MAKALAH
KONSEP
DASAR PKN
PERKEMBANGAN
KEHIDUPAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas Konsep Dasar PKN
Disusun
Oleh :
1. Rizqi
Munandar 10108241082
2. Azza
Nurmalita 10108241101
3.
Oktaviani Budi Utami 10108241110
Jurusan
PGSD
Fakultas
Ilmu Pendidikan
Universitas
Negeri Yogyakarta
2010
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
Yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Makalah
ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
tugas
mata kuliah “KONSEP DASAR PKN”. Makalah ini juga merupakan salah
satu
wadah untuk menganalisis segala hal khususnya segala hal yang berhubungan
dengan
mata kuliah “KONSEP DASAR PKN".
Dalam penulisan makalah ini, kami
mendapat dukungan dan
bantuan
dari beberapa pihak. Oleh karena itu ijinkanlah kami menghaturkan
terima
kasih kepada:
1.
Ibu Sekar Purbarini
Kawuryan, SIP sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan,
dan saran yang sangat membantu dalam penyusunan makalah ini.
2.
Keluarga tercinta yang
telah memberikan dukungan material maupun spiritual.
3.
Teman-teman kelas IC
Kampus UPP II UNY yang selalu memberikan dukungan dalam penyelesaian makalah ini.
4.
Semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan kontribusi positif dalam
proses pembuatan makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan, oleh karena
itu
kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami perlukan untuk
pembuatan
makalah dilain kesempatan.
Akhirnya
semoga Yang Maha Kuasa membalas dengan pahala
yang
setimpal serta kehadiran makalah ini turut menyemarakkan proses
pembelajaran
dalam mata kuliah KONSEP DASAR PKN.
Yogyakarta,
30 September 2010
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI
………………………………………………………...................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah .................................................................. 1
B.
Tujuan
Penulisan ............................................................................ 2
BAB II KAJIAN TEORI
A.
Demokrasi
dan Sistem Politik ........................................................ 3
B.
Budaya
Politik................................................................................. 10
C.
Budaya
Demokrasi Menuju Masyarakat Madani ............................ 15
D.
Pers
dalam Masyarakat Demokratis ................................................ 25
BAB III PEMBAHASAN
A.
Pelaksanaan
Demokrasi dan Sistem Politik di Indonesia ................. 29
B.
Budaya Politik di
Indonesia .......................................................... 32
C.
Budaya Demokrasi
menuju Masyarakat Madani .......................... 32
D.
Pers dalam Masyarakat
Demokratis ............................................... 34
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan
................................................................................... 35
B.
Saran
.............................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya
untuk menciptakan suatu bentuk sistem
pemerintahan yang baru yang dapat menjamin hak dan kepentingan rakyat banyak
(demokratis) sudah berlangsung sejak berabad-abad sebelum tarikh masehi. Salah
seorang tokoh yang dalam hal ini tidak boleh dilupakan namanya adalah Solon,
yang dikenal sebagai tokoh pencetus ide demokrasi bagi masyarakat negara kota
(polis) Athena di Yunani pada lebih kurang 600 tahun SM. Solon saat itu tampil
untuk memimpin negara kota Athena di saat perang saudara, saat polis dipimpin
oleh Draco (Budiyanto, 2007:37)
Pada awalnya demokrasi hanya dimengerti
melalui model partisipasi langsung yang melibatkan seluruh warga yang sudah
dewasa dalam suatu proses politik. Proses politik penataan kehidupan bersama
yang dikelola secara bersama inilah yang dinamakan sebagai bentuk negara ideal
‘Politea’ oleh Aristoteles, atau yang secara modern disebut sebagai ‘Polyarchy’
oleh Robert A. Dahl. Kemudian istilah ini lebih populer dengan sebutan
demokrasi.
Pada abad 19 muncul gagasan demokrasi
dalam wujud konkret sebagai program dan sistem politik secara bersama-sama.
Pada tahap ini demokrasi semata-mata bersifat politis berdasarkan asas
kemerdekaan individu. Kemudian pada abad 20 bentuk penyelenggaraan demokrasi
berubah dari pola klasik (urusan kepentingan bersama) menjadi pola negara
kesejahteraan rakyat dengan cara berupaya secara aktif meningkatkan taraf hidup
warga negaranya.
Saat ini telah banyak negara yang
menggunakan demokrasi sebagai dasar dalam sistem pemerintahannya, salah satunya
di Indonesia.
Indonesia telah menyatakan
diri sebagai negara demokrasi atau negara yang berkedaulatan rakyat sejak
diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia
pada tahun 1945 yang hampir bersamaan dengan berakhirnya Perang Dunia II. Sejak
masa kemerdekaan, Indonesia
telah mencoba menerapkan bermacam-macam demokrasi hingga pada tahun 1959 negara
ini mencoba menerapkan praktik demokrasi yang mengarah kepada demokrasi liberal
seperti yang dianut oleh negara-negara barat. Kemudian pada tahun 1959-1966
diterapkan demokrasi terpimpin yang dalam pelaksanaanya cenderung bersifat
otoriter. Setelah demokrasi terpimpin, Indonesia mulai menerapkan
demokrasi pancasila sampai tahun 1998 saat berakhirnya masa orde baru.
Salah satu bentuk dari pelaksanaan
demokrasi di Indonesia
adalah dilangsungkannya pemilihan umum atau yang sering disebut dengan Pemilu.
Pemilu merupakan salah satu ajang bagi masyarakat untuk menyalurkan
aspirasinya. Dengan pemilu masyarakat dapat memilih orang-orang yang mampu
mewakili mereka dan mampu menyalurkan aspirasi rakyat. Kita dapat melihat
perkembangan demokrasi di Indonesia
juga salah satunya melalui pelaksanaan pemilu. Dari latar belakang tersebut,
masalah yang ingin kami bahas adalah perkembangan demokrasi di Indonesia
jika dilihat melalui pelaksanaan pemilu.
B.
Tujuan Penulisan
·
Menguraikan
perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia
·
Memilih sistem
demokrasi yang cocok diterapkan di Indonesia
·
Menambah wawasan
pembaca tentang demokrasi, sistem politik, budaya politik, masyarakat madani,
dan pers di Indonesia
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Demokrasi dan Sistem Politik
1.
Demokrasi
a.
Pengertian
Demokrasi
·
Secara bahasa
Pengertian demokrasi dapat ditinjau dari
segi etimologis (bahasa). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata
dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat, dan “kratein” atau
“cratos” yang berarti kekuasaan. Jadi secara etimologis demokrasi adalah
keadaan negara dimana kekuasaan
tertinggi dipegang oleh rakyat.
· Menurut
para ahli
1) Sidney
Hook, berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa.
