MAKALAH
SEJARAH
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
SEBELUM
KONGGRES BAHASA 1938
(Disusun
untuk Melengkapi Tugas Kelompok Mata Kuliah Bahasa Indonesia)
Disusun
Oleh :
1. RIZQI
MUNANDAR (10108241082/2C)
2.
OKTAVIANI BUDI U (10108241110/2C)
3.
RATNA DWI A (10108241100/2C)
4. SARYANTO (10108241115/2C)
PRODI PGSD
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
2011
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia dan
nikmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tujuan untuk
memenuhi tugas yang telah ditentukan.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Sejarah perkembangan bahasa Indonesia
sebelum konggres 1938 yang penyusun sajikan berdasarkan
observasi dari berbagai sumber buku-buku referensi dan internet. Makalah ini
disusun dengan berbagai hambatan, baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuahn Yang Maha Esa akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Ibu
Murtingsih, selaku
Dosen mata Kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan pengarahan, bimbingan
dan motivasi dalam penyusunan makalah ini.
2. Semua
pihak yang terkait yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
membantu kami dalam kelancaran pembuatan makalah ini.
Akhir
kata dari kami, apabila dalam pembuatan makalah ini banyak terjadi kesalahan,
kami mohon maaf. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk wawasan dan
pengetahuan kami di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita.
Yogyakarta, 23 Maret 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar
................................................................................................................. 2
Daftar isi
.......................................................................................................................... 3
Bab I : Pendahuluan
......................................................................................................... 4
- Latar Belakang ..................................................................................................... 4
- Tujuan .................................................................................................................. 5
Bab II : Pembahasan
........................................................................................................ 6
Bab III : Penutup
.............................................................................................................. 21
- Kesimpulan ........................................................................................................... 21
- Saran ..................................................................................................................... 22
Daftar Pustaka
.................................................................................................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bahasa
Indonesia menjadi Bahasa nasional bangsa Indonesia. Manjadi Bahasa dalam
keseharian kita dalam berinteraksi dengan sesama manusia atau dengan kata lain
berinteraksi dengan orang lain. Namun perlu diketahui, bahwa bahasa Indonesai
ini tidak muncul dengan suatu kebetulan saja. Melinkan dengan proses yang
begitu panjang dalam tahapan yang panjang juga.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional berasal dari bahasa Melayu. Penyelidikan kepurbakalaan di daerah
Sumatra Selatan ditemukan beberapa piagam yang berisi catatan-catatan yang
bernilai kesejarahan yang menggunakan media bahasa. Aktualisasi bahasa dalam
piagam-piagam ini menggunakan pola struktur Bahasa Melayu.
Tapi di samping persamaan yang ada,
diduga ada beberapa hal yang berbeda, karena itu tidak begitu saja dapat
disamakan dengan Bahasa Melayu, karena itu diberi nama Bahasa Melayu Kuno.
Penamaan ini dianalogikan dengan penamaan Bahasa Jawa Kuno untuk Bahasa Jawa
yang berasal dari jaman yang lebih tua, yang sudah berbeda dari Bahasa Jawa
sekarang.
Sejak pada sumpah pemuda, 28 Oktober
1928. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persamaan. Menurut Sukindar dan Supinah
(1997) bahasa didaerah-daerah, bahasa
Melayu bukan bahasa Induk pribumi, sedangkan penyebarannya dilakukan oleh para
b. Melayu Ã
pada pemerintahan Hindia Belanda à Bahasa yang digunakan juga bahasa
Melayu, begitu pula oleh penduduk pribumi. Sepertinya halnya, dalam penulisan
buku-buku, dalam pembelajaran dan oleh para wartawan.
Bahasa Indonesia yang sekarang ini
berbeda dengan bahasa yang digunakan pada masa kerajaan Sriwijaya, Malaka, masa
Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Balai Pustaka, bahkan dengan bahasa Melayu di
Malaysia kini bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang karena berbagai hal seperti
: waktu, politik, sosial, IPTEK. Walaupun bahasa Indonesia berkembang pesat,
namun masih banyak yang harus kita perjuangkan dalam rangka pengembangan bahasa
Indonesia.
B.
Tujuan
Penulisan
Dalam
penyusunan makalah ini tidak lepas dari berbagai tujuan yang ingin disampaikan
penulis lewat makalah ini, tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah:
·
Sebagai tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia
·
Dapat mengetahui tentang perkembangan
bahasa Indonesia
·
Dapat mengetahui sumber Bahasa Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
ke Arah Bahasa Indonesia
Penyelidikan kepurbakalaan di daerah
Sumatra Selatan ditemukan beberapa piagam yang berisi catatan-catatan yang
bernilai kesejarahan yang menggunakan media bahasa. Aktualisasi bahasa dalam
piagam-piagam ini menggunakan pola struktur Bahasa Melayu.
Tapi di samping persamaan yang ada,
diduga ada beberapa hal yang berbeda, karena itu tidak begitu saja dapat
disamakan dengan Bahasa Melayu, karena itu diberi nama Bahasa Melayu Kuno.
