin. Kedua proses itu terlibat dalam mengidentifikasi hubungan yang akan menghasilkan pemahaman-pemahaman baru.
Prinsip kesaling-ketergantungan juga memungkinkan guru memasangkan tujuan yang jelas pada standar akademik yang tinggi.
Prinsip imi mendukung adanya suatu kerja sama. Dengan bekerja sama, para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Bekerjasama akan membantu siswa mengetahui bahwa saling mendengarkan akan menuntut pada keberhasilan.
Tugas yang menghubungkan siswa dan sekolahnya dengan masyarakat sangat dituntut berdasarkan adanya prinsip ini. Prinsip saling-ketergantungan mengajak siswa untuk meninggalkan kotak-kotak isolasi dan menghubungkan bermacam-macam ilmu serta menciptakan kemitraan yang inovatif.
Prinsip ini memerlukan penghubungan, penggabungan, berpikir kritis dan kreatif, melakukan pembelajaran hands-on, merumuskan tujuan yang jelas, menetapkan standar tinggi, melakukan tugas, menghargai setiap orang, dan menggunakan metode penilaian yang menghubungan pembelajaran dengan dunia nyata.
2.      Prinsip Diferensiasi
Kata diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keanekaragaman yang tidak terbatas, perbedaan, berlimpahan, dan keunikan.
Prinsip Diferensiasi dan CTL
Guru dapat menerapkan prinsip ini di sekolah-sekolah dan kelas-kelas untuk mencapai sasaran terciptanya kreativitas, keunikan, keragaman, dan kerja sama. Pembelajaran praktik langsung dan aktif akan selalu menantang siswa untuk mencita. Pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa akan menuntun siswa mencapai suatu keunikan.
Siswa hendaknya dibebaskan untuk menjelajahi bakat pribadinya, memunculkan cara belajar sendiri, berkembang dengan langkahnya sendiri. Berdasarkan prinsip ini, pembelajaran CTL akan lebih menuntun guru memberi perhatian kepada tiap-tiap siswa secara individual/personal dan lebih mendalam. Termasuk mengenai kehidupan siswa di rumah, kondisi sosial ekonomi, gaya belajar, dan minatnya. CTL menanggapi kebutuhan-kebutuhan khusus dan aspirasi setiap siswa.
Selain memungkinkan adanya keunikan, keragaman, dan kreativitas, prinsip diferensiasi mengajak siswa memupuk kerja sama dalam pencarian makna, pengertian, dan pandangan baru.
3.      Prinsip Pengaturan Diri
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap bagian di alam semesta ini memiliki sebuah potensi bawaan, suatu kesadaran, atau kewaspadaan yang membuat perbedaan satu sama lain. Prinsip pengaturan diri yang memberi petunjuk dan memberi identitas unik juga terdapat pada manusia. Manusia membentuk karakternya melalui hubungan-hubungan, pilihan-pilihan, dan kata-kata.
Prinsip pengaturan diri dan CTL
Prinsip pengaturan diri mengarahkan guru untuk mendorong setiap siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan dengan prinsip ini, sasaran utama CTL adalah menolong para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh keterampilan karier, dan mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan pribadinya.
Ketika siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadinya, siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri. Siswa menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi, dan dengan kritis menilai bukti. Ketika bergabung dengan yang lain untuk memperoleh pengertian yang baru dan untuk memperluas pandangan, para siswa menemukan minat, keterbatasan, kemampuan bertahan, dan kekuatan imajinasi. Siswa menemukan siapa diri mereka dan apa yang bisa mereka lakukan dan menciptakan diri mereka sendiri.
Komponen-komponen sistem CTL yang mencerminkan prinsip organisasi diri adalah komponen-komponen yang membantu siswa tumbuh dan berkembang, penilaian autentik, tujuan yang jelas, dan standar tinggi dari individu tersebut. Agar bisa mengorganisasi diri, sebuah system kehidupan harus menyadari, dan terus menerus menerima umpan balik dari lingkungannya. Penilaian autentik memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan umpan balik. Dalam penilaian autentik terdapat tugas-tugas yang menantang siswa untuk menerapkan subjek-subjek akademik dengan cara yang dilakukan para praktisi. Dengan menerapkan materi akademik ke dalam situasi dunia nyata, para siswa mnegingat kembali pengetahuan yang sudah mereka miliki, memperkuatnya, dan secara bersamaan mempelajari keterampilan-keterampilan baru. Dengan cara ini siswa memperoleh umpan balik secara berkala mengenai kemajuan akademik mereka. Umpan balik dari penilaian autentik berhubungan dengan tujuan yang jelas dan standar tinggi yang juga adalah komponen-komponen dari CTL.
E.     Penerapan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Kelas
Berikut ini langkah penerapan CTL dalam kelas secara garis besarnya (Sugiyono, 2010:22):
1.      Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2.      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3.      Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan memacu mereka untuk bertanya.
4.      Menciptakan masyarakat belajar/belajar dalam kelompok-kelompok
5.      Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6.      Melakukan refleksi di akhir penilaian
7.      Melakukan penilaian autentik dengan berbagai cara.
Menurut Sa’ud (2008:173) proses berjalannya suatu pembelajaran kontekstual melalui empat tahapan proses, yaitu: invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, serta pengambilan tindakan.
1.      Invitasi
Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahamannya tentang konsep tersebut.
2.      Eksplorasi
Siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginterpretasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang ia bahas.
3.      Penjelasan dan solusi
Siswa memberikan penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru. Siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat rangkuman dan ringkasan.
4.      Pengambilan tindakan
Siswa dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagi informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.
Penerapan CTL dalam kelas memiliki beberapa kelebihan dalam menunjang tercapainya pembelajaran. Menurut Anisa (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL, yaitu:
1.      Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri.
2.      Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan.
3.      Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari.
4.      Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru.
5.      Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada.
6.      Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.
Meskipun demikian, tidak dipungkiri pula adanya kelemahan dalam pelaksa. naannyaMenurut Dzaki (2009) kelemahan dalam pembelajaran CTL yaitu :
1.      Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri.
2.      Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.
3.      Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihan siswa yang lain dalam kelompoknya.
Menurut Nadhirin (2010) kekurangan dalam pembelajaran CTL bagi guru yaitu :
1.      Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2.      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
Dari penjelasan di atas maka seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran CTL harus dapat memperhatikan keadaan siswa dalam kelas. Selain itu, seorang guru juga harus mampu membagi kelompok secara heterogen, agar siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.
            Meskipun CTL memiliki keunggulan dan dapat diterapkan untuk berbagai mata pelajaran di semua jenjang pendidikan, pendekatan ini tidak selalu digunakan oleh guru. Berbagai kendala pelaksanaan CTL diantaranya sebagai berikut:
1.                  Faktor tidak adanya kesiapan guru
Paradigma pendidikan konvensional sudah melekat dan susah untuk ditinggalkan. Ketika guru memahami konsep CTL, belum dipastikan guru akan bersedia dan berusaha untuk menerapkannya pada praktek pembelajaran di kelas.
2.      Tidak adanya modeling
Modeling dalam pembelajaran masih jarang ditemui, siswa lebih akrab dengan pengetahuan yang sifatnya verbalistik.
3.      Kurangnya  pelibatan siswa
Keaktivan siswa masih minim, pembelajaran yang disusun guru kurang menekankan pada interaksi yang beragam.
4.      Lemahnya kemampuan membaca dan menulis (guru dan siswa)
Minat baca yang rendah merupakan salah satu faktor yang menghalangi terciptanya kreativitas. Lewat membaca berbagai bacaan kemudian menciptakan suatu tulisa, akan bisa mengasah kemampuan dalam mengikat makna. Siswa dan guru belum memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia.
5.      Tidak tersedianya dana pendidikan yang memadahi
Beberapa gagasan guru mengenai pelaksanaan pembelajan tidak jarang urung dilaksanakan karena terbentur minimnya dana.