2) Henry
B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai system politik merupakan suatu system yang
menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam
suasana terjaminnya kebebasan politik.
3) Prof.
Mr. Koentjoro Poerbobranoto berpendapat
demokrasi adalah suatu negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat.
Maksudnya, suatu sistem di
mana
suatu negara diikutsertakan dalam pemerintahan negara.
4) Abraham
Lincoln berpendapat bahwa
demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
(Democracy is government of the people, by the people, and for the people).
5)
Schumpeter
mengartikan demokrasi sebagai kompetisi memperoleh suara rakyat. (Hasnan,
Habib, 1997:22; Cholisin, 2006:17)
6)
Menurut Joshep
A. Schmeter demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai
keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitf atas suatu rakyat. (Dede Rosyada dkk.
2005:110)
7)
Philipe C.
Scimitler menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan di mana
pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah
publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui
kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah terpilih. (Dede
Rosyada dkk. 2005:110)
b. Hakekat
demokrasi
Dari pengertian dan
beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hakekat demokrasi
memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat dalam system
pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan
rakyat mengandung beberapa pengertian:
Pertama,
pemerintahan dari rakyat (government of the people)
Kedua,
pemerintahan oleh rakyat (government by the people)
Ketiga,
pemerintahan untuk rakyat (government to the people)
Dari ketiga pengertian
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, pemerintahan
dari rakyat (government of the people) mengandung pengertian yang berhubungan
dengan pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate government) dan
pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unlegitimate government) di mata
rakyat. Pemerintahan yang sah dan diakui berarti suatu pemerintahan yang
mendapat pengakuan dan dukungan dari rakyat begitu juga sebaliknya. Legitimasi
tersebut sangat penting karena dengan legitimasi tersebut pemerintahan dapat
menjalankan roda pemerintahan dan program-programnya sebagai wujud amanat dari
rakyat, memberikan gambaran
bahwa pemerintahan tersebut dipilih oleh rakyat.
Kedua, pemerintahan
oleh rakyat (government by the people)
Mengandung pengertian
bahwa pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat, bukan atas keinginan
sendiri ataupun atas kepentingan pribadi. Selain itu mengandung pengertian
bahwa pemerintah selama menjalankan tugasnya berada dalam pengawasan rakyatnya.
Pengawasan ini bisa secara langsung ataupun
tidak langsung. Secara tidak langsung bisa melalui perwakilannya di
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan adanya pengawasan ini akan mengurangi
sistem pemerintahan yang otoriter.
Ketiga, pemerintahan
untuk rakyat (government to the people)
Mengandung pengertian
bahwa pemerintahan itu dijalankan untuk kepentingan rakyat. Untuk itu
pemerintah harus mendengarkan aspirasi dari rakyatnya. Bukan hanya menjalankan
aspirasinya atas keinginan sendiri, keluarga, kelompok atau kroninya, tapi
kepentingan rakyatlah yang harus diutamakan.
c. Macam-macam Demokrasi
1) Dari
segi idiologi, demokrasi ada 2 macam:
a) Demokrasi
konstitusional (demokrasi liberal), yaitu kekuasaan pemerintahan terbatas dan
tidak banyak campur tangan serta tidak bertindak sewenang-wenang terhadap warga
negaranya. Kekuasaan dibatasi oleh konstitusi. Penganut demokrasi ini
adalah negara-negara Eropa Barat, Amerika Serikat, India, Pakistan,
Indonesia, Filipina, Singapura.
b) Demokrasi
Rakyat (Proletar) adalah demokrasi yang berlandaskan ajaran komunisme dan
marxisme. Demokrasi ini tidak mengakui hak asasi warga negaranya.
Demokrasi ini bertentangan dengan demokrasi konstitusional. Demokrasi ini
mencita-citakan kehidupan tanpa kelas sosial dan tanpa kepemilikan
pribadi. Negara adalah alat untuk mencapai komunisme yaitu untuk
kepentingan kolektifisme.
2) Berdasarkan
titik perhatiannya demokrasi ada 3 macam:
a) Demokrasi
Formal (negara-negara liberal), demokrasi menjunjung tinggi persamaan dalam
bidang politik, tanpa upaya untuk mengurangi kesenjangan ekonomi.
b) Demokrasi
material (negara-negara komunis), menitikberatkan pada upaya-upaya
menghilangkan perbedaan pada bidang ekonomi, kurang persamaan dalam bidang
politik bahkan kadang dihilangkan.
c) Demokrasi
gabungan (negara-negara nonblok), demokrasi yang menghilangkan kesenjangan
ekonomi dan sosial, persamaan di
bidang
politik, hukum.
3) Pengelompokan
Demokrasi:
Demokrasi ada 2 macam:
·
Konstitusional:
a. Negara
Liberalis dan Komunis/Sosialis
b. Indonesia: 1. Demokrasi Liberal
2. Demokrasi Terpimpin
3.
Demokrasi Pancasila
· Komunis/Marxisme atau
Demokrasi Proletar
d. Unsur-unsur
Negara Demokrasi
Suatu Negara bisa dikatakan demokrasi
bila sudah memiliki unsur-unsur sebagai
berikut.
1)
Adanya partisipasi
masyarakat secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
2)
Adanya pengakuan akan
supremasi hukum
3)
Adanya pengakuan akan
kesamaan di antara
warga negara
4)
Adanya kebebasan, di
antaranya kebebasan berekspresi dan berbicara atau berpendapat, berkebebasan
untuk berkumpul dan berorganisasi, berkebebasan beragama, berkeyakinan,
kebebasan untuk menggugat pemerintah, kebebasan untuk memilih dan dipilih dalam
pemilihan umum, kebebasan untuk mengurus nasib sendiri.
5)
Adanya pengakuan akan
supremasi sipil atas militer
2.
SISTEM POLITIK
·
Pengertian sistem politik
a.
Pengertian
Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan
terorganisasi.
b.
Pengertian
Politik
Politik
berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik
berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara.
Dapat
disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat
dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang
kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
·
Pengertian Sistem Politik di Indonesia
Menurut
Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang
membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur
pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara
mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan
hubungan Negara dengan Negara.
Sistem politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah mekanisme atau cara
kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan
satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langgeng.
Sistem politik Indonesia
diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia
yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan,
upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan
skala prioritasnya.
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara
pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara.
Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan
pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan
organisasi kemasyarakatan.