Penamaan ini dianalogikan dengan penamaan Bahasa Jawa Kuno untuk Bahasa Jawa
yang berasal dari jaman yang lebih tua, yang sudah berbeda dari Bahasa Jawa
sekarang.
Fungsi Bahasa Melayu Kuno dapat
dilihat yaitu sebagai berikut:
a. Bahasa
Melayu Kuno digunakan sebagai bahasa resmi pada kerajaan Sriwijaya.
b. Dalam
bidang pendidikan seperti dalam pengajaran bahasa Arab, agama Budha, digunakan
bahasa Melayu karena akan kesulitan bila mengajar Bahasa Arab dengan Bahasa
Arab.
Aktualisasi
bahasa yang terdapat pada nisan di Aceh memperlihatkan gejala yang berbeda
dengan yang terdapat pada piagam-piagam di Sumatra Selatan. Kata-kata Melayu
ini lebih mengarah ke Bahasa Indonesia.
Disamping
itu, Bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa resmi, bahkan juga berfungsi
sebagai bahasa resmi pada suatu daerah di suatu kerajaan tertentu. Karena itu,
keadaan ini menunjukkan bahwa Bahasa Melayu sejak abad ke-14 telah diterima
sebagai bahasa resmi oleh sebagian penduduk Nusantara.
Selain
itu, terdapat teks lainnya seperti ‘Hikayat Raja-Raja Pasai’ yang menurut
Hooykaas (1951, 129) dianggap telah dikarang sebelum tahun 1536. Sejarah Melayu
yang mula-mula ditulis, kata Hooykaas pada tahun 1536, cerita ini merupakan
cerita-cerita yang diperintahkan oleh seorang raja kepada seseorang untuk
menyusunnya.
Semua
keadaan ini menunjukkan kepada kita beberapa kenyataan yang dapat disusun
sebagai berikut:
a. Bahasa
itu telah digunakan sebagai bahasa kebudayaan, yaitu sebagai bahasa yang
digunakan dalam buku-buku yang dapat digolongkan sebagai hasil sastra.
b. Bahasa
itu telah digunakan sebagai bahasa resmi dalam masing-masing kerajaan sehingga
raja-raja menitahkan para penulis untuk menulis dalam bahasa itu.
Harus
diperhatikan bahwa penyebaran Bahasa Melayu bukan hanya terbatas kepada daerah
di sekitar Selat Malaka atau Sumatra saja tapi jauh lebih luas daripada itu.
Ini tdapat dibuktikan dengan terdapatnya berbagai naskah cerita yang ditulis
dalam Bahasa Melayu pada berbagai tempat yang jauh dari Selat Malaka, misalnya
‘Kitab Seribu Masalah’ yang terdapat di Ambon pada tahun 1726, ‘Salasilah
Kutai’ di abad ke-17. Dari keadaan ini dapat dikatakan bahwa pada abad ke-17
Bahasa Melayu telah berkembang jauh ke luar.
Orang-orang Eropa yang datang ke
Indonesia meninggalkan catatan bahwa Bahasa Melayu telah berkembang ke daerah
luar. Misalnya dari catatan Pigafetta yang ikut dengan rombongan Magelhens
dalam perjalanan mengelilingi dunia. Pigafetta telah membuat sebuah daftar
kata-kata Bahasa Melayu yang terdapat di Kepulauan Tidore pada tahun 1522.
Pada tahun 1603 seorang Belanda yang
bernama Frederick de Houtman telah menulis sebuah buku kecil tentang Bahasa
Melayu yaitu ‘Spraek ende woord boek in
de Malyesche ende Madagaskar’(Bahasa dan kata-kata Bahasa Melayu dan
Madagaskar) yang terbit di Amsterdam pada tahun itu juga.
Berdasarkan alasan ini dapat
dikatakan bahwa Bahasa Melayu telah menduduki posisi yang penting sehingga
bahasa yang digunakan dalam perdagangan di Nusantara dan bahkan telah terjadi
jauh sebelum kedatangan pedagang-pedagang Eropa ke Nusantara ini. Kalau
seandainya penggunaan Bahasa Melayu ini sebagai bahasa yang baru tumbuh dalam
waktu dekat sebelum kedatangan pedagang-pedagang Eropa, maka bahasa itu tidak
akan demikian efektif untuk digunakan pedagang-pedagang Eropa guna berhubungan
dengan penduduk asli.
Dapat diperkirakan bahwa Bahasa
Melayu telah berfungsi sebagai bahasa perdagangan dengan orang-orang luar
Nusantara ke Nusantara, misalnya dengan kedatangan orang-orang India.
Karena itu dapat dikatakan bahwa
fungsi Bahasa Melayu sebagai bahasa perdangangan telah ada sejak sebelum abad
ke-11. Dalam hal ini harus diingat kata-kata yang diberikan oleh penyelidikan
kesejarahan di Indonesia yang menyatakan bahwa perkembangan agama Islam di
Nusantara ini dilakukan oleh pedagang-pedagang yang lebih dulu berhenti
sementara di sekitar daerah Selat Malaka dan dari sana baru disebarkan ke
daerah lainnya.