F.     Perbedaan CTL dan Pembelajaran Konvensional
CTL memiliki perbedaan dengan pembelajaran konvensional. Berikut ini adalah perbedaan CTL dan pembelajaran konvensional menurut Saefudin dan Suherman:
Konteks Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning
Pembelajaran Konvensional
Hakikat belajar
Konten pembelajaran selalu dikaitkan dengan kehidupan nyata yang diperoleh sehari-hari pada lingkungannya.
Isi pembelajaran terdiri dari konsep dan teori yang abstrak tanpa pertimbangan manfaat bagi siswa.
Model pembelajaran
Siswa belajar melalui kegiatan kelompok seperti kerja kelompok, diskusi, praktikum kelompok, saling bertukar pikiran, memberi dan menerima informasi.
Siswa melakukan kegiatan pembelajaran yang bersifat individual dan komunikasi satu arah, kegiatan dominan mencatat, menghapal, menerima instruksi guru.
Kegiatan pembelajaran
Siswa ditempatkan sebagai subjek pembelajaran dan berusaha menggali dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Siswa ditempatkan sebagai objek pembelajaran yang lebih berperan sebagai penerima informasi yang pasif dan kaku.
Kebermaknaan belajar
Mengutamakan kemampuan dan didasarkan pada pengalaman yang diperoleh siswa dari kehidupan nyata.
Kemampuan yang didapat siswa berdasarkan pada latihan-latihan dan drill yang terus menerus.
Tindakan dan perilaku siswa
Menumbuhkan kesadaran diri pada peserta didik sehingga menyadari perilaku yang merugikan dan tidak memberikan manfaat bagi dirinya dan masyarakat.
Tindakan dan perilaku individu didasarkan oleh faktor luar dirinya, tidak melakukan sesuatu karena takut sanksi, kalaupun melakukan sekedar untuk memperoleh nilai/ganjaran.
            Perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional (Depdiknas):
CTL
Konvensional
Pemilihan informasi kebutuhan individu siswa
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru
Cenderung mengintegrasikan  beberapa bidang (disiplin)
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu
Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan
Menerapkan penilaian autentik melalui melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah
Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulang
Dibandingkan secara langsung pada prakteknya, berikut ini adalah perbedaan yang kedua jenis pembelajaran tersebut (dimuat dalam Majalah Ilmiah Pawiyatan, Vol.XVII, 2008):
Pembelajaran Kontekstual
1.      Menyandarkan pada pemahaman makna.
2.      Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
3.      Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
4.      Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
5.      Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
6.      Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
7.      Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
8.      Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
9.      Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
10.   Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
11.  Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
12.  Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
13.  Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
14.  Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Pembelajaran Tradisional
1.      Menyandarkan pada hapalan.
2.      Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3.      Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4.      Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
5.      Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6.      Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7.      Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
8.      Perilaku dibangun atas kebiasaan.
9.      Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10.  Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11.  Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
12.  Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
13.  Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14.  Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

G.    Penerapan CTL pada Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar
IPA dapat dilihat dari dimensi produk dan proses. Pada dimensi produk, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hukum-hukum yang telah ada langsung ditransfer kepada siswa. Sedangkan pada dimensi proses, ditekankan pada proses mendapatkan ilmu itu sendiri melalui penelitian menggunakan metode ilmiah. Selain itu, IPA berperan pula dalam pemupukan sikap siswa.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar bertujuan agar siswa:
1.      Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya.
2.      Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa keterampilan proses atau metode ilmiah yang sederhana.
3.      Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitar dan memecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari kebesaran penciptanya.
4.      Memiliki bekal kemampuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pembelajaran IPA sangat sesuai jika dilakukan dengan pendekatan CTL, hal ini diantaranya disebabkan oleh:
1.      IPA bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan
Belajar IPA tidak cukup dilakukan dengan hanya menghafalkan fakta maupun konsep yang sudah jadi saja. Sikap ilmiah dalam pemecahan masalah juga diperlukan. Pada usia sekolah dasar, kemampuan kognitif siswa masih dalam taraf operasional konkret. Siswa akan menjadi lebih paham jika suatu materi disajikan dengan lebih bermakna dan terkait dengan peristiwa sehari-hari.
2.      IPA bersifat konstruktif
Pembelajaran IPA mengenalkan suatu fakta, konsep, prinsip, teori, dan hukum secara bertahap dan berdasar pada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Hal ini sesuai dengan CTL yang berlandaskan konstruktivisme.
3.      IPA mengupayakan pemanfaatan alam sekitar sebagai sumber belajar
Sebagai ilmu yang mempelajari mengenai alam, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar sangat penting. Ketika suatu peristiwa yang terjadi diamati dan dipelajari secara mendalam, berarti upaya mencapai pembelajaran bermakna telah diterapkan dalam IPA.
            Berikut adalah salah satu contoh penerapan CTL pada pembelajaran IPA:
            Mengenai perubahan yang terjadi pada zat. Materi ini terdapat di pelajaran IPA kelas V dan VI sekolah dasar. Guru menjelaskan materi ini dengan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari siswa. Misalnya dengan menanyakan mengenai pengalaman siswa ketika melihat ibunya mengaduk gula pada minuman. Tindakan ini mempercepat larutnya gula. Peristiwa lain adalah mengenai tukang kayu yang melapisi pelitur pada kayu. Siswa diminta untuk mendiskusikan apa kegunaannya. Untuk proses penilaian, siswa ditugaskan untuk mencatat peristiwa sehari-hari yang mereka temukan dan berkaitan dengan materi yang telah diterima.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubung-hubungkan subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka.
            Terdapat delapan komponen penyusun CTL yakni membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian autentik. Pelaksanaan CTL dilakukan dengan berpegang pada tiga prinsip, yaitu prinsip kesaling-bergantungan, prinsip diferensiasi, dan prinsip pengendalian diri.
            Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Siswa akan terdorong menjadi lebih produktif dan menumbuhkan penguatan konsep.

B.     Saran
Guru hendaknya lebih menyadari pentingnya pembelajaran yang bermakna. Bukan sekedar memberikan transfer informasi searah saja, keterlibatan dan minat siswa perlu diperhatikan. Ketika guru menyusun pembelajaran yang memiliki keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari, siswa akan memahami konsep lebih kuat. Bukan hanya itu, siswa akan mampu menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
Guru hendaknya lebih kreatif dalam menyusun pembelajaran, memanfaatkan berbagai sumber yang ada dan menghindari pembelajaran yang monoton.
Pembelajaran kontekstual diupayakan untuk diterapkan di sekolah, menggantikan pembelajaran yang konvensional sehingga siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran yang diterima.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Bab II. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL), Prestasi Belajar, dan Keterampilan Berpikir Kritis – Repository UPI (PDF File). http://repository.upi.edu/operator/upload/s_fis_060865_chapter2.pdf

Anonim. Bab II. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching – Repository UPI (PDF file) http://repository.upi.edu/operator/upload/s_pgsd_0904893_chapter2.pdf


Elyusra. 2011. Pembelajaran Berbasis Kontekstual (online). http://adabundaguru.wordpress.com/2011/03/23/pembelajaran-berbasis-kontekstual/.

Hendro Darmodjo & Jenny R.E Kaligis. 1992. Pendidikan IPA 2. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DIKTI.

Herdian. 2010. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) (online). http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-contextual-teaching-learning-ctl/ 


Johnson Elaine B. 2007. Contextual Teaching & Learning. Bandung: MLC

Sugiyanto. Model-model Pembelajaran Inovatif. 2010. cetakan kedua. Surakarta: Yuma Pustaka.
















LAMPIRAN













LEMBAR KERJA SISWA



Kelas/Semester          : VI (Enam)/I (satu)
Standar Kompetensi : Memahami faktor penyebab perubahan benda.
Kompetensi Dasar    : Menjelaskan faktor-faktor penyebab perubahan benda (pelapukan, perkaratan, pembusukan) melalui pengamatan.
Indikator                   : Menjelaskan suhu sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan benda.
Judul                          : Pengaruh Suhu pada Perubahan Benda

1.             Tujuan
Setelah melakukan percobaan, siswa dapat mengetahui air  yang dapat melarutkan gula dengan lebih cepat.
2.             Alat dan Bahan
a.              Dua buah gelas bening.
b.             Air panas atau atau air mendidih secukupnya.
c.              Air dingin atau air es secukupnya.
d.             Gula pasir secukupnya.
e.              Sendok
3.             Langkah Kerja
a.       Siapkan alat-alat yang dibutuhkan.
b.      Isi gelas A dengan air panas (jangan sampai tumpah).
c.       Isi gelas B dengan air dingin (jangan sampai tumpah).
d.      Isi gelas A dan B dengan gula, masing-masing 3 sendok.
e.       Aduk gelas A dan B bersamaan selama 20 detik.
f.       Gelas mana yang dapat melarutkan gula dengan sempurna? Catat hasilnya dalam tabel dengan memberi tanda (√).
g.      Gelas mana yang masih terdapat endapan gula? Catat hasilnya dalam tabel dengan memberi tanda (√).



4.             Hasil Pengamatan
No
Gelas
Gula Larut
Terdapat Endapan
1
Gelas A


2
Gelas B




5.             Pertanyaan
a.         Air apa yang dapat melarutkan dengan sempurna?
b.        Air apa yang masih menyisakan endapan gula?
c.         Air apa yang dapat melarutkan gula dengan lebih cepat?
d.        Air apa yang masih melarutkan gula dengan lebih lambat?

6.             Kesimpulan
Jadi, air yang dapat melarutkan gula dengan lebih cepat adalah air...................................






RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Pelajaran                      : Ilmu Pengetahuan Alam
Satuan Pendidikan                : Sekolah Dasar
Kelas/Semester                      : VI/I (satu)

A.           Standar Kompetensi
5. Memahami faktor penyebab perubahan benda.

B.            Kompetensi Dasar
5.2 Menjelaskan faktor-faktor penyebab perubahan benda (pelapukan, perkaratan, pembusukan) melalui pengamatan.

C.           Indikator
5.1.3 Siswa dapat menjelaskan suhu sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan benda.

D.           Tujuan
Setelah melakukan percobaan, siswa dapat menjelaskan suhu sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan benda.

E.            Karakter Siswa yang Diharapkan
Teliti, tanggungjawab, kerjasama

F.            Metode
Eksperimen (percobaan)

G.           Kegiatan Pembelajaran
1.      Kegiatan Awal
a.       Salam dan berdoa.
b.      Guru mempresensi siswa.
c.       Guru melakukan apersepsi yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas.
2.      Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi:
a.       Siswa mendengarkan penjelasan dari guru tentang perubahan benda.
b.      Siswa secara aktif menjawab pertanyaan guru terkait dengan materi perubahan benda.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi:
a.    Siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing terdiri dari 7-8 siswa.
b.    Siswa melakukan percobaan menyelidiki suhu sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan benda sesuai dengan LKS dan mencatat hasilnya.
c.    Siswa mendiskusikan hasil percobaan kemudian membuat kesimpulan.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi:
a.       Siswa bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahami.
b.      Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, dan memberikan penguatan.
3.      Kegiatan Akhir
a.       Pemberian Pekerjaan Rumah.
b.      Penurupan dan berdoa.

H.           Media Pembelajaran
1.      Dua buah gelas bening.
2.      Air panas atau atau air mendidih secukupnya.
3.      Air dingin atau air es secukupnya.
4.      Gula pasir secukupnya.
5.      Sendok

I.              Penilaian
Teknik Penilaian            : Non Tes
Bentuk Penilaian           : Laporan Percobaan

J.             Lampiran
1.      Skenario Pembelajaran
2.      Lembar Kerja Siswa
SKENARIO PEMBELAJARAN

No
Aktivitas Guru
Aktivitas Siswa
Kegiatan Awal
1
Selamat pagi anak-anak.
Selamat pagi juga Pak....
2
Sebelum kita belajar, mari kita berdoa bersama.
Siswa berdoa bersama dipimpin oleh ketua kelas.
3
Bagaimana kabar kalian hari ini?
Baik Pak....
4
Siapa yang tidak masuk hari ini?
Tidak ada Pak....
5
Pada pertemuan kali ini, kita akan belajar tentang faktor yang mempengaruhi perubahan benda. Siapa yang sudah belajar tentang materi ini? Angkat tangan.
Saya Pak....
Saya Pak....
Saya Pak...
Siswa mengangkat tangan

Kegiatan Inti
7
Hari ini kita akan melakukan percobaan secara berkelompok untuk menyelidiki faktor yang mempengaruhi perubahan benda.
Siswa membentuk kelompok yang beranggotakan 7-8 orang.
8
Memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan mengarahkan siswa melakukan percobaan
Siswa melakukan percobaan dengan benda yang telah tersedia (gelas, air panas, air dingin, gula, sendok)
9
Setelah kita melakukan percobaan, mari kita diskusikan hasil percobaannya. Salah satu kelompok maju untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
Kelompok 1 maju untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
10
Guru mengecek hasil presentasi kelompok 1 dengan kelompok yang lain.
Siswa memperhatikan sambil mengecek hasil diskusi kelompok masing-masing.
11
Memberi kesempatan pada siswa untuk menanyakan materi yang belum jelas.
Bertanya tentang materi yang belum jelas.
12
Dari percobaan dan hasil diskusi tadi, air mana yang dapat melarutkan gula dengan lebih cepat?
Air yang dapat melarutkan gula dengan lebih cepat adalah air panas.
13
Membuat kesimpulan bersama-sama dengan siswa
Membuat kesimpulan bersama-sama dengan guru.

Kegiatan Akhir
14
Kalian kerjakan buku Paket IPA halaman 99. Minggu depan kita koreksi bersama-sama.
Ya, Pak....
15
Sebelum kita akhiri pertemuan hari ini, mari kita berdoa bersama semoga kegiatan belajar yang kita lakukan hari ini mendapat berkah dari Tuhan dan bermanfaat bagi kehidupan kita. Ketua Kelas, silahkan memimpin berdoa.
Sikap doa. Berdoa mulai....
16
Bapak akhiri pertemuan pada hari ini.
Selamat siang!
Selamat siang juga, Pak....




















LEMBAR KERJA SISWA


Kelas/Semester          : VI (Enam)/I (satu)
Standar Kompetensi : Memahami faktor penyebab perubahan benda.
Kompetensi Dasar    : Menjelaskan faktor-faktor penyebab perubahan benda (pelapukan, perkaratan, pembusukan) melalui pengamatan.
Indikator                   : Menjelaskan suhu sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan benda.
Judul                          : Pengaruh Suhu pada Perubahan Benda

7.             Tujuan
Setelah melakukan percobaan, siswa dapat mengetahui air  yang dapat melarutkan gula dengan lebih cepat.
8.             Alat dan Bahan
f.              Dua buah gelas bening.
g.             Air panas atau atau air mendidih secukupnya.
h.             Air dingin atau air es secukupnya.
i.               Gula pasir secukupnya.
j.               Sendok
9.             Langkah Kerja
h.      Siapkan alat-alat yang dibutuhkan.
i.        Isi gelas A dengan air panas (jangan sampai tumpah).
j.        Isi gelas B dengan air dingin (jangan sampai tumpah).
k.      Isi gelas A dan B dengan gula, masing-masing 3 sendok.
l.        Aduk gelas A dan B bersamaan selama 20 detik.
m.    Gelas mana yang dapat melarutkan gula dengan sempurna? Catat hasilnya dalam tabel dengan memberi tanda (√).
n.      Gelas mana yang masih terdapat endapan gula? Catat hasilnya dalam tabel dengan memberi tanda (√).



10.         Hasil Pengamatan
No
Gelas
Gula Larut
Terdapat Endapan
1
Gelas A


2
Gelas B




11.         Pertanyaan
e.         Air apa yang dapat melarutkan dengan sempurna?
f.         Air apa yang masih menyisakan endapan gula?
g.        Air apa yang dapat melarutkan gula dengan lebih cepat?
h.        Air apa yang masih melarutkan gula dengan lebih lambat?

12.         Kesimpulan
Jadi, air yang dapat melarutkan gula dengan lebih cepat adalah air...................................

Posting Komentar

0 Komentar