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan
masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat
tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
·
Macam-macam Sistem Politik
Sistem Politik Di Berbagai Negara
a. Sistem Politik Di Negara Komunis:
Bercirikan
pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milik pribadi, peniadaan hak-haak
sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka, tidak adanya
oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus informasi dan kebebasan
berpendapat.
b. Sistem Politik Di Negara Liberal:
Bercirikan adanya
kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok, pembatasan kekuasaan khususnya
dari pemerintah dan agama, penegakan hukum, pertukaran gagasan yang bebas,
sistem pemerintahan yang transparan yang di dalamnya terdapat jaminan hak-hak
kaum minoritas.
c. Sistem Politik Demokrasi di Indonesia :
Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan
kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi
pokok dari sistem politik demokrasi di Indonesia adalah:
1. Ide
kedaulatan rakyat
2.
Negara berdasarkan atas hukum
3.
Bentuk republik
4.
Pemerintahan berdasarkan konstitusi
5.
Pemerintahan yang bertanggung jawab
6.
Sistem perwakilan
7. Sistem pemerintahan
presidensiil
B. Budaya Politik
1. Pengertian Budaya Politik
Menurut Almond dan Verba
(dikutip dari http://mjieschool.multiply.com/) mendefinisikan budaya politik sebagai
suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka
ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam
sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus
menuju tujuan politik di antara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka
menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka
dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka
miliki.
Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan
sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis.
a.
Budaya politik adalah
aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat,
tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar
masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau
menerima nilai-nilai dan norma lain.
b.
Budaya politik dapat
dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada
isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua
(aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik,
seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
c.
Hakekat dan ciri budaya
politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi
suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
d.
Bentuk budaya politik
menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi
seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan
(konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas
(mempertahankan status quo atau mendorong mobilitas),
prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).
2. Komponen-komponen
Budaya Politik
Almond dan
Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang
dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa
budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut:
a.
Orientasi kognitif: yaitu berupa
pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan, dan segala
kewajibannya serta input dan outputnya.
b.
Orientasi afektif: yaitu perasaan
terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan penampilannya.
c.
Orientasi evaluatif: yaitu keputusan dan
pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar
nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
3. Tipe-tipe
Budaya Politik
1. Berdasarkan sikap yang ditunjukkan
a. Budaya Politik Militan
Budaya politik di mana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang
terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi
kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh
peraturan yang salah, dan masalah yang pribadi selalu sensitif dan membakar
emosi.
b. Budaya Politik Toleransi
Budaya politik di mana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha
mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama.
Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan
curiga terhadap orang.
2. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan
a. Budaya politik yang memiliki sikap mental absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai
dan kepercayaan yang dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan
adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian
hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak
atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan.
b. Budaya politik yang memiliki sikap mental akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia
menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi,
kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan
perkembangan masa kini.
3. Berdasarkan
Orientasi Politiknya, menurut Gabriel Almond:
a. Budaya politik parokial (parochial
political culture)
Tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor
kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).
b. Budaya politik kawula (subyek
political culture)
Masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya)
tetapi masih bersifat pasif.
c. Budaya
politik partisipan (participant political culture)
Budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.
Perbedaaan ketiganya tersebut dapat diklasifikasikan dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
NO
|
Budaya Politik
|
Penjelasan
|
1
|
Parokial
|
·
Frekuensi orientasi terhadap
sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input, obyek-obyek output,
dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati nol.
·
Tidak terdapat peran-peran politik
yang khusus dalam masyarakat.
·
Orientasi parokial menyatakan
alpanya harapan-harapan akan perubahan yang komparatif yang diinisiasikan
oleh sistem politik.
·
Kaum parokial tidak mengharapkan
apapun dari sistem politik.
·
Parokialisme murni berlangsung dalam
sistem tradisional yang lebih sederhana di mana spesialisasi politik berada pada jenjang sangat
minim.
·
Parokialisme dalam sistem politik
yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif.
|
2
|
Kawula
|
·
Terdapat frekuensi orientasi politik
yang tinggi terhadap sistem politik yang diferensiatif dan aspek output dari
sistem itu, tetapi frekuensi orientasi terhadap obyek-obyek input secara
khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol.
·
Para subyek menyadari akan
otoritas pemerintah.
·
Hubungannya terhadap sistem plitik
secara umum, dan terhadap output, administratif secara esensial merupakan
hubungan yang pasif.
·
Sering wujud di dalam masyarakat
di mana tidak terdapat struktur input yang
terdiferensiansikan.
·
Orientasi subyek lebih bersifat
afektif dan normatif daripada kognitif.
|
3
|
Partisipan
|
·
Frekuensi orientasi politik sistem
sebagai obyek umum, obyek-obyek input, output, dan pribadi sebagai
partisipan aktif mendekati satu.
·
Bentuk kultur dimana
anggota-anggota masyarakat cenderung diorientasikan secara eksplisit terhadap
sistem politik secara komprehensif dan terhadap struktur dan proses politik
serta administratif (aspek input dan output sistem politik).
·
Anggota masyarakat partisipatif
terhadap obyek politik.
·
Masyarakat berperan sebagai
aktivis.
|
(Miftachr.blog.uns.ac.id,
diakses pada tanggal 29 September 2010)
C. Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani
1. Prinsip-prinsip Budaya Demokrasi
a.
Prinsip-prinsip
Budaya Demokrasi
Menurut Robert A. Dahl, budaya demokrasi mempunyai
tiga prinsip utama yaitu:
1)
Kompetisi
Budaya demokrasi memberikan peluang yang sama untuk
bersaing bagi setiap individu, kelompok, dan organisasi untuk menduduki posisi
kekuasaan dalam pemerintah yang tentunya berlangsung dalam jangka waktu yang
teratur, tertib, dan damai. Contohnya Indonesia
mengadakan pemilu lima
tahun sekali.
2)
Partisipasi
Budaya demokrasi memberikan kesempatan yang sama bagi
semua orang untuk terlibat dalam pemilihan pemimpin melalui pemilihan yang
bebas secara teratur dan terlibat dalam pembuatan serta kebijakan publik.
3)
Kebebasan
Budaya demokrasi memberikan jaminan kebebasan
berpendapat, kebebasan pers, kebebasan mendirikan dan menjadi anggota organisasi,
kebebasan berkumpul, beragama, bergerak, dan kebebasan dari perlakuan
sewenang-wenang.
(Sunarso dkk. 2008:75-77)
Selain ketiga prinsip di atas, ada prinsip persamaan
yang mengandung lima
ide yang terpisah dalam kombinasi yang berbeda yaitu persamaan politik, di muka
umum, kesempatan, ekonomi dan sosial atau hak.
1)
Persamaan
politik
Hak yang sama bagi semua warga negara untuk
berpartisipasi dalam segala urusan
negara. Persamaan ini, misalnya dalam hak suara, dan kemampuan untuk dipilih
menjadi pejabat pemerintahan. Persamaan hak suara, menuntut hal-hal sebagai
berikut:
·
Setiap individu
harus mempunyai akses yang mudah dan pantas ke tempat pemilihan.
·
Setiap orang
harus bebas untuk menentukan pilihan sesuai dengan keinginannya.
·
Setiap suara
harus dinilai yang sama pada saat perhitungan.
2)
Persamaan di
muka umum
Setiap warga negara sama di hadapan hukum dan haknya
diberikan tanpa diskriminasi untuk mendapatkan perlindungan hukum yang sama.
3)
Persamaan
kesempatan
Persamaan ini terkait dengan “stratifikasi sosial” dan
sistem mobilitas, yang mengandung prinsip:
·
Setiap individu
dalam masyarakat dapat mengalami peningkatan dan penurunan dalam sistem kelas
atau status sejalan dengan kemampuan dan penerapan kemampuan.
·
Tidak adanya
halangan buatan yang akan membatasi seseorang untuk mencapai kemampuan dan
kerja keras yang ingin diraihnya.
4)
Persamaan
ekonomi
·
Setiap individu
dalam suatu masyarakat harus memiliki tingkat pendapatan yang sama.
·
Setiap individu
dalam masyarakat harus diberi jaminan minimum di bidang keamanan ekonomi,
karena tanpa keamanan, kemerdekaan dan persamaan lain yang penting bagi
demokrasi sangat sulit, bahkan tak mungkin dicapai.
5)
Persamaan sosial
Persamaan ini mengacu pada tidak adanya perbedaan–perbedaan
status dan kelas yang telah dan masih dikenal di seluruh masyarakat.
(Cholisin, 2006:26-27)
b.
Prinsip-prinsip
Demokrasi Konstitusional
Ciri demokrasi konstitusional adalah pemerintahan yang
demokratis yang terbatas kekuasaannya, dan tidak bertindak sewenang-wenang
terhadap warga negaranya. Menurut Lord Acton, kekuasaan itu perlu dibatasi
dengan menyatakan bahwa power tends to corrupt, but absolute power corrupts
absolutely. Artinya, manusia yang mempunyai kekusaan cenderung untuk menyalah
gunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas,
pasti akan menyalah gunakannya. (Sunarso dkk. 2008:77)
c.
Prinsip-prinsip
Demokrasi Konstitusional Klasik (Abad 19)
Di dalam Konstitusi biasanya ditulis hak-hak warga
negara dan pembagian kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi
oleh kekuasaan parlemen dan lembaga-lembaga hukum, sehingga terjadi
keseimbangan kekuasaan. Konstitusi dipandang sebagai lembaga yang mempunyai
fungsi khusus yaitu meruntuhkan dan membatasi kekuasaan pemerintahan dan harus
bisa menjamin hak-hak asasi manusia warga negaranya.
Pada abad 19 dan permulaan abad 20 gagasan mengenai
perlunya pembatasan kekuasaan mendapat kekuasaan yuridis sejak lahir hukum
Eropa Barat kontinental, seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Frederich Julius
Stahl, memakai istilah rechstaat dan ahli Anglo Saxon seperti AV Dicey memakai
istilah rule of law. (Sunarso dkk. 2008:78)
d.
Prinsip-prinsip
Demokrasi Konstitusional Modern (Abad 20)
Sesuai perkembangan zaman, konsep rule of law
dirumuskan kembali, terutama setelah Perang Dunia II, sehingga muncul konser
versi abad 20. International Commission of Jurist, sebagai komisi hukum
internasional dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965 merumuskan pemerintah
yang demokratis sebagai pemerintahan yang diwarnai oleh hal- hal sebagai
berikut:
1)
Sehubungan
dengan perlindungan konstitusional, selain menjamin hak-hak individu,
pemerintah harus menetukan pula prosedur untuk perlindungan hak-hak yang
dijamin
2)
Badan kehakiman
yang bebas dan tidak memihak
3)
Pemilihan umum
yang bebas
4)
Kebebasan untuk
menyatakan pendapat
5)
Kebebasan untuk
berserikat, berorganisasi, dan beroposisi
6)
Pendidikan
kewarganegaraan
(Miriam Budiardjo, 1983:61)
Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu
diselenggarakan berbagai lembaga menurut ketentuan sebagai berikut:
1)
Pemerintah yang
bertanggung jawab
2)
Dewan perwakilan
rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam
masyarakat dan dipilih dalam pemilu yang bebas
3)
Perlu organisasi
politik yang mencakup satu atau lebih partai politik
4)
Pers yang bebas
untuk menjamin hak-hak asasi dan keadilan
e.
Prinsip-prinsip
Demokrasi Pancasila
Menurut Prof. Dardji Darmodihardjo (Sunarso dkk. 2008:80),
demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian
dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti dalam
ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. Adapun prinsip-prinsipnya adalah:
1)
Persamaan bagi
seluruh rakyat Indonesia
2)
Keseimbangan
antara hak dan kewajiban
3)
Pelaksanaan
kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, dan orang lain
4)
Mewujudkan rasa
keadilan sosial
5)
Pengambilan
keputusan dengan musyawarah
6)
Mengutamakan
persatuan nasional dan kekeluargaan
7)
Menjunjung
tinggi tujuan dan cita-cita nasional
Yang merupakan ciri khasnya demokrasi di Indonesia
yang sering disebut dengan istilah teodemokrasi, yakni demokrasi dalam konteks
kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, demokrasi universal adalah
demokrasi yang bernuansa sekuler, sedangkan demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang
berke-Tuhan-an Yang Maha Esa. (Udin Saripudin Winataputra, 2002: 120)
2. Masyarakat Madani
a.
Pengertian dan
Ciri-ciri Masyarakat Madani
Menurut pemahaman de Tocqueville, civil society dapat
didefinisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan
di antaranya bercirikan:
1)
Kesukarelaan
(voluntary)
2)
Keswasembadaan
(self generating)
3)
Keswadayaan
(self supporting)
4)
Kemandirian
tinggi berhadapan dengan negara
5)
Keterkaitan
dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya
(Sunarso dkk. 2008:82)
Masyarakat madani (civil society) mensyaratkan adanya
civil engagement yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi
sosial-civil engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya dan
toleran antar satu dengan yang lain yang sangat penting artinya bagi bangunan
politik demokrasi. (Saiful Mujani 2001; Dede Rosyada dkk. 2005:119)
Menurut Gellner, masyarakat madani bukan hanya syarat
penting atau prakondisi bagi demokrasi semata, tetapi tatanan nilai dalam
masyarakat madani seperti kebebasan dan kemandirian juga merupakan sesuatu yang
inheren baik secara internal (dalam hubungan horizontal yaitu hubungan antar
sesama warga negara) maupun secara eksternal (dalam hubungan vertikal yaitu
hubungan negara dan pemerintahan dengan masyarakat). (Dede Rosyada dkk. 2005:119)
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa masyarakat
madani bercirikan dengan masyarakat yang terbuka, masyarakat yang bebas dari
pengaruh dan tekanan negara, masyarakat yang kritis dan berpartisipasi aktif.
Dengan adanya masyarakat madani maka tercipta partisipasi masyarakat dalam
proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau
pemerintahan. Sehingga masyarakat madani merupakan salah satu syarat
terwujudnya demokratisasi dan dapat meruntuhkan otoriterisme pemerintah.
Namun diharapkan masyarakat dalam melakukan kontrol
dan kritik merupakan partner pemerintah, bukan sebagai musuh. Sehingga
diharapkan akan berpengaruh dalam meningkatkan mutu dalam melakukan fungsinya
sebagai public service sehingga tidak begitu mudah disikapi oleh pemerintah
sebagai upaya menjatuhkannya dan tidak terjadi permusuhan antara masyarakat
dengan pemerintah. (Cholisin, 2006:40)
b.
Masyarakat
Madani di Indonesia
Masyarakat madani di Indonesia terjadi semenjak
perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial Belanda. Hal tersebut mendorong
terjadinya pembentukan masyarakat baru lewat proses industrialisasi,
urbanisasi, dan pendidikan modern. Sehingga memunculkan kesadaran baru di
kalangan kaum elit pribumi yang kemudian mendorong terbentuknya organisasi-organisasi
sosial modern di awal abad 20.
Sejak kemerdekaan sampai dengan 1950-an, yaitu pada
saat organisasi-organisasi politik dibiarkan tumbuh bebas dan memperoleh
dukungan kuat dari warga masyarakat yang baru saja merdeka, terciptalah
kekuatan masyarakat yang mampu menjadi penyeimbang dan pengawas terhadap
kekuatan negara. Namun pada awal 1960-an mengalami kemunduran sebagai akibat
adanya demokrasi terpimpin maupun orde baru yang membuat posisi negara semakin
kuat sedangkan posisi rakyat lemah. Semakin berkembangnya kelas menengah pada
masa orde baru ternyata tidak mampu mengontrol hegemoni negara karena ternyata
kelas menengah di Indonesia
memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap negara dan penguasa. Kelas
menengah masih mempunyai problem kultural dan primordial, yaitu ada kelas
menengah pribumi dan nonpribumi, muslim dan nonmuslim, Jawa dan non-Jawa
sehingga memunculkan solidaritas di
kalangan para anggotanya. Akibatnya, negara mudah melakukan tekanan dan
pencegahan bagi timbulnya solidaritas kelas menengah untuk memperluas
kemadiriannya.
Ketika bangsa Indonesia
memasuki era reformasi sebagai koreksi terhadap era sebelumnya, wacana
masyarakat madani terakumulasi menjadi cita-cita ideal untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia
baru. Banyak seminar, diskusi, dan talk show tentang masyarakat madani yang
digelar. Lebih dari itu, di era Habibie, masyarakat madani telah dijadikan
pemerintah sebagai acuan reformasi dan pembentukan masyarakat Indonesia baru melalui pendirian
Tim Nasional Reformasi menuju masyarakat madani. Dalam perkembangan selanjutnya
ada kesenjangan antara harapan membangun masyarakat Indonesia
menjadi masyarakat madani baik sebagai basis maupun cita-cita, hal tersebut
dapat ditunjukkan dengan adanya radikalisme massa
seperti terlihat pada amuk massa terhadap pelanggaran
tindak pidana (mencuri, mencopet, menodong), bahkan terjadi baku hantam di forum sidang tahunan MPR
November 2001. (Sunarso dkk. 2008)
3. Pemilu Sebagai Sarana Demokrasi
a.
Sekilas Pemilu
di Indonesia
Pemilu nasional pertama pada tahun 1953 sampai denga
pemilu 1999 menandai suatu tahapan penting dalam sejarah demokratisasi di tanah
air ini. Pemilu 1955 yang didasarkan pada UU No. 7 Tahun 1953 berjalan
demokratis, aman, dan damai.
Pemilu selama rezim Soeharto, yang dikenal dengan istilah
Pemerintahan Orde Baru, jauh sekali dari sistem politik yang dianggap
demokratis. Selama enam kali (1971, 1977, 1982, 1987, 1993, dan 1997)
diselenggarakan pemilu oleh rezim Soeharto, peluang untuk memberdayakan rakyat
terbelenggu oleh perangkat perundang-undangan bidang politik. Lima paket UU bidang politik seperti UU
Pemilu, UU Partai Politik, UU tentang Susunan dan Keududukan DPR/DPRD dan MPR,
UU tentang Referendum, serta UU tentang Keormasan, semua disusun untuk
mengendalikan hak-hak politik rakyat.
Pemilu 1999 yang diselenggarakan setelah mundurnya
Soeharto sebagai Presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 membawa sejumlah
harapan baru demokratisasi politik. Hanya dalam waktu kurang dari lima bulan, telah lahir
lebih dari 80 partai politik besar dan kecil. Pemilu 1999 telah menggeser
dominasi pemerintah sebagai aparatur negara ke dalam bentuk pemerataan
partisipasi partai politik dan rakyat di dalam penyelenggaraan pemilu.
Pemilu 2004 diselenggarakan untuk memilih anggota DPR,
DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Partisipasi masyarakat dalam
pemilu kali ini diberikan peluang amat besar, hal itu ditandai dengan semakin
terbukanya masyarakat untuk menjadi penyelenggara pemilu di dalam KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Jika dicermati tampak ada pergeseran pembangunan politik
dan proses pelembagaan politik dari pemilu 1955, pemilu 1999, dan pemilu 2004.
Pemilu 1955 partai politik bersama-sama pemerintah menjadi badan penyelenggara
pemilu. Pemilu 1999 masyarakat terlibat melalui partai politik dan organisasi
pemantauan dan pengawas independen pemilu. Pemilu 2004 penyelenggara dan
pengawas pemilu berasal dari masyarakat (bukan dari parpol maupun birokrasi
pemerintah).
b.
Dasar Pemikiran
Pemilu
Pemilu merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem
pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat. Pemerintah negara yang dibentuk
melalui pemilu itu adalah yang berasal dari rakyat, dijalankan sesuai dengan kehendak
rakyat dan diabdikan untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga pemerintah yang
dibentuk memiliki legitimasi yang kuat.
c.
Asas Pemilu
Asas pemilu didasarkan pada ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIV/MPR 1988 tentang Perubahan
dan Tambahan Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
No. III/MPR/1988 tentang Pemilihan umum. Asas Pemilu adalah sebagi berikut:
1)
Jujur
Dalam penyelenggaraan pemilihan umum, penyelenggara
atau
pelaksana, pemerintah dan
partai politik peserta pemilihan umum, pengawas dan pemantau pemilihan umum,
termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus
bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2)
Adil
Dalam penyelenggaraan pemilihan umum, setiap pemilih
dan partai politik peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta
bebas dari kecurangan dari pihak manapun.