Dengan cara ini bahasa yang
digunakan untuk penyebaran Agama Islam itu dapat diperluas sebagai Bahasa
Melayu. Bahasa ini hanya dapat digunakan sebagai bahasa untuk penyebaran Agama
Islam bila orang-orang yang didatangi memang mengetahui bahasa ini dan
pengetahuan mereka tentang bahasa ini tentunya terjadi karena telah ada
sebelumnya yang tentunya mungkin disebabkan karena perdagangan. Hal ini
memperkuat dugaan kita bahwa Bahasa Melayu telah lama digunakan sebagai bahasa
perdagangan. Fungsi Bahasa Melayu sebagai bahasa perdagangan lambat laun
menjadi hilang atau mendadak menjadi tidak penting dan mulai digeser oleh
bahasa penjajah.
Begitulah dengan kedatangan
orang-orang Eropa. Dengan kedatangan mereka ke Nusantara terjadilah hal-hal
berikut mengenai Bahasa Melayu:
a. Fungsi
Bahasa Melayu sebagai bahasa perantara dalam perdagangan semakin mendapat
perluasan karena secara tidak langsung orang-orang Eropa membantu perluasan
bahasa Melayu.
b. Fungsi
Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi mula-mula diabaikan tetapi lambat laun
mereka kembangkan dalam bentuk perkembangan lebih lanjut, yaitu Bahasa Melayu
sebagai bahasa perdagangan.
c. Bahasa
Melayu sebagai bahasa perdagangan masih tetap dipertahankan terutama di
pasar-pasar.
d. Fungsi
Bahasa Melayu sebagai alat penyebaran agama tetap dipertahankan walaupun
fungsinya digantikan oleh bahasa di berbagai daerah.
Bahasa Melayu
yang menyebar keseluruh Nusantara mempunyai keadaan sebagai berikut:
a.
‘Bahasa Melayu’ yang disebarkan sebagai
akibat perdagangan sehingga tersebar sampai ke bagian timur kepulauan
Nusantara, kebanyakan menjadi dialek Bahasa Melayu di daerah-daerah itu. Kalau
bahasa ini menjadi dialek di daerah itu, biasanya timbul Bahasa Melayu yang
lain yang agak berbeda dengan Bahasa Melayu. Bahasa ini biasanya digunakan
dalam perdagangan yang biasanya dinamakan sebagai bahasa pasar yang disini digunakan dalam arti tidak punya nilai
merendahkan. Untuk bahasa pasar ini mempunyai hubungan yang erat dengan ‘Bahasa
Melayu Tionghoa’ karena justru keturunan Tionghoalah yang menguasai pasar
sebagian wilayah Indonesia. Bahasa Melayu dialek ini bisa juga berkembang
menjadi bahasa yang digunakan untuk bahasa dalam penyebaran agama.
b.
Bahaa Melayu yang disebabkan sebagai
akibat perluasan jaring-jaring administrasi pemerintahan jajahan Hindia
Belanda, misalnya kantor-kantor, sekolah-sekolah.
c.
Disamping poin a dan b di atas, juga ada
suatu Bahasa Melayu lain yang merupakan Bahasa Melayu yang dipakai oleh
kelompok yang secara historis dapat dikatakan sebagai pemakai asli bahasa itu.
Ini juga dinamakan sebagai ‘Bahasa Melayu Dialek’.
Begitulah
kira-kira sampai bagian permulaan abad ke -20 dikenal berbagai macam Bahasa
Melayu, yakni sebagai berikut:
a.
Bahasa Melayu yang merupakan bahasa
resmi kedua setelah bahasa penjajah.
b.
Bahasa Melayu dialek pada daerah
penyebaran baru dan lama.
c.
Bahasa Melayu Pasar.
B.
Bahasa Melayu Di Angkat Menjadi Bahasa
Nasional
Bahasa Melayu diangkat sebagai
bahasa Nasional, sebagai bahasa pemersatu antar daerah. Faktor yang menyebabkan
bahasa Melayu sebagai bahasa Nasional adalah
1. Bahasa
Melayu telah digunakan sebagai bahasa, kebudayaan, yang banyak digunakan dalam
penulisan buku-buku seperti sastra, selain itu bahasa Melayu dipakai sebagai
bahasa resmi sekitar abad 14 oleh masing-masing kerajaan Nusantara. Penyebaran
bahasa Melayu tidak hanya disekitar Malaka atau Sumatra saja tetapi sudah jauh
lebih meluas. Datangnya bangsa Eropa ke Indonesia menjadikan fungsi bahasa
Melayu sebagai bahasa perantara dalam perdagangan semakin intensif, bahkan
eropa ikut memperluas penyebaran bahasa Melayu.
Sejak
masa kerajaan Sriwijaya juga Malaka yang saat itu menjadi pusat perdagangan,
agama, dan ilmu pengetahuan, bahasa Melayu telah digunakan sebagai Lingua
Franca atau bahasa perhubungan di berbagai wilayah nusantara, sehingga bahasa
Melayu menyebar di seluruh pantai Nusantara dan kota-kota Pelabuhan à bahasa Melayu dikenal penduduk
Nusantara dibanding bahasa lainnya.
Bukti
tersebut adalah mengenai bahasa Melayu tua pada berbagai prasasti dan inkripsi.
