LANDASAN
PENDIDIKAN SD
PENDIDIKAN KLASIK
NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
RIZQI MUNANDAR (10108241082/2C)
AZZA NURMALITA (10108241101/2C)
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2010/2011
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Makalah dengan judul
“Pendidikan Klasik” ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Landasan Pendidikan Sekolah Dasar. Makalah ini menguraikan tentang pengertian
pendidikan klasik, asal mula pendidikan klasik, bagian-bagian pendidikan
klasik, aliran-aliran klasik dalam pendidikan dan pengaruhnya terhadap
pemikiran pendidikan di Indonesia, serta landasan filsafat pendidikan klasik. Materi
yang disampaikan disusun berdasarkan beberapa referensi dari bahan bacaan dan
juga penelusuran informasi dari internet.
Dalam
penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu pada kesempatan kali ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof.
Dr. Anik Ghufron, selaku dosen pengampu mata kuliah Landasan Pendidikan Sekolah
Dasar.
2. Orang
tua yang telah memberikan dukungan doa, motivasi dan memfasilitasi.
3. Teman-teman
yang telah bekerja sama dan memberi dukungan juga motivasi.
4. Pihak-pihak
yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan
dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Amin
Yogyakarta, 10April 2011
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi
manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun
karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan
hidupnya. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam
pendidikan diperlukan adanya kurikulum karena kurikulum memiliki beberapa
fungsi penting. Salah satu fungsi kurikulum adalah sebagai pedoman
penyelenggaraan pendidikan pada suatu tingkatan lembaga pendidikan tertentu dan
untuk memungkinkan pencapaian tujuan dari lembaga pendidikan tersebut.
Sedangkan kurikulum sendiri disusun dengan mengacu pada satu atau
beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan teori
pendidikan tertentu. Oleh karena
itu penting kiranya bagi kita untuk mengetahui beberapa teori pendidikan yang
ada.Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat )
teori pendidikan, yaitu : (1) pendidikan klasik; (2) pendidikan pribadi; (3)
teknologi pendidikan dan (4) teori pendidikan interaksional. Dalam makalah ini akan dibahasa mengenai teori
pendidikan yang pertama yakni pendidikan klasik.
B.
TUJUAN
Makalah
ini disusun untuk memberikan beberapa informasi mengenai teori pendidikan
klasik bagi pembaca khususnya bagi calon pendidik. Selain itu, dengan
mengetahui teori pendidikan klasik dapat dilakukan pendidikan antara beberapa
teori pendidikan yang ada. Perbandingan tersebut dapat memberikan hal-hal
berharga yang dapat diterapkan dalam melakukan tugas sebagai pendidik.
Perbandingan tersebut juga dapat memberikan informasi mengenai hal-hal apa saja
yang masih bisa atau sudah tidak bisa diterapkan lagi di era sekarang ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PENDIDIKAN KLASIK
Pendidikan Klasik
adalah pendidikan yang menekankan peranan isi pendidikan daripada proses. Isi
pendidikan/materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan
dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan
sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih
dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas
dari pendidik.
B. ASAL
MULA PENDIDIKAN KLASIK
Asal mula pendidikan klasik sebenarnya
telah dibangun sebelum Sokrates berkeliaran di pasar Athena dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan cerdas yang memaksa orang untuk berfikir. Zeno dari Elea
(abad ke-5 SM) telah mulai mengganggu orang dengan paradoks-paradoknya untuk
memulai sebuah dialektika.
Namun, metode pendidikan klasik dengan
trivium dan quadrivium baru dibakukan pada abad pertengahan. Istilah liberal arts dipakai pertama kali oleh
Cassiodorus, seorang pejabat Roma pada abad ke-6. Beliau memakai istilah ini
untuk menggambarkan cabang liberal arts yaitu
trivium yang terdiri atas gramatika,
dialektika, dan retorika. Selanjutnya quadrivium
yang terdiri dari aritmatika, geometri, musik dan astronomi.
C. BAGIAN-BAGIAN
PENDIDIKAN KLASIK
1.
Trivium
Bagian pertama dari pendidikan klasik
adalah trivium. Trivium berasal dari
kata tri (Latin: tiga) dan via (Latin: jalan), sehingga dapat
diartikan sebagai “tiga jalan”. Ada juga yang mengatakan sebagai tahapan. Yang
dimaksud dengan tiga jalan disini adalah jalan menuju pengetahuan.
Bagian-bagian dari trivium ada tiga, yaitu:
a.
Tahap yang pertama adalah gramatika,
atau pengetahuan kongkrit. Pada masa ini manusia belajar dengan menghafal. Anak-anak berada pada
tahap ini, sehingga kita dapat melihat mereka yang dengan mudah menghafalkan segala macam
hal-hal baru yang diberikan pada mereka. Kita dapat melihat bahwa bayi dapat
dengan mudah belajar bahasa yang diajarkan pada mereka. Tahap ini adalah tahap
yang sangat penting karena di sinilah manusia mengumpulkan segala macam dasar
yang akan dipakai pada tahap berikutnya.
b.