3)
Langsung
Rakyat pemilih mempunyai hak
untuk secara langsung memberikan
suaranya sesuai dengan kehendak
hati nuraninya, tanpa perantara.
4)
Umum
Pada dasarnya semua warga Negara yang memenuhi
persyaratan
minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 (tujuh
belas) tahun atau telah/ pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum.
Warga Negara yang sudah berumur 21 (dua
puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi pemilihan yang bersifat umum mengandung
makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga Negara yang
telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar
acuan suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status social.
5)
Bebas
Setiap waraga Negara yang berhak memilih bebas
menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.
Di dalam melakanakan haknya, setiap
warga Negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak
hati nurani dan kepentingannya.
6)
Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa
pilihannnya
tidak akan diketahui oleh
pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketaui oleh orang lain kepada siapa
suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah
keluar dari tempat pemungutan suara dan secara suka rela bersedia mengungkapkan
pilihannya pada pihak manapun.
D. Pers dalam Masyarakat Demokratis
1.
Pengertian
·
Menurut kamus Bahasa
Indonesia
Alat
cetak untuk mencetak buku atau surat kabar
Alat
untuk menjepit atau memadatkan
Surat
kabar dan majalah yang berisi berita
Orang
yang bekerja di bidang persurat kabaran
·
Ensiklopedi Pers
Indonesia :
Merupakan sebutan bagi
penerbit/perusahaan/kalangan yang berkaitandengan media massa atau wartawan
·
UU No. 40 Tahun 1999
Lembaga sosial dan wahana komunikasi
masa yang melaksanakan kegiatan Jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk
tulisan, suara, gambarsuara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronikdan segala jenis
saluran yang tersedia
·
Leksikon Komunikasi
Usaha penerbitan dan percetakan
Usaha pengumpulan dan penyiaran berita
Penyiaran berita melalui surat kabar,
majalah, radio dan televisi
2.
Fungsi Pers
·
Secara umum
Memberi informasi
Mendidik
Memberikan kontrol
Memberikan hiburan
Menghubungkan dan menjembatani
·
Menurut UU No. 40 tahun
1999:
Fungsi informasi
Fungsi pendididkan
Fungsi penghibur
Fungsi kontrol sosial
3.
Peranan Pers
Menurut UU no 40 tahun 1999:
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi
Mengembangkat pendapat umum berdasarkan
informasi yang tepat, akurat dan benar
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi,
dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
Memperjuangkan
keadilan dan kebenaran
4.
Kebebasan dan
kemerdekaan Pers
·
Kebebasan dalam arti:
kebebasan alat komunikasi di Indonesia, mengolah, dan menulis berita yang disalurkan atau
diterbitkan melalui media cetak
·
Arti kemerdekaan Pers
Tidak ada campur tangan kekuasaan dalam
aturan mengekang kemerdekaan pers.
·
Kebebasan Pers harus
diberi arti :
Bahwa kebebasan pers tersebut tidaklah
berarti bebas untuk melanggar kepentingan-kepentingan individu yang lain
Bahwa kebebasan pers harus memperhatikan
segi-segi keamanan negara
Bahwa pelanggaran terhadap kemerdekaan
pers membawa konsekuensi atau tanggung jawab terhadap aturan yang berlaku
·
Landasan hukum
kebebasan pers di Indonesia
Landasan Idiil : Pancasila
Landasan Konstitusional: UUD 1945
Landasan Operasional : UU Pokok Pers
Landasan Profesional : Kode Etik
Jurnalistik
Landasan Etik: Tata nilai yang berlaku
di masyarakat
·
Kewajiban Pers menurut
UU No. 40 tahun 1999
Mempertahankan, membela, mendukung dan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
Memperjuangkan pelaksanaan amanat
penderitaan rakyat berdasarkan Demokrasi Pancasila
Memperjuangkan kebenaran dan keadilan
atas dasar kebebasan pers
Membina persatuan dan kesatuan kekuatan
progresif revolusioner dalam perjuangan menentang imperalisdme, kolonialisme, neo kolonialisme,
liberalisme, komunisme, dan fasisme diktaktor
Menjadi penyalur pendapat umum yang
bersifat konstruktif dan nprogresif revolsiuoner
·
Langkah pemerintah agar
pers tidak terlalu bebas
Pembuatan UU Pers
Memfungsikan dewan pers sebagai pembina
pers nasional
Penegakan supremasi hukum
Sosialisasi dan peningkatan kesadaran
rakyat akan HAM
·
Dampak penyalahgunaan
media massa/ pers
Tingkst kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan kurang, karena tidak percaya pada pemerintah
Kepercayaan luar negeri luntur
·
Fungsi media massa
Melakukan pengamatan terhadap
perkembangan lingkungan
Menjadi ajang pengembangan kesepakatan
Melakukan sosialisasi nilai-nilai yang
berlaku
menghibur
·
Manfaat media massa
dalam kehidupan sehari-hari
Sarana penyebar informasi
Sarana kontrol sosial
Sarana pendidikan informal atau luar
sekolah
Sarana
iklan
·
Dampak negatif media
massa
Membawa pengaruh budaya yang belum tentu
sesua dengan kepribadian bangsa
Berbagai siaran iklan yang berlebihan
sehingga menipu atau menyesatkan pembaca atau pendengar/pemirsanya
Barbagai informasi yang kurang lengkap
atau kurang berimbang antar kelebihan dan kekurangan atau antara kesuksessan
dan kegagalan
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pelaksanaan
Demokrasi dan Sistem Politik di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia
telah dimulai sejak proklamasi kemerdekaan 1945. Perkembangan Demokrasi di
Indonesia dari segi waktu dapat dibagi menjadi empat periode yaitu:
1)
Demokrasi
Parlementer pada periode 1945-1959
2)
Demokrasi
Terpimpin pada periode 1959-1965 (ORLA)
3)
Demokrasi
Pancasila pada periode 1965-1998 (ORBA)
4)
Demokrasi
Pancasila pada periode 1998-sekarang (Reformasi)
Awal keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya
Presiden Soeharto dan digantikan Presiden Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan
membawa Indonesia
untuk melakukan reformasi secara menyeluruh serta menata sistem ketatanegaraan
yang lebih demokratis dengan mengadakan perubahan UUD 1945 agar lebih sesuai
dengan tuntutan zaman. Pada masa pemerintahan ini selain melakukan reformasi
dalam bidang politik, untuk menegakkan demokrasi juga diadakan amandemen UUD
1945. Lima
paket UU politik telah diperbarui pada tahun 1999, yaitu sebagai berikut:
·
UU No. 2 Tahun
1999 Tentang Partai Politik, yang kemudian diubah lagi menjadi UU No. 31 Tahun
2002.