Prasasti
◊
Kedukan Bukit (683 M)
◊
Talang Tuwo (dekat Palembang 684 M)
◊
Kota Kapur (Bangka Barat 686 M)
◊
Karang Berahi (antara jambi dan sungai
Musi 688 M)
Inkripsi
◊
Gondosuli Kedu (832 M )
Adanya
berbagai dialek bahasa Melayu
◊
Dialek Minangkabau
◊
Dialek Palembang
◊
Dialek Jakarta
◊
Dialek Larantuka
◊
Dialek Kupang
◊
Dialek Ambon
◊
Dialek Manado, dsb.
Karya
Seni Melayu Lama:
◊
Pelipur Lara
◊
Hikayat
◊
Dongeng
◊
Pantun
◊
Mantra
Karya
sastra lama terkenal
◊
Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri
Larang Gelar Bendahara Paduka Raja selesai ditulis 1616
◊
Hikayat
Hangtuah
◊
Hikayat Sri Rama
◊
Hikayat Tajus Salatin dsb
Disamping itu sekitar abad XIV bahasa
Melayu digunakan sebagai bahasa resmi dalam pergaulan dan perdagangan, hal
tersebut dikembangkan bangsa Potugis, Pigaveta, dan Tidore, mereka menyusun
daftar kata Melayu-Italia pada tahun 1522.
Pada masa pendudukan Belanda, mereka
mengalami kesulitan menggunakan di sekolah-sekolah Bumi Putera dan bahasa
lainnya tertuang dalam keputusan pemerintah kolonial yaitu K.B. 1871 no. 104
2. Sistem
aturan bahasa melayu, baik kosakata, tata bahasa, atau cara berbahasa mempunyai
sistem yang lebih praktis dan sederhana sehingga lebih mudah dipelajari. Bahasa
jawa dan Sunda lebih rumit, seperti : tingkat bahasa halus, sedang, kasar,
sangat kasar dengan kosa kata dan struktur yang berlainan.
3. Penyebaran
bahasa Melayu keseluruh wilayah nusantara makin bertambah luas sejak awal
penjajahan belanda. Bahasa Melayu di gunakan oleh kompeni. Mereka menggunakan
bahasa Melayu untuk kepentingan hubungan surat ataupun mengadakan perjanjian
dengan raja-raja dan pengetu-pengetua anak negeri. Bahkan, sekolah-sekolah
bumiputera pada waktu itu menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.
Sejak saat itu bahasa melayu telah naik tingkat dari bahasa pergaulan antara
suku manjadi bahasa resmi kedua pemerintahan hindia belanda. Buku-buku bacaan
di sekolah-sekolah di tulis mengggunakan bahasa Melayu. Hal ini dilakukan oleh
pemerintah Belanda karena perintah penjajahan pada waktu itu tidak berhasil mencari
alternative lain dalam masalah kebijakan amsalah bahasa.
4. Bahasa
Melayu bersifat terbuka, mudah menerima unsur dari luar. Kaidah yang ada dalam
bahasa Melayu mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan
teknologi modern. Kosakata bahasa asing atau bahasa daerah lainyang mengandung
konsep-konsep baru dengan mudah diserap kedalam bahasa Melayu. Unsur
pembentukan kata yang berupa imbuhan tanpa mengalami kesulitan diterapkan dalam
kata yagn berasal dari luar, misalnya: admistrasi->
beradministrasi- teradministrasikan- pengadministrasian- keadministrasian-
teradministrasian ; ilmu -> berilmu- mengilmukan- pengilmuan- keilmuan.
5. Bahasa
Melayu memiliki watak yang lebih sesuai dengan aspirasi bangsa Indonesia yagn
berjuang kearah kehidupan masyarakat bangsa yang demokratis. Kecuali beberapa
kata tertentu, dalam bahasa Melayu tidak dikenal kata-kata penanda perbedaan
tingkat kedudukan.
6. Kebutuhan
yang sangat mendesak akan adanya bahasa pemersatu yang dapat mengatasi perbedaan bahasa masyarakat
nusantara yang memiliki sejumlah bahasa daerah.
Di
samping itu ada alasan yang penting yaitu suatu kenyataan bahwa antara bahasa
daerah yang satu dengan yang lain tidak terjadi “ persaingan bahasa” untuk
menjadi dasar pembentukan bahasa Indonesia, atau lebih tepat untuk mencapai
kedudukan sabagai bahasa nasional. Berbagai kenyataan diatas mendorong berbagai
suku bangsa di wilayah nusantara yang dengan ikhlas dengan sadar mengusahakan
bahasa Melayu menjadi dasar pembentukan bahasa Indonesia. Perkembangan bahasa
Melayu yang kemudian menjadi bahasa persatuan Indonesia atau bahasa Nasional,
akhirnya terlepas dari perkembangan bahasa Melayu sebagai bahasa daerah, bahasa
Melayu yang hidup dalam daerahnya.
C.
Perkembangan
Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Indonesia
·
Bahasa Indonesia sebelum 1945
Perkembangan
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia terutama dilandasi oleh kesadaran
kebangsaan yang tumbuh dikalangan suku-suku bangsa di Indonesia, sehingga
diperlakukan suatu bahasa persatuan bagi semua suku bangsa di seluruh wilayah
nusantara. Bahasa Melayu berkembang menjadi bahasa Indonesia melalui beberapa
jalur:
a.