Tahap yang kedua adalah
dialektika, atau logika. Jika pada tahap gramatika kita mempelajari fakta, pada
tahap ini kita mulai membuat hubungan antara satu fakta dengan yang lainnya.
Hubungan-hubungan seperti sebab akibat mulai dipelajari dan dipertanyakan.
Tahap ini dimulai dengan mengajukan pertanyaan “mengapa”. Kemampuan mengajukan
pernyataan dan alasan serta menarik kesimpulan mulai dikembangkan. Di tahap
inilah kemampuan abstraksi mulai dikembangkan. Biji yang telah ditanam pada
tahap gramatika telah mulai berbunga.
c.
Tahap yang ketiga adalah retorika,
atau kemampuan berkomunikasi dan berekspresi. Pada tahap ini kita belajar
menyusun fakta-fakta dengan logika yang benar untuk menyusun sebuah pemikiran.
Pada tahap ini kemampuan abstraksi mencapai kemampuan tertingginya. Kita bisa
mulai merambah area abu-abu maupun daerah yang belum pernah dieksporasi
berbekal dengan pengetahuan yang telah diperoleh di tahap sebelumnya. Bunga
dari tahap sebelumnya akan berkembang menjadi buah-buah yang bisa dinikmati,
sebuah hasil perjuangan yang manis.
Ketiga tahap awal ini dapat
digambarkan seperti pada permainan lego. Di tahap gramatika, kita berkenalan
dengan bentuk lego yang bermacam-macam. Semakin banyak bentuk yang dikenal
semakin kaya pengembangan pada tahap berikutnya. Di tahap dialektika, kita
mulai mencoba memasang satu bentuk dengan yang lainnya, pas atau tidak. Eksplorasi
adalah kata kunci di tahap ini. Trial-and-error dibantu oleh bimbingan
guru akan semakin memantapkan tahap ini. Di tahap retorika, mulailah kita
membuat bentuk-bentuk yang kita inginkan. Di sinilah kemampuan berekspresi
diuji. Sintesis menjadi kata kunci di tahap ini.
Sejarah membuktikan bahwa
pendidikan klasik telah menyediakan lahan yang subur sehingga setelah saatnya, Renaissance,
Eropa menjadi tempat persemaian ilmu pengetahuan yang berkembang pesat sampai
saat ini. Yang menjadi pertanyaan ialah apakah pendidikan klasik ini masih
dapat diterapkan pada saat ini, mengingat kegagalan pendidikan modern yang
hanya menciptakan manusia-manusia hamba dan robot. Untuk hal ini, dengan
sedikit penyesuaian, pendidikan klasik dapat dijadikan alternatif untuk membawa
perubahan di tengah jaman yang pragmatis ini. Charlotte Mason, seorang
penggagas pendidikan klasik, memberikan banyak hal yang menjadi inspirasi dari
tulisan ini.
Gramatika, yang menjadi
dasar, dapat diberikan pada usia sekolah dasar, yaitu di usia 7-12 tahun. Yang
pertama-tama perlu diperhatikan ialah pengajaran bahasa, karena kemampuan
berbahasalah yang akan menyediakan medium untuk perkembangan ilmu yang lain.
Bahasa ibu tentunya perlu mendapatkan prioritas. Kemampuan menulis dasar
seperti penulisan kalimat yang baik dan membuat karangan sederhana juga perlu
ditekankan. Bahasa Inggris juga perlu diberikan sebagai bahasa kedua sejak
dini, mengingat peranan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional yang
semakin penting, khususnya setelah era Internet. Di Indonesia, hal ini menjadi
semakin relevan mengingat sebagian besar literatur masih berbahasa Inggris.
Yang kedua adalah kemampuan matematika, yang akan dijadikan dasar pijakan
ilmu-ilmu pasti di kemudian hari. Kemampuan aritmatika tentunya menjadi pilihan
utama. Yang ketiga ialah pengembangan kesadaran, melalui pelajaran sejarah dan
geografi. Di sini anak diperkenalkan dengan fakta-fakta sejarah dan geografi,
melalui cara yang menyenangkan seperti bercerita dan melihat gambar.
Pengembangan kesadaran ini akan memberikan rasa identitas kepada anak, yang
akan memberikan landasan awal untuk bertolak pada tahap berikutnya. Yang
terakhir adalah pengembangan keingintahuan, melalui pelajaran ilmu alam. Anak
di sini diajak untuk menjadi seorang pengamat dan pencatat yang baik.
Fakta-fakta dasar yang telah teruji kebenarannya, seperti gravitasi dan evolusi
juga perlu diberikan kepada anak didik. Musik dan seni lainnya juga dapat
diajarkan untuk mengasah nilai rasa dan estetika anak. Kemampuan anak di usia
ini yang mampu menyerap segala macam hapalan harus dimanfaatkan sejauh mungkin
untuk menyerap dasar-dasar ilmu. Hal ini menjadi kritis karena bahan-bahan yang
diberikan akan sangat mempengaruhi perkembangan anak di tahap yang lebih
lanjut.
Dialektika adalah tahap di
usia sekolah menengah pertama. Di tahap ini, logika sebagai sebuah ilmu
tersendiri perlu diperkenalkan. Subjek yang diberikan sebenarnya masih sama
dengan tahap gramatika. Yang membedakan adalah cara belajarnya. Pertanyaan
“mengapa” dan “bagaimana” harus ditumbuhkembangkan di tahap ini. Matematika,
misalnya, sudah bisa mulai memasukan aljabar dan geometri. Studi sejarah dan
geografi perlu melibatkan komparasi dan relasi, ketimbang sekedar kronologis
maupun spasial. Ilmu-ilmu sosial lain bisa mulai diperkenalkan sebagai
kelanjutan logisnya. Ilmu-ilmu alam diajarkan dengan pemahaman hukum-hukum alam
dan penjelasan logisnya. Metode ilmiah perlu diperkenalkan secara formal dalam
menarik kesimpulan. Anak didik juga perlu mulai diperkenalkan dengan literatur-literatur
klasik, baik lokal maupun dunia. Dan bukan hanya sekedar membaca, mereka juga
harus menangkap pemikiran-pemikiran yang diusung oleh penulis-penulis literatur
tersebut. Bahasa internasional lain seperti Jerman, Prancis, Spanyol, Arab
maupun Mandarin bisa diajarkan untuk memperluas literatur yang dapat dibaca.
Untuk anak yang sangat berbakat, pengajaran bahasa Latin dan Yunani bisa
menjadi bahan pertimbangan. Kemampuan menulis secara utuh juga mulai diajarkan.
Kemampuan menulis esai maupun fiksi dapat dijadikan sebagai sebuah tonggak
keberhasilan di tahap ini. Diskusi dan debat dapat dipakai selanjutnya untuk
mengasah kemampuan logika mereka.
Di tahap retorika, tahap usia
sekolah menengah atas, anak didik diharapkan sudah mampu melakukan sistesis
dari apa yang telah mereka sebelumnya. Matematika, ilmu alam dan ilmu sosial
bukan lagi pelajaran yang terpisah melainkan satu. Sejarah dan geografi juga
diintegrasikan untuk memberikan nilai humanisme. Ilmu filsafat sebagai ibu dari
semua ilmu sudah bisa diperkenalkan. Literatur-literatur tingkat lanjut
diharapkan dapat memperkaya wawasan mereka. Kemampuan memilah informasi, mana
yang penting dan tidak penting, mana yang relevan dan tidak relevan, menjadi
kegiatan sehari-hari. Kemampuan orasi dan menulis diharapkan telah mencapai
tahap tertinggi. Sebagai sebuah tonggak final, anak diharapkan dapat membuat
sebuah tulisan komprehensif mengenai sebuah topik, yang kemudian diujikan di
depan pengajar. Keberhasilan mempertahankan tulisannya akan menjadi tanda
kelulusannya dari trivium.
Liberal arts, yang mengusung kata liberal yang berarti membebaskan,
khususnya setelah trivium diharapkan dapat membentuk anak didik yang:
a.
mampu membaca dan menyimak dengan
baik
b.
mampu berpikir dengan jernih dan
mengekspresikan dirinya secara persuasif
c.
mampu menempatkan dirinya dalam
ruang, waktu, dan budaya dalam relasinya dengan dunia luar
d.
mampu mengapresiasi dan belajar
dari perbedaan antara dirinya dan orang di tempat dan masa yang berbeda
e.
mampu menikmati keindahan yang
terpapar di hadapannya
f.
mampu belajar secara mandiri dan
berkelanjutan, dengan menggunakan lima kemampuan di atas
g.
mengevaluasi dan mengarahkan semua
ilmu yang dipelajarinya menuju ke kebenaran sejati (Wes Callihan, dalam Schola
Classical Tutorials).
2.
Quadrivium
Quadrivium,
yang diberikan pada universitas di abad pertengahan dapat dijelaskan secara
singkat seperti berikut ini. Quadrivium sendiri adalah ilmu sebagai
subjek seperti yang dikenal sekarang. Aritmatika adalah ilmu yang mempelajari
tentang angka pada dirinya sendiri. Geometri mempelajari tentang angka di dalam
ruang. Musik mempelajari tentang angka di dalam waktu. Dan astronomi, yang
sering dianggap sebagai ilmu tertinggi, adalah ilmu yang mempelajari angka di
dalam ruang dan waktu. Teologi yang menjadi corak pendidikan gereja juga kerap
dimasukkan ke dalam pendidikan sebagai pemberi tujuan
Quadrivium, sebagai dasar pendidikan tinggi memuat modal
lanjutan untuk pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi awal (strata satu) perlu
dikembalikan sebagai sarana untuk mencetak doktorandus, atau calon
doktor. Pendidikan liberal arts justru tidak mengkotak-kotakkan ilmu
seperti kecenderungan umum sekarang. Mahasiswa meneruskan trivium
dengan menambah amunisi baru untuk pertempuran berikutnya. Amunisi lanjut ini
ialah matematika, fisika, kimia, biologi, antropologi, sosiologi, psikologi,
sejarah, filsafat, bahasa asing, atau ilmu-ilmu murni lainnya. Dalam empat
tahun (mengikuti tradisi quadrivium) mahasiswa menyelesaikan semua
ilmu murni ini pada tahap elementer. Studi ini akan ditutup dengan sebuah ujian
komprehensif untuk menguji penguasaan mahasiswa atas masing-masing subjek.
Kelulusan akan menjadi sebuah tonggak kesiapan mahasiswa untuk menjadi seorang
kandidat doktor, meninggalkan masa magang (apprenticeship) untuk
memulai petualangannya sendiri di belantara ilmu pengetahuan.
Manusia-manusia yang
dilahirkan dari pendidikan klasik ini, setelah melalui jalan yang panjang,
diharapkan memiliki kemampuan sebagai penerus peradaban manusia dan membawa
umat manusia ke masa depan yang lebih baik.
D. ALIRAN-ALIRAN KLASIK DALAM PENDIDIKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMIKIRAN
PENDIDIKAN DI INDONESIA
1.
Aliran
Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari
Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan
manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa
perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.
Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia
sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alm bebaqs
ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya
adalah John Locke.
2.
Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari
Leinitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan
anak. Hasil prkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh
sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak.
3.
Aliran
Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J
Rosseau. Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru dilahirkan mempunyai
pembawaan BAIK. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena dipengaruhi
lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa malah dapat merusak
pembawaan baik anak itu.
4.
Aliran
Konvergensi
Aliran Konvergensi dipelopori oleh
Wlliam Stern, ia berpedapat bahwa seorang anak dilahirkan di dumia sudah
disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Proses perkembangan anak, baik
faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama sama mempunyai peranan sangat
penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.
5.
Pengaruh
Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia
Di indonesia telah diterapkan
berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut dilakukan dengan pendekatan
efektif fungsional yakni diterima sesuai kebutuhan, namun ditempatkan dalam
latar pandangan yang konvergensi.
E.
LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN KLASIK
1. Perenialisme
Perenialisme
lebih
menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan
budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2.
Essensialisme
Essensialisme menekankan
pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada
peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika,
sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi
kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3.
Eksistensialisme
Eksistensialisme menekankan
pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk
memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan
Klasik adalah pendidikan yang menekankan peranan isi pendidikan daripada
proses.Asal mula pendidikan klasik sebenarnya telah dibangun sebelum Sokrates
berkeliaran di pasar Athena dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan cerdas yang
memaksa orang untuk berfikir. Namun,
metode pendidikan klasik dengan trivium dan
quadrivium baru dibakukan pada abad
pertengahan.
Pendidikan
klasik mempunyai dua bagian yaitu trivium dan quadrivium. Trivium berasal
dari kata tri (Latin: tiga) dan via (Latin: jalan), sehingga dapat
diartikan sebagai “tiga jalan”.
Tahap yang pertama adalah gramatika, atau pengetahuan kongkrit.Tahap yang kedua
adalah dialektika, atau logika.Tahap yang ketiga adalah retorika, atau
kemampuan berkomunikasi dan berekspresi.
Sedangkan quadrivium sendiri adalah ilmu
sebagai subjek seperti yang dikenal sekarang.
Quadrivium,
sebagai dasar pendidikan tinggi memuat modal lanjutan untuk pendidikan tinggi. Ada empat aliran klasik dalam pendidikan yaitu
empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi. Sedangkan landasan
pendidikan klasik ada tiga yaitu perenialisme, essensialisme, dan
eksistensialisme.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber Buku: “Aliran-Aliran
Baru Dalam Pendidikan”. Drs. Y. B. Suparlan. 1984. Yogyakarta: Andi
Offset
|
Sumber Internet:
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://dev.welltrainedmind.com/classical-education/(keterangn
utk the pikiran terlatih yah)
diakses jam 16.24 / 18 April 2011
0 Komentar