·
UU No. 3 Tahun
1999 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Selanjutnya juga keluar
UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
·
UU No. 4 Tahun
1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, yang akhirnya diganti
dengan UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
·
UU No. 22 Tahun
1999 Tentang Otonomi Daerah, yang akhirnya diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004
yang di dalamnya mengatur tentang pemilihan kepala daerah secara langsung.
·
UU No. 25 Tahun
1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Pelaksanaan Demokrasi Pancasila pada era reformasi ini
telah banyak memberikan ruang gerak
kepada partai politik maupun lembaga negara (DPR) untuk mengawasi pemerintah
secara kritis, pemberian peluang untuk berunjuk rasa dan beroposisi, dan optimalisasi
hak-hak DPR seperti hak bertanya, interpelasi, inisiatif, dan amandemen.
(Sunarso dkk, 2008:93-94)
Salah satu wujud dari demokrasi dan pelaksanaan UUD
1945 yang telah diamandemen, maka diadakanlah pemilu secara langsung yaitu
rakyat secara langsung memilih pemimpin maupun wakilnya yang duduk di kursi
kepresidenan (eksekutif) maupun yang duduk di kursi legislatif. Pemilu di
Indonesia telah diadakan selama kurang lebih 10 kali. Pada tahun 1955 pemilu
pertama kali diadakan di Indonesia
dengan penyelenggara berasal dari pemerintah dan parati politik. Hingga pada
tahun 2004 terjadi sedikit perbedaan dalam pelaksanaan pemilu dari tahun-tahun
sebelumnya. Tujuan dari pemilu tahun 2004 adalah untuk memilih anggota DPR, DPD
(Dewan Perwakilan Daerah), DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Pemilu 2004
ini memberikan tantangan tersendiri karena baik penyelenggara maupun pengawas
pemilu berasal dari masyarakat (bukan dari partai politik maupun bukan dari
birokrasi pemerintah). Hal ini tercermin pada persyaratan untuk menjadi anggota
KPU, bahwa orang yang menjadi anggota KPU adalah orang yang tidak sedang
menjadi anggota atau pengurus partai politik dan tidak sedang menduduki jabatan
publik, jabatan struktural, dan jabatan fungsional dalam jabatan negeri.
Selanjutnya pemilu diadakan pada tahun 2009 tepatnya
pada tanggal 8 Juli 2009 untuk memilih presiden dan wakil presiden periode
2009-2014. Pemilu presiden ini diikuti oleh tiga pasang peserta yakni Susilo
Bambang Yudhoyono dan Boediono, pasangan Megawati Soekarno Putri dan Prabowo
Subianto,dan pasangan Muhammad Jusuf Kalla dan Wiranto. Pada pemilu ini kita
dapat melihat perkembangan demokrasi di Indonesia secara keseluruhan hingga
saat ini.Di sini kita juga bisa melihat bahwa sistem politik demokrasi sudah
bejalan dengan cukup baik, terbukti dengan adanya pemilihan presiden secara
langsung yang memperlihatkan bahwa telah terpenuhinya ide kedaulatan rakyat
yang merupakan salah satu sendi pokok sistem politik demokrasi di Indonesia.
Dengan pemilu secara langsung, maka rakyat dapat menentukan pemimpin bagi negarnya
yang mereka anggap pantas dan layak untuk menjadi pemimpin. Selain terpenuhinya
ide kedaulatan rakyat, juga terpenuhi sendi pokok lainnya yaitu sistem
pemerintahan presidensiil, di mana presiden menjadi kepala pemerintah serta
kepala negara serta kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi
rakyat dan dipilih langsung oleh rakyat.
Pada pemilu presiden 2009 juga diadakan kampanye yang
diselenggarakan pada 2 Juni 2009 sampai 4 Juli 2009. Kampanye yang
diselenggarakan berupa rapat umum dan debat calon. Ada kejadian yang cukup
menarik pada penyelenggaraan kampanye, yakni adanya kampanye “Pilpres Satu
Putaran Saja” yang merupakan bagian dari dukungan untuk pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono dan Boediono yang banyak menuai protes dari kedua pasang calon
pesaing dan masyarakat pendukung pasangan lain. Hal ini disebabkan dua pasang
calon pesaing menginginkan pilpres dua kali putaran agar dapat mengalahkan
pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. Saat ditanya mengenai kampanye
tersebut, Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa iklan tersebut bukan
merupakan iklan resmi dari tim kampanyenya. Dari kejadian tersebut dapat
dilihat bahwa ada satu sendi pokok lagi dari sistem politik demokrasi yang
telah terpenuhi yaitu adanya partisipasi dari masyarakat meski hanya melalui
protes dan pemberian pendapat tentang kejadian tersebut.
B.
Budaya Politik
di Indonesia
Dalam membahas mengenai budaya politik di Indonesia juga dapat dilihat
melalui pemilu presiden 2009. Pemilu 2009 diselenggarakan oleh KPU yang berasal
dari masyarakat dan bukan merupakan anggota maupun pengurus suatu partai
politik ataupun pejabat publik hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan orientasi
politiknya, Indonesia
menganut budaya politik partisipan (participant political culture) yang
ditandai dengan kesadaran politik yang tinggi. Selain sebagai anggota KPU,
banyak pula masyarakat yang berpartisipasi secara aktif dengan menjadi anggota
suatu partai politik dan menggunakan haknya dalam pemilu presiden 2009. Budaya
politik di Indonesia
juga dapat dilihat dari terjadinya kampanye gelap pada pemilu 2009. Kampanye
hitam ini berawal dari kampanye pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto, di mana
beredar selebaran yang salah satunya berisi “Apa PKS Tidak Tahu Istri Boediono
Katolik ? ”. Saat dikonfirmasi kepada Tim kampanye Jusuf Kalla dan Wiranto,
mereka membantah bahwa selebaran tersebut berasal dari tim kampanye mereka.
Pihak PKS juga membantah hal tersebut dan justru selebaran tersebut beredar
luas di masyarakat. Mungkin saja selebaran tersebut berasal dari orang-orang
yang tidak bertanggung jawab. Dari kejadian ini dapat dilihat bahwa masyarakat
memang telah menunjukkan partisipasinya dalam kampanye, namun perlu dilihat
pula apakah partisipasi tersebut merupakan partisipasi positif atau negatif.
C.
Budaya Demokrasi
menuju Masyarakat Madani
Budaya Demokrasi yang dianut di Indonesia adalah budaya demokrasi
pancasila. Sampai saat ini demokrasi pancasila sudah berjalan dengan cukup
baik, ini dapat dilihat dari pemilu presiden tahun 2009 di mana telah terpenuhinya
persamaan bagi seluruh rakyat karena setiap warga negara memiliki hak untuk
ikut memilih presiden dan wakil presiden meskipun masih ada beberapa warga yang
tidak menggunakan hak pilihnya atau tidak terdaftar dalam daftar pemilih.
Adanya beberapa warga yang tidak menggunakan hak pilihnya atau warga yang tidak
terdaftar merupakan indikasi bahwa demokrasi belum bejalan dengan baik,
sehingga dapat dibilang bahwa demokrasi baru berjalan cukup baik. Selain itu,
kebebasan memilih bagi setiap warga negara tanpa ada tekanan dari pihak lain
menandakan bahwa telah terpenuhi prinsip pelaksanaan kebebasan yang bertanggung
jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain.
Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah adanya
masyarakat madani. Di Indonesia sendiri masyarakatnya sudah mulai menuju
masyarakat madani, hal ini juga terbukti melalui pemilu presiden 2009. Pada
pemilu presiden 2009, sudah jarang ditemui adanya tekanan dari pengaruh
kekuasaan seperti yang terjadi pada masa orde baru. Masyarakat diberi kebebasan
untuk memilih siapa saja yang menurut mereka pantas dan layak untuk memimpin.
Masyarakat juga berpartisipasi aktif dalam pemilu tersebut, ini terbukti dari
keikutsertaan masyarakat dalam kampanye dan banyak masyarakat yang menggunakan
hak pilihnya dengan baik.Sedangkan untuk sikap kritis masyarakat sendiri, yang
merupakan salah satu ciri-ciri masyarakat madani memang belum benar-benar
terasa jika dilihat dari pemilu presiden tahun 2009. Ini mungkin terjadi karena
rata-rata masyarakat Indonesia
memiliki pengetahuan yang belum terlalu tinggi tentang politik. Selain itu
mungkin juga ada faktor lain yang membuat mereka kurang kritis terhadap pemilu
2009, yaitu ekonomi masyarakat yang rendah membuat mereka lebih sibuk memikirkan
perut daripada politik.
Masyarakat Indonesia
sendiri juga belum mampu untuk mengikuti nilai-nilai dan norma hukum yang
berlaku, hal ini terbukti masih adanya massa
pendukung salah satu kandidat yang melakukan aksi tercela. Selain dari
pendukung, dari kandidat sendiri juga ada yang menunjukkan sikap tidak toleran
terhadap kandidat yang lain. Ini dapat dilihat saat pengambilan nomor urut
peserta, di mana ada salah satu kandidat yang hampir tidak mau berjabat tangan
dengan salah satu kandidat lain. Ada
juga kejadian di mana tim kampanye salah satu kandidat yang mencemarkan nama
baik kandidat lain. Semua kejadian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia belum memiliki masyarakat
yang madani, tetapi baru menuju masyarakat madani.
D.
Pers dalam
Masyarakat Demokratis
Peran pers dalam masyarakat demokratis sangatlah
penting. Apalagi pada masa pemilu seperti tahun 2009 pers sangatlah berperan
baik dari pihak penyelenggara pemilu, peserta pemilu, maupun masyarakat. Pers
memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan masyarakat demokratis di
Indonesia.
Masyarakat sangat membutuhkan pers saat pemilu untuk mengetahu informasi apa
saja mengenai pemilu. Seperti tahun 2009, di mana pelaksnaan pemilu dilakukan
bukan lagi melalui pencoblosan tetapi melalui pencontrengan atau memberikan tanda
cek/centang pada kertas suara. Perubahan ini tentu membutuhkan sosialisasi agar
masyarakat luas mengetahuinya. Pers juga berfungsi untuk mendidik masyarakat
seperti pada pemilu tahun 2009, melalui pers masyarakat dapat mengetahui bahwa
untuk memilih pemimpin di Indonesia
dilakukan melalui pemilu. Jika masyarakat tidak mengetahui perubahan tersebut,
mungkin saja akan banyak suara yang tidak sah dan hal ini dapat menghambat
pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pelaksanaan demokrasi dan sistem politik di Indonesia
pada umumnya sudah berjalan cukup baik, hal ini dapat dilihat melalui pemilu
2009 di mana masyarakat sudah ikut berpartisipasi aktif dalam pemilu tersebut,
baik melalui kampanye, penggunaan hak pilih, menjadi anggota KPU, maupun
bersikap kritis terhadap kejadian-kejadian yang terjadi saat pemilu.Budaya
politiknya juga sudah hampir baik, hanya saja masyarakat belum sepenuhnya
bersikap kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi karena pengetahuan
masyarakat Indonesia pada umumnya masih rendah.
Cita-cita Indonesia
menuju masyarakat madani sudah hampir terlaksana, tetapi jika dilihat dari
kejadian-kejadian yang terjadi pada pemilu tahun 2009, masyarakat Indonesia
masih perlu memperbaiki diri untuk menjadi sebuah masyarakat yang madani. Pers
sendiri memiliki peran yang sangat penting untuk membentuk masyarakat madani
yang demokratis.
B.
Saran
Calon pemimpin
seharusnya dapat memberikan teladan kepada
rakyatnya karena
pemimpinlah yang nanti akan menjadi panutan dan contoh bagi rakyatnya. Demi
terwujudnya demokrasi di Indonesia
dibutuhkan partisipasi seluruh masyarakat Indonesia karena tanpa partisipasi
DAFTAR
PUSTAKA
Muh. Mahfud MD. 2003. Demokrasi
dan Konstitusi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ehrenhalt, Alan. 2006. Demokrasi
dalam Cermin. Jakarta:
Buku Obor.
TIM ICCE UIN Jakarta. 2005. DEMOKRASI, Hak Asasi Manusia, &
Masyarakat MADANI. Jakarta:
Kencana.
Sunarso, dkk. 2006 . Pendidikan Kewarganegaraan PKN UNTUK
PERGURUAN TINGGI. Yogyakarta: UNY Press.
Cholisin. 2006 . Ilmu
Kewarganegaraan. Yogyakarta: FISE UNY.
Sekar Purbarini Kawuryan. 2008.Konsep
Dasar PKN.
Hendra Nurtjahjo. 2006 . FILSAFAT DEMOKRASI. Jakarta: Bumi Aksara.
(diakses
pada tanggal 29 September 2010, jam 07.17)
(diakses
pada tanggal 29 September 2010, jam 07.27)
(diakses
pada tanggal 29 September 2010, jam 07.37)
(diakses
pada tanggal 29 September 2010, jam 07.56)
(diakses
pada tanggal 29 September 2010, jam 08.12)
Miftachr.blog.uns.ac.id
(diakses
pada tanggal 29 September 2010)
0 Komentar