Jalur
Pemerintahan Kolonial
Seperti
sudah dikemukakan pada bagian terdahulu, politik bahasa colonial pemerintah
Belanda tidak dapat mengabaikan peranan Bahasa melayu dalam kehidupan suku-suku
bangsa di Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada cara lain bagi pemerintah
colonial Belanda, kecuali menempuh jalan sebagai berikut:
1. Menggunakan
bahasa Melayu sebagai bahasa resmi disamping bahasa Belanda.
2. Menetapkan
bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar disekolah –sekolah bumi putera.
3. Memberikan
kebebasan kepada anggota dewan rakyat (volksraad) untuk menggunakan bahasa
Melayu dalam persidangan sejak tanggal 25 juni 1918. Sebelumnya para anggota
dewan rakyat mengguankan bahasa Belanda dalam persidangan mereka.
4. Melalui
badan penerbit Balai Pustaka diterbitkan buku-buku dalam bahasa Melayu.
Penerbitan buku-buku bacaan tersebut dimaksudkan agar rakyat memperoleh bacaan
yang isinya tidak membahayak kedudukan pemerintahan colonial belanda.
Pemerintah pada waktu itu berusaha agar
rakyat yang haus bacaan tidak memperoleh “bacaan liar” yang di usahakan para
penerbit diluar Balai Pustaka.
Di
samping menerbitkan dan menyebarluakan buku bacaan dalam bahasa Melayu., Balai
Pustaka juga menerbitkan berbagai majalah, antara lain majalah yang berbahasa
Melayu yang bernama Panji Pustaka.
Penggunaan
bahasa Melayui dalam persidangan di dewan rakyat, juga sebagai media bahasa
buku-buku bacaan terbitan balai Pustaka, dan karangan-karangan majalah dalam
Panji Pustaka menunjukkan bahwa peranan bahasa Melayu tidak lagi semata-mata
sebagai lingua franca, melainkan telah meningkat sebagai bahasa Budaya.
b.
Jalur
Organisasi Pergerakan Kebangsaan dan Media Masa
1. Peranan
Sumpah Pemuda 1928
Pada awal abad ke-20 kesadaran
kebangsaan di kalangan suku-suku bangsa di Indonesia telah bangkit. Berbagai
organisasi kebangsaan muncul, berawal dari berdirinya Budi Utomo pada tahun
1908. Kemudian, dikalangan pemuda berdirilah perkumpulan-perkumpulan pemuda
se[erti jong java, jong sumatera, Pemuda Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamiten
Bond, Jong Btaksbond, Jong Celebes, Pemuda Karang Betawi, dan Perhimpunan
Pelajar-pelajar Indonesia.
Semua
organisasi pergerakan, termasuk perkumpulan pemuda pada waktu itu menyadari
betapa pentingnya persatuan nasional. Persatuan suku bangsa Indonesai dalam
cita-cita perjuangan kebangsaan. Dilandasi oleh kesadaran pentingnya persatuan
kebangsaan itulah maka berbagai organisasi perkumpulan pemuda tampil kedepan
meyelenggarakan satu Konggres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta.
Konggres
Pemuda yang bersejarah itu menghasilkan tiga ikrar atau lazim dikenal dengan
Tri Sumpah Pemuda yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut;
(1) Kami
putra dan putrid Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.
(2) Kami
putra dan putrid Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
(3) Kami
putra dan putrid Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Konggres
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 merupakan peristiwa penting, dan setiap tahun
diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda. Peristiwa itu penting bukan hanya
Karena Sumpah Pemuda menyatakan kebulatan tekad, politik, dan budaya generasi
muda pada amsa itu, melainkan juga ikrar tersebut mampu menjiwai perjuangan
bangsa, khususnya generasi muda pada masa-masa berikutnya.
Dari
segi perkembangan bahasa Indonesia, tanggal 28 Oktober 1928 merupakan Hari
“Peresmian” atau “Penobatan” bahasa Indonesia. Pada
saat itulah bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional, bahasa persatuan bangsa
Indonesia. Tanggal 28 Oktober 1928 bukan
hari kelahiran bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sudah ada sejak beberapa
puluh tahun sebelumnya, walupun pada waktu itu masih dikenal sebagai bahasa
Melayu. Pernyataan tekad kebahasaan tangal 28 Oktober 1928 mendorong penggunaan
bahasa Indonesia menjadi bertambah luas dan meliputi berbagai aspek kehidupan
bangsa. Bahasa Indonesia menjadi media berfikir dan berkomunikasi dalam bidang
sosial, poitik, dan budaya termasuk seni dan sastra. Sejalan dengan kebangsaan
yang semakin kuat, masyarakat bangsa Indonesia merasa bangga berbahasa
Indonesia.
Bahasa Indonesia masih tetap bergerak diluar
pemerintahan jajahan Belanda, dan merupakan alat untuk mencapai persatuan
Indonesia dalam mereut kembali kemerdekaannya. Karena itu penggunaan Bahasa
Indonesia masih tetap terbatas kepada pemakaian bahasa yang mempunyai hubungan
dengan gerakan kebangasaan dan sebagai bahasa pers dan bahasa sastra. Kedua
lapangan ini mempunyai lapangan pengaruh yang berbeda.
2.
Peranan
Media Masa
Sejak
awal pergerakan kebangsaan peranan media masa dalam pengembangan bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia tidak sedikit. Media masa turut berjasa dalam
menyebarluaskan dan pengembangan bahasa Melayu. Sehingga bahasa itu mampu
digunakan sebagai media mengungkapkan berbagai aspek kehidupan. Surat kabar
berbahasa Melayu yang penting pada waktu itu antara lain Bintang Timur,
Jakarta, dan Pewarta Deli, Medan.
Disamping
berbagai hasil sastra perjuangan yang terutama dihubungkan dengan
pribadi-pribadi belaka dan bukan suatu gerakan dari suatu kelompok, ada suatu
kelompok yang perlu di perhatikan dalam hubungan ini. Kelompk itu adalah apa
yang biasa dinamakan sebagai Angkatan 33 atau dinamakan angkatan pujangga baru.
Angkatan
pujangga baru ini dengan jelas memperlihatkan suatu ide denga kelompok
orang-orang yang ada di Balai Pustaka. Mereka dengan tegas menggunakan nama
bahasa Indonesia dan bersemboyankan untuk mendapat atau mewujudkan suaatu
“kebudayaan baru” Indonesia. Namun sayangnya ada aspek negative yang merekat
pada hasil-hasil dan filsafat yang ada Pujangga baru, hal itu adalah sebagai
berikut:
a. Angkatan
33 lebih mementingkan adanya suatu bentuk baru dalam sastra Indonesia daripada
memberikan tekanan pada hasil sastra sebagai pelaksana tujuan-tujuan perjuangan
atau dengan kata lain, satra bagi mereka bukan merupakan alat perjuangan
kemerdekaan. Karena itu dalam hasi-hasil Pujangga Baru sulit untuk didapati
hasil hasil yang mengemukakan tujuan kita untuk mendapat kembali kemerdekaan
yagn direbut Belanda. Apa yang didapati hanyalah bentuk-bentuk baru belaka. Dan
ini akan dapat dilihat sebagai berakibat jelek bagi perkembangan kesusastraan
Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1) Adanya
politik Phobi dalam perkembagan kesusastraan Indonesia
2) Timbulnya
formalisme dalam kritik sastra Indonesia yaitu dasar evaluasi yang didasarkan
pada cirri-ciri formil.
b. Angkatan
Pujangga baru mengembangakan filsafat kebudayaan Indonesia yang non Indonesia
terutama dengan pandangan S.T.
Alisyahbana dan St Syahrir yang mengevaluir”kebudayaan” Indonesia dengan
nilai-nilai yang berlaku untuk kebudayaan barat.
Hasil
Angkatan Pujangga Baru yang terbit dalam majalah mereka adalah umumnya mereka
kurang dikenal oleh kalayak , terutama bila dibandingkan dengan hasil-hasil
Angkatan Balai pustaka.hal ini tersebab karena hasil-hasil balai pustaka
disebarkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Dan biasanya setiap sekolah angka
dua mempunyai koleksi buku-buku terbitan balai pustaka ini. Dan kami rasa buka
saja ini yang menyebabkan kurangnya tersebar hasil Pujangga Baru, tapi ada
beberapa sebab lain, antaranya yang terutama adalah apa yang mereka ciptakan
itu jauh sekali dari selera sebagian besar rakyat, karena mereka mau meniru
perkembangan yang ada pada hasil sastra barat. Bahkan cerita yang mereka karang
jauh dari keadaan masyarakat yang ada. Masyarakat yang mereka bayangkan dalam
ciptaan mereka adalah gambaran masyarakat eropa. Dan ini menambah jarak
hubungan antara hasil yang mereka ciptakan dengan rakyat.
Juga
konsep mereka mengenai sastra mempengaruhi hal ini. Sebagai diketahui konsep
mereka tentang kesusastraan adalah adanya suatu ukuran yang universal, dan ini
adalah hasil-hasil sastra yang ada di eropa barat. Dengan dasar ini mereka mau
mengembangkan hasil sastra Iindonesia yang tidak punya hubungan dengan sastra
tradisional.
Inilah
yang merupakan salah satu sebab kenapa
bahasa sastra tidak begitu di kenal masyarakat. Dan rakyat tidak bisa mengenal
hasil-hasil sastra diluar Pujangga Baru, karena biasanya hasil tersebut tidak
bisa terbit, atau paling kurang tidak
bisa beredar.Jadi bahasa Indonesia
sebagai bahasa sastra kurang dikenal orang, terutama kalau di bandingkan dengan
bahasa Indonesia sebagai bahasa satra.Halnya boleh dikatakan agak berbeda
dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa Pers, yang boleh dikatakan banyak sekali
dikenal rakyat. Dan bahasa pers ini lebih benyak mengandung unsur-unsur
dialektis, sehingga lebih mendekati bahasa yang dipergunakan rakyat, terutama
kalau diperhatikan dalam hubungan kata-kata yang digunakan.
Permulaan
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia pada awal abad ke-20. Beberapa faktor
yang mendorong lapangan penggual tersebut adalah:
Bangsa
Indonesia merasa sulit untuk mencapai kemerdekaan tanpa ada pemersatu, karena
banyaknya suku dengan adanya bahasa daerah-daerah yang berbeda-beda. Bahasalah
yang dapat menjembatani ketergangguan serta kesenjangan komunikasi antar suku.
Pada 28 Oktober 1928. Sebelum 1945, pada masa pergerakan bangsa Indonesia telah
digunakan di organisasi pemuda. Pada saat itu pemakaian bahasa masih terbatas
pada penggunaan yang berhubungan dengan gerakan kebangsaan, yaitu sebagai
bahasa pers dan bahasa sastra. Pada tahun 1933 muncul kelompok yang disebut
sebagai angkatan pujangga baru. Kelompok ini dengan tegas menggunakan nama
indonesia dan bersemboyan untuk mewujudkan “Indonesia Baru”.
Penggunaan bahasa Indonesia menjadi
semakin terbuka ketika datangnya penjajah Jepang. Pada masa itu penggunaan
bahasa Belanda dilarang, sedangkan Jepang tidak dikenali. Sejak saat itu bahasa
Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar.
·
Bahasa Indonesia setelah 1945
Sejak
17 agustus 1945 bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi yang digunakan
untuk menghubungkan pemerintah dengan rakyat. Hal tersebut disebabkan oleh
berbagai faktor:
1. Bahasa
Indonesia telah dikenal dan diterima oleh seluruh penduduk Indonesia, sehingga
tidak menimbulkan konflik yang menganggu kestabilan negara.
2. Faktor
kesejarahan bahasa Indonesia sebagai bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
walaupun tugasnya yang mula-mula sebagai bahasa Nasional.
Sejak
Indonesia mencapai kemerdekaannya, maka kedudukan bahasa Indonesia menjadi
lebih tinggi lagi, karena jika sebelumnya bahasa hanya sebagai alat pemersatu
saja, maka sekarang lebih memperkokoh persatuan bangsa yang telah ada.
Berbagai
peristiwa penting terkait dengan perkembangan bahasa Indonesia
1.
Penyusunan ejaan resmi bahasa Melayu
1901 oleh Ch. A. Van Ophuysen dalam logat Melayu à ejaan
Van Ophuysen. Ejaan ini
merupakan ejaan bahasa Melayu
dengan huruf Latin.Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad
Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman
tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi
diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
- Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
- Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
- Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
- Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
2.
Pendirian taman bacaan rakyat 1908Ã 1917 diubah Balai Pustaka.Pada tahun 1908 Pemerintah Hindia
Belanda mendirikan Commissie voor de Volkslectuur (Komisi untuk Bacaan Rakyat)
melalui Surat Ketetapan Gubernemen tanggal 14 September 1908 yang bertugas:
- mengumpulkan dan membukukan cerita-cerita rakyat atau dongeng-dongeng yang tersebar di kalangan rakyat, serta menerbitkannya dalam bahasa Melayu setelah diubah dan disempurnakan;
- menerjemahkan atau menyadur hasil sastra Eropa;
- menerima karangan pengarang-pengarang muda yang isinya sesuai dengan keadaan hidup di sekitarnya.
3.
Ketetapan Ratu Belanda 1918 ada
kebebasan para anggota Dewan Rakyat (Volksraad) untuk menggunakan bahasa Melayu
dalam forum.
4.
Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
menetapkannya bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu menjadi bahasa
Nasional
5.
Berdirinya angkatan pujangga baru, yang
disebut “Angkatan 33” pada tahun1933 yang dipimpinoleh sultan Takdir Ali
Syahbana yang diikutidengan munculnya majalah sebgai wadah ekspresi budaya dan
sastra. Kemunculanmajalah tersebut besar peranannya dalam menambah perkembangan
bahasa Indonesia.
6.
Konggres bahasa di Solo pada tahun 1938,
merupakan tindak lanjut dari konggres pemuda tahun 1928. Konggres tersebut
dilaksanakan untuk mencari pegangan bagi para pemakai bahasa dan mengusahakan
agar bahasa Indonesia tersebut lebih luas.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahasa
Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah
(Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan
prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna. Pada
zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa
buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan
antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa
antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para
pedagang yang datang dari luar Nusantara.Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang
dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa
perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga
hampir di seluruh Asia Tenggara.
Faktor
yang menyebabkan bahasa Melayu sebagai bahasa Nasional adalah
1.
Bahasa Melayu telah digunakan sebagai
bahasa, kebudayaan, yang banyak digunakan dalam penulisan buku-buku seperti
sastra, selain itu bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa resmi sekitar abad 14
oleh masing-masing kerajaan Nusantara.
2.
Sistem aturan bahasa melayu, baik
kosakata, tata bahasa, atau cara berbahasa mempunyai sistem yang lebih praktis
dan sederhana sehingga lebih mudah dipelajari. Bahasa jawa dan Sunda lebih
rumit, seperti : tingkat bahasa halus, sedang, kasar, sangat kasar dengan kosa
kata dan struktur yang berlainan.
3.
Penyebaran bahasa Melayu keseluruh
wilayah nusantara makin bertambah luas sejak awal penjajahan belanda. Bahasa
Melayu di gunakan oleh kompeni. Mereka menggunakan bahasa Melayu untuk
kepentingan hubungan surat ataupun mengadakan perjanjian dengan raja-raja dan
pengetu-pengetua anak negeri. Bahkan, sekolah-sekolah bumiputera pada waktu itu
menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Sejak saat itu bahasa
melayu telah naik tingkat dari bahasa pergaulan antara suku manjadi bahasa
resmi kedua pemerintahan hindia belanda. Buku-buku bacaan di sekolah-sekolah di
tulis mengggunakan bahasa Melayu. Hal ini dilakukan oleh pemerintah Belanda
karena perintah penjajahan pada waktu itu tidak berhasil mencari alternative
lain dalam masalah kebijakan amsalah bahasa.
4.
Bahasa Melayu bersifat terbuka, mudah
menerima unsur dari luar. Kaidah yang ada dalam bahasa Melayu mudah
menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan teknologi modern.
Kosakata bahasa asing atau bahasa daerah lainyang mengandung konsep-konsep baru
dengan mudah diserap kedalam bahasa Melayu. Unsur pembentukan kata yang berupa
imbuhan tanpa mengalami kesulitan diterapkan dalam kata yagn berasal dari luar,
misalnya: admistrasi->
beradministrasi- teradministrasikan- pengadministrasian- keadministrasian-
teradministrasian ; ilmu -> berilmu- mengilmukan- pengilmuan- keilmuan.
5.
Bahasa Melayu memiliki watak yang lebih
sesuai dengan aspirasi bangsa Indonesia yagn berjuang kearah kehidupan
masyarakat bangsa yang demokratis. Kecuali beberapa kata tertentu, dalam bahasa
Melayu tidak dikenal kata-kata penanda perbedaan tingkat kedudukan.
6.
Kebutuhan yang sangat mendesak akan
adanya bahasa pemersatu yang dapat
mengatasi perbedaan bahasa masyarakat nusantara yang memiliki sejumlah bahasa
daerah.
Bangsa
Indonesia merasa sulit untuk mencapai kemerdekaan tanpa ada pemersatu, karena
banyaknya suku dengan adanya bahasa daerah-daerah yang berbeda-beda. Bahasalah
yang dapat menjembatani ketergangguan serta kesenjangan komunikasi antar suku.
Pada 28 Oktober 1928. Sebelum 1945, pada masa pergerakan bangsa Indonesia telah
digunakan di organisasi pemuda. Pada saat itu pemakaian bahasa masih terbatas
pada penggunaan yang berhubungan dengan gerakan kebangsaan, yaitu sebagai
bahasa pers dan bahasa sastra. Pada tahun 1933 muncul kelompok yang disebut
sebagai angkatan pujangga baru. Kelompok ini dengan tegas menggunakan nama
indonesia dan bersemboyan untuk mewujudkan “Indonesia Baru”.
Dari
segi perkembangan bahasa Indonesia, tanggal 28 Oktober 1928 merupakan Hari
“Peresmian” atau “Penobatan” bahasa Indonesia. Pada
saat itulah bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional, bahasa persatuan bangsa
Indonesia. Tanggal 28 Oktober 1928 bukan
hari kelahiran bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sudah ada sejak beberapa
puluh tahun sebelumnya, walupun pada waktu itu masih dikenal sebagai bahasa
Melayu. Pernyataan tekad kebahasaan tangal 28 Oktober 1928 mendorong penggunaan
bahasa Indonesia menjadi bertambah luas dan meliputi berbagai aspek kehidupan
bangsa. Bahasa Indonesia menjadi media berfikir dan berkomunikasi dalam bidang
sosial, poitik, dan budaya termasuk seni dan sastra. Sejalan dengan kebangsaan
yang semakin kuat, masyarakat bangsa Indonesia merasa bangga berbahasa
Indonesia.
B.
Saran
Setelah
menganalisis dan mengetahui perkembangan dan sejarah bahasa Indonesia, yang
awalnya merupakan bahasa Melayu. Dari sini kita dapat mengambil pelajaraan dan
hikmah dari mempelajari perkembangan dan sejarah bahasa Indonesia. Maka dari
itu saran penyusun kepada para pembaca antara lain:
·
Dapat mengimplementasikan Bahasa
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam forum resmi saja
tetapi juga dalam kesehariannya.
·
Menghargai Bahasa Indonesia dengan
sebenarnya
·
Bangga berbahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional
·
Tetap menjaga eksistensi Bahasa
Indonesia sebagai bahasa Nasional
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:
Sejarah dan Perkembangan ke Arah Bahasa
Indonesia dan Bahasa Indonesia, Drs. Umar Yunus, 1969, Jakarta: Bhratara
Sumber:
Pendidikan Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Buku Pegangan Kuliah Bahasa Indonesia
FBS UNY,1993, Jogjakarta: UPP IKIP Jogjakarta.
file:///I:/b%20indonesia/Bahasa_Indonesia.htm
0 Komentar