MAKALAH
BAHASA INDONESIA
VERBA DALAM
BAHASA INDONESIA
Makalah
ini disusun untuk memenuhi
salah satu
tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Disusun
oleh:
Rizqi
Munandar
NIM 10108241082
Kelas II C
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
B. Tujuan
Penulisan ............................................................................................... 2
BAB
II KAJIAN PUSTAKA
BAB
IV PEMBAHASAN
A. Ciri-Ciri
Verba .......................................................................................... ....... 4
B. Verba
dari Segi Perilaku Semantisnya............................................................... 4
C. Verba
dari Segi Perilaku Sintaksis..................................................................... 6
D. Verba dari
Segi Bentuknya.................................................................. 7
E. Morfologi
dan Semantik Verba Transitif........................................................... 8
F. Verba
Majemuk................................................................................................ 11
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Bahasa
merupakan alat komunikasi manusia yang paling pertama digunakan. Dengan bahasa,
manusia mampu menyampaikan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan. Proses
pembentukan bahasa ini melibatkan proses yang lama. Pada zaman dahulu, bahasa
yang digunakan masih sangat sederhana. Seiring dengan perkembangan waktu,
bahasa mengalami perubahan menyesuaikan situasi dan kondisi. Terjadi penambahan
kosa kata untuk hal-hal yang baru. Kosa kata yang sudah tidak relevan diganti
dengan kosa kata yang baru. Sehingga perkembangan bahasa sendiri bersifat
dinamis, menyesuaikan kebutuhan masyarakat yang menggunakan bahasa itu.
Di indonesia sendiri, bahasa Indonesia mengalami
perkembangan. Bahasa Indonesia dahulunya berasal dari Bahasa Melayu. Kenapa
Bahasa Melayu yang digunakan? Karena struktur Bahasa Melayu lebih sederhana
dibandingkan dengan bahasa yang lain dan pemakaiannya di Indonesia pada saat
itu pun mencapai jumlah terbanyak dibandingkan dengan bahasa yang lain.
Untuk memudahkan pembelajaran Bahasa Indonesia, dibuatlah
Tata Bahasa Indonesia. Sebelumnya, Indonesia menggunakan ejaan yang belum
disempurnakan. Seiring perkembangan waktu, Bahasa Indonesia dibakukan dengan
sistem Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dengan EYD, pembelajaran Bahasa
Indonesia menjadi lebih mudah karena apa yang dibaca dan yang diucapkan adalah
sama seperti yang tertulis di tulisan.
Dalam Bahasa Indonesia sendiri, ada bidang pembahasan
seperti fonologi, morfologi, nomina (kata benda), verba (kata kerja), adjektiva
(kata sifat), adverbia, kata tugas,
afiks, kata majemuk, semantik, frasa, klausa, kalimat, dan lain sebagainya.
Untuk lebih memudahkan pembahasan, penulis memilih salah satu bidang bahasan
dalam Bahasa Indonesia yaitu “Verba
dalam Bahasa Indonesia.” Penulis memilih bahasan topik tersebut karena
dirasa penting bagi pengguna Bahasa Indonesia itu sendiri. Dalam kehidupan
sehari-hari, akan sangat kesulitan bila berbicara tanpa menggunakan verba.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai verba dalam Bahasa Indonesia.
2.
Tujuan
Tujuan
ditulisnya makalah ini adalah untuk mengetahui:
a. Ciri-ciri verba
b. Verba dari segi perilaku semantisnya
c. Verba dari segi perilaku sintaksisnya
d. Verba dari segi bentuknya
e. Morfologi dan Semantik Verba Transitif
f. Verba majemuk
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kata
kerja atau verba biasanya dibatasi sebagai kata-kata
yang menyatakan perbuatan atau tindakan. Namun, batasan ini masih kabur
karena tisak mencakup kata-kata seperti tidur
dan meninggal yang dikenal sebagai kata kerja, tetapi tidak menyatakan
perbuatan atau tindakan (Gorys Keraf, 1991:72).
Verba dapat dikenali melalui (1) bentuk morfologis, (2)
perilaku sintaksis, (3) perilaku semantis dari keseluruhan kalimat. Selain itu,
verba dapat didampingi dengan kata tidak (Widjono
Hs, 2005: 121)
Kata
kerja (verba) adalah kata yang menyatakan tindakan (Ramlan, 1991). Secara
menyeluruh, verba dapat dikatakan sebagai kata yang menyatakan perbuatan atau
tindakan, proses, dan keadaan yang bukan sifat. Kata kerja pada umumnya
menduduki fungsi predikat dalam kalimat.1
Dalam
tata bahasa tradisional (Verhaar, 1997: 83), jenis kata ialah golongan kata
yang mempunyai kesamaan bentuk, fungsi, dan perilaku sintaksisnya. Kata kerja
(verba) adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku. Misalnya
mengetik, mengutip, meraba, mandi, makan dan lain-lainnya.2
Dalam
buku Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia (Editor Rusyana & Samsuri,
1976), M. Ramlan mengemukakan bahwa penggolongan kata dalam tata bahasa struktural
tidak ditentukan berdasarkan arti, melainkan secara gramatikal, berdasarkan
sifat atau perilakunya dalam membentuk satu golongan kata. Menurut versi
Ramlan, kata kerja adalah golongan dari kata ajektiva yaitu semua kata yang
tidak dapat menduduki tempat objek, dan yang dinegatifkan dengan kata tidak.3
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Ciri-Ciri
Verba
Berikut ciri-ciri
verba:
1.
Verba memiliki fungsi
utama sebagai predikat atau sebagai initi predikat walaupun dapat juga mempunya
fungsi lain.
Contoh:
(1) Pencuri itu lari.
(2) Mereka sedang belajar di kamar.
(3) Bom itu seharusnya tidak meledak.
(4)
Orang asing itu tidak akan suka masakan Indonesia.
Bagian yang dicetak miring adalah
predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian lain dari kalimat itu. fungsi
dari bagian yang dicetak miring di atas adalah sebagai inti predikat.
2.
Verba mengandung makna
inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
3.
Verba, khususnya yang
bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’. Verba seperti mati atau suka, misalnya,
tidak dapar diubah menjadi *termati
atau *tersuka.
4.
Pada umumnya verba
tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak
ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pergi, dan *bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.
B. Verba dari Segi
Perilaku Semantisnya
Tiap verba memiliki makna inheren yang
terkandung di dalamnya. Verba lari dan
belajar pada contoh (1) dan (2) di
atas, misalnya, mengandung makna inheren perbuatan. Verba seperti itu biasanya
dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan Apa
yang dilakukan oleh subjek? Verba lari,
misalnya, dapat menjadi jawaban atas pertanyaan Apa yang dilakukan oleh pencuri itu?
Demikian pula verba belajar dan beberapa verba perbuatan berikut dapat menjawab
pertanyaan seperti di atas.
mendekat mandi
mencuri memberhentikan
membelikan menakut-nakuti
memukuli naik haji
Verba meledak pada kalimat (3) di atas, dan banyak verba lainnya,
mengandung makna inheren proses. Verba yang mengandung makna itu biasanya dapat
menjawab pertanyaan Apa yang terjadi pada
subjek? Pada contoh (3) di atas, kita dapat bertanya, Apa yang terjadi pada ‘bom itu’? Jawabannya: Bom itu meledak. Verba proses juga menyatakan adanya perubahan dari
suatu keadaan ke keadaan yang lain. Membesar,
misalnya, menyatakan perubahan dari keadaan yang kecil ke keadaan yang
tidak kecil lagi.
Beberapa contoh verba proses yang lain
adalah:
mati meninggal
matuh kebanjiran
mengering terbakar
mengecil terdampar
Semua verba perbuatan dapat dipakai
dalam kalimat perintah, tetapi tidak semua verba proses dapat dipakai dalam
kalimat seperti ini. Misalnya, dari verba lari
dapat dibentuk kalimat perintah Lari!
Atau Larilah!. Namun, dari verba meledak tidak dapat dibentuk kalimat
perintah *Meledak(lah), kecuali dalam
kasus-kasus khusus seperti dalam pertunjukan sulap ketika penyulap, misalnya
memerintahkan topinya untuk meledak.
Perbedaan makna inheren antara verba
perbuatan dan verba proses itu perlu diperhatikan. Kita tidak dapat, misalnya,
bertanya Apa yang terjadi pada pencuri
itu? dan mendapat jawaban Dia lari.
Demikian pula kita tidak dapat bertanya Apa
yang dilakukan oleh bom itu? dengan jawaban Bom itu meledak.
Verba suka pada kalimat (4) di atas
mengandung makna inheren keadaan. Verba yang mengandung makna keadaan umumnya
tidak dapat menjawab kedua jenis pertanyaan di atas dan tidak dapat dipakai
untuk membentuk kalimat perintah. Verba keadaan menyatakan bahwa acuan verba
berada dalam situasi tertentu.
Verba keadaan sering sulit dibedakan
dari adjektiva karena kedua jenis kata itu mempunyai banyak persamaan. Bahkan
dapat dikatakan bahwa verba keadaan yang tidak tumpang-tindih dengan adjektiva
jumlahnya sedikit. Satu ciri yang umumnya dapat membedakan keduanya ialah bahwa
prefiks adjektiva ter- yang berarti
‘paling’ dapat ditambahkan pada adjektiva, tetapi tidak pada verba keadaan.
Dari adjektiva dingin dan sulit, misalnya, dapat dibentuk terdingin (paling dingin) dan tersulit (paling sulit), tetapi dari suka tidak dapat dibentuk *tersuka. Contoh lain dari kelompok verba
keadaan ini adalah mati dan berguna.
Makna inheren suatu verba tidak terikat
dengan wujud verba tersebut. Artinya, apakah suatu verba berwujud kata dasar,
kata yang tanpa afiks, atau yang dengan afiks, hal itu tidak mempengaruhi makna
inheren yang terkandung di dalamnya. Dasar verba seperti beli menyatakan perbuatan; demikian pula verba asal pergi. Verba berafiks menguning menyatakan suatu proses
perubahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain.
Makna inheren juga tidak selalu
berkaitan dengan status ketransitifan suatu verba. Suatu verba taktransitif
dapat memiliki makna inheren perbuatan (misalnya, pergi) atau proses (misalnya, menguning).
Sementara itu, verba transitif pada umumnya memang mengandung makna inheren
perbuatan meskipun tidak semuanya demikian. Verba transitif mendengar atau melihat, misalnya, tidak menyatakan perbuatan.
Di samping ketiga makna inheren di atas,
ada pula makna-makna lain yang terdapat pada verba-verba tertentu. Verba
seperti mendengar atau melihat seperti dicontohkan di atas
berbeda makna inherennya dengan mendengarkan
atau meperlihatkan. Mendengar dan
melihat merujuk pada peristiwa yang
terjadi begitu saja pada seseorang, tanpa kesengajaan atau kehendaknya.
Seseorang yang mendengar nyanyian, misalnya, mengalami suatu peristiwa, yakni
adanya suara yang masuk ke telinganya tanpa dia kehendaki. Peristiwa ini
berbeda dengan mendengarkan karena dalam mendengarkan
terkandung pengertian kesengajaan. Dengan demikian, kalimat Dia mendengar lagu itu berbeda makna
dengan Dia mendengarkan lagu itu. verba
seperti mendengar dan melihat dinamakan verba pengalaman. Verba tahu,
lupa, ingat, menyadari, dan merasa, misalnya,
juga tergolong dalam verba pengalaman.
Makna yang terkandung dalam verba dapat
pula muncul karena adanya afiksasi. Apabila ada suatu verba dan pada verba itu
kita tambahkan afiks tertentu, akan muncul makna tambahan. Verba membeli, misalnya, adalah verba
perbuatan. Apabila ditambahkan sufiks –kan
pada verba ini (sehingga menjadi membelikan),
maka muncul makna tambahan, yakni ‘perbuatan itu dilakukan untuk orang lain.
‘Tambahan sufiks –i pada verba memukul (sehingga menjadi memukuli) memberikan makna tambahan
‘perbuatan itu dilakukan lebih dari satu kali. ‘Tambahan prefiks ter- pada bawa (sehingga menjadi terbaawa)
memberikan makna tambahan ‘tidak sengaja’, dan seterusnya.
C.
Verba
dari Segi Perilaku Sintaksisnya
1. Verba
Transitif
Verba transitif adalah verba yang
memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat
berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Contoh:
(5)
Ibu sedang membersihkan kamar itu.
(6)
Rakyat pasti mencintai pemimpin yang jujur.
Verba yang
dicetak miring adalah verba transitif. Masing-masing diikuti oleh nomina atau
frasa nominal, yaitu kamar itu, pemimpin
yang jujur. Nomina dapat juga dijadikan subjek pada kalimat pasif seperti
(5a) Kamar itu sedang dibersihkan oleh ibu.
(6a) Pemimpin yang jujur pasti dicintai oleh rakyat.
2. Verba
Taktransitif
Verba
taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat
berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Contoh:
(7)
Maaf, Pak, Ayah sedang mandi
(8)
Kami harus bekerja keras untuk
membangun negara.
3. Verba
Berpreposisi
Ialah
verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu, seperti yang
terdapat dalam kalimat berikut.
(9)
Kami belum tahu akan hal itu.
(10)
Saya sering berbicara tentang hal
ini.
D.
Verba
dari Segi Bentuknya
1.
Verba Asal
Ialah
verba yang dapat berdiri sendiri tanpa affiks.Contoh adalah sebagai berikut.
(11)
Di mana Bapak tinggal?
(12)
Segera setelah tiba di Jawa, kirimlah
surat ke mari.
2.
Verba turunan
Adalah
verba yang dibentuk melalui transposisi, pengafiksan, reduplikasi
(pengulangan), atau pemajemukan (pemaduan).
Transposisi adalah
proses penurunan kata yang memperlihatkan peralihan suatu kata dari kategori
sintaksis yang satu ke kategori sintaksis yang lain tanpa mengubah
bentuknya.dari nomina jalan,
misalnya, diturunkan verba jalan.
Pengafiksan adalah
penambahan afiks pada dasar. Contoh:
Dasar Verba Turunan
beli membeli
darat mendarat
besar memperbesar
Reduplikasi adalah
pengulangan suatu dasar. Contoh:
Dasar Verba Turunan
lari lari-lari
makan makan-makan
tembak tembak-menembak
pemajemukan adalah
penggabungan atau pemaduan dua dasar atau lebih sehhingga menjadi satu satuan
makna.
Dasar Verba Turunan
jual,
beli jual beli
jatuh,
bangun jatuh bangun
salah,
sangka salah sangka
E.
Morfologi
dan Semantik Verba Transitif
Ada
verba transitif dalam bahasa Indonesia yang terbentuk dengan proses penurunan
kata. Proses penurunan yang bisa mengakibatkan perubahan bentuk bentuk ini
sering pula membawa perubahan atau tambahan makna. Penurunan verba beserta
maknanya akan disajikan dalam bagian-bagian berikut.
1. Penurunan
verba Transitif
a. Penurunan
melalui Trransposisi
Adalah pemindahan dari
satu kelas kata ke kelas kata lain tanpa perubahan bentuk. Ada kelompok kata
dalam bahasa Indonesia yang memiliki kelas kata ganda, misalnya sebagai nomina
ataupun sebagai verba. Misal kata seperti jalan.
Kata jalan dipakai sebagai verba
dalam kalimat Mari kita jalan atau
sebagai nomina seperti dalam kalimat Nama
jalan ini apa?
Berikut adalah
contoh-contoh transposisi verba.
Nomina Verba
Tak Formal Formal
jalan jalan berjalan
cangkul cangkul mencangkul
telepon telepon menelepon
gunting gunting menggunting
b. Penurunan
melalui Afiksasi
Verba transitif dapat
diturunkan dari berbagai dasar dengan menggunakan prefiks meng-, termasuk meng- yang
berkombinasi baik dengan suffiks –kan dan
–i maupun dengan gabungan
prefiks-suffiks per-kan dan per-i. Dalam kalimat pasif, prefiks meng- digantikan oleh prefiks di- atau ter-.
1) Penurunan
verba transitif dengan meng-
Ver transitif yang
diturunkan adalah verba dasar seperti beli,
cari, dan ambil; tidak boleh dari dasar lain seperti nomina (misalnya, darat). Berikut adalah beberapa contoh.
beli => membeli
cari => mencari
lihat => melihat
pakai => memakai
ambil => mengambil
2) Penurunan
verba transitif dengan –kan
Dalam
wujud aktifnya, sufiks –kan dapat
berkombinasi dengan prefiks meng sehingga
menghasilkan kombinasi meng-kan. Sebagian
dasar mutlak memerlukan kehadiran sufiks –kan
karena hanya dengan meng- saja
status verba tidak dapat dimunculkan. Dasar seperti kerja dan boleh tidak
dapat diturunkan menjadi *mengerja, dan
*memboleh. Untuk memperoleh status
verba, sufiks –kan mutlak diperlukan.
Dengan demikian, verbanya adalah mengerjakan,
dan membolehkan.
Sebagian
dasar yang lain dapat diturunkan menjadi verba dengan meng-kan tetapi sufiks –kan wajib
ada hanya apabila verba tersebut harus bersifat transitif. Dengan kata lain,
dengan prefiks meng- saja sebenarnya
telah terbentuk verba, tetapi statusnya taktransitif. Pada umumnya dasar
menurunkan verba seperti ini adalah adjektiva meskipun dasar lain seperti
nomina atau pronomina juga dipakai. Dasar seperti kuning, misalnya, dapat diturunkan menjadi verba menguning, tetapi statusnya
taktransitif. Bila status transitif dikehendaki, sufiks –kan wajib muncul sehingga terbentuklah verba transitif menguningkan. Contoh lain seperti, besar-membesarkan, satu-disatukan, dan
lain sebagainya.
Sebagian
dasar yang lain lagi dapat diturunkan menjadi verba transitif dengan
menambahkan meng-kan. Seperti halnya
dengan kelompok di atas, sebenarnya tanpa sufiks –kan pun benruk ini telah dapat berfungsi sebagai verba. Perbedaan
dengan kelompok di atas adalah bahwa dalam kelompok di atas verba yang hanya
dengan meng- itu berstatus
taktransitif (misalnya, melebar).
Pada kelompok yang sekarang ini, verba yang hanya dengan meng- ini sudah berstatus transitif. Dengan ditambahkan sufiks –kan, statusnya berubah dari
ekatransitif menjadi dwitransitif. Pada umumnya dasar yang dipakai telah
berstatus verba pula. Dari dari dasar beli,
misalnya, dapat diturunkan verba ekatransitif membeli dan dwitransitif membelikan.
Pembentukan verba dengan sufiks –kan begitu
produktif sehingga boleh dikatakan dasar apapun dapat dipakai, termasuk frasa
preposisi, nama diri, dan akronim. Contoh: ke
depan menjadi mengedepankan.
Indonesia menjadi mengindonesiakan.
Berdikari menjadi memberdikarikan.
ABRI menjadi meng-ABRI-kan.
3) Penurunan
Verba Transitif dengan –i
Dalam bentuk aktifnya,
verba transitif yang diturunkan dengan sufiks –i dapat pula berkombinasi dengan prefiks meng-. Ada sejumlah kata dasar yang mutlak memerlukan kehadiran
sufiks –i ini untuk memperoleh status
verba. Dasar seperti restu, misalnya,
tidak dapat menjadi verba hanya dengan meng-
saja sehingga tidak ada verba *merestu.
Sufiks –i harus ditambahkan
sehingga terbentuklah verba transitif merestui.
Contoh lain dari kelompok ini adalah mengadili,
menghendaki, membiayai, mewarnai, dan lain-lain.
4) Penurunan
Verba Transitif dengan per- dan –kan/i
Verba yang diturunkan
dari bermacam-macam pangkal dengan afiks per-,
per-kan, dan per-i dibicarakan
bersama karena jumlah verba dalam kelompok ini tidak banyak. Dalam bentuk
aktifnya, kebanyakan verba kelompok ini dibentuk dengan menambahkan meng- dan per- saja. Contoh: memperbanyak,
mempermudah, memperbesar, memperketat, mempersulit, dan lain sebagainya.
Untuk sebagian dasar
yang lain todak cukup hanya dengan penambahan memper, tetapi masih memerlukan sufiks pula. Dalam hal ini, sufiks –kan banyak dipakai untuk menurunkan
verba memper-kan. Contoh: memperbincangkan, mempermasalahkan,
mempermainkan, mempersembahkan, mempertimbangkan, dan lain sebagainya.
Ada juga sufiks lain
yang dipakai, yaitu –i. Contoh: memperbaiki, mempersenjatai, memperbarui, dan
lain sebagainya.
5) Penurunan
Verba Transitif dengan di- dan ter-
Seperti dinyatakan
sebelumnya, verba aktif transitif yang berprefiks meng-, baik dalam kombinasinya dengan prefiks lain maupun tidak,
dapat diubah menjadi bentuk pasif dengan mengganti prefiks meng- dengan prefiks di-:
memakai-dipakai, menembak-ditembak, memperbesar-diperbesar, dan sebagainya.
Maknanya tentu saja berubah karena urutan sintaksisnya pun berubah.
Contoh:
(13) Tuti memakai baju batik malam itu.
(14) Baju batik dipakai oleh Tuti malam itu.
Verba yang berprefiks ter- pada umumnya erat berkaitan dengan
verba yang berprefiks di-. Pembentukan
dengan ter- juga produktif karena
pada umumnya verba transitif yang berprefiks meng- bisa diubah menjadi verba dengan ter-.
Contoh:
membawa => dibawa => terbawa
mengungkapkan => diungkapkan => terungkapkan
6) Penurunan
Melalui Reduplikasi
Verba transitif juga
dapat diturunkan dengan mengulangi kata dasar, umumnya dengan afiksasi pula,
bahkan ada yang dengan perubahan vokalnya. Contoh: menyobek-nyobek,
menerka-nerka, menimang-nimang, mencorat-coret, dan sebagainya.
Makna umum dari
pengulangan seperti ini adalah bahwa perbuatan yang dinyatakan oleh verba
tersebut dilakukan lebih dari satu kali dan tanpa suatu tujuan yang khusus.
Terdapat perbedaan makna antara kedua kalimat berikut.
(15) Halaman itu dia balik.
(16) Halaman itu dia bolak-balik.
F.
Verba
Majemuk
Adalah
verba yang terbentuk melalui proses penggabungan satu kata dengan kata yang
lain. Karena proses seperti ini dapat
pula menimbulkan kelompok lain yang dinamakan idiom, maka perlu dijelaskan
perbedaan antara verba majemuk dengan idiom. Dalam verba majemuk, penjejeran
dua kata atau lebih itu menumbuhkan makna yang secara langsung masih bisa
ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Sebagai contoh, kata terjun dan kata payung dapat digabungkan menjadi terjun payung. Makna dari perpaduan ini masih bisa ditelusuri dari
makna kata terjun dan kata payung, yakni ‘melakukan terjun dari
udara dengan memakai alat semacam payung.’ Perpaduan ini dinamakan pemajemukan
dan verba yang dihasilkannya adalah verba majemuk.
Idiom
juga merupakan perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna dari perpaduan ini
tidak dapat secara langsung ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Kata naik, misalnya, dapat dipadukan dengan kata darah sehingga menjadi naik
darah. Akan tetapi, perpaduan ini telah menumbuhkan makna tersendiri yang
terlepas dari makna naik maupun darah. Makna naik
darah tidak ada kaitannya dengan darah yang naik. Kata-kata seperti naik haji, makan hati (dalam arti
‘menderita’), angkat kaki, dan gulung tikar adalah idiom juga.
Kalau
dipakai formula untuk membedakan idiom dengan verba majemuk, maka perbedaan itu
adalah:
Idiom : A+B menimbulkan C
Verba
majemuk : A+B menimbulkan AB
Uraian
berikut menyangkut verba majemuk dari segi bentuknya, yaitu tentang verba
majemuk dasar, verba majemuk berafiks, dan verba majemuk berulang.
1. Verba
Majemuk Dasar
Adalah
verba majemuk yang tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang, serta
dapat berdiri sendiri dalam frasa, klausa, atau kalimat, seperti yang terdapat
dalam ontoh-contoh berikut.
(13)
Komisi II DPR akan temu wicara dengan
wartawan.
(14)
Kenapa kamu maju mundur terus?
2. Verba Majemuk Beraffiks
Adalah
verba yang mengandung afiks tertentu, seperti yang terdapat dalam kalinat
berikut.
(15)
Mereka menyebarluaskan berita itu ke
seluruh desa.
(16) Anggota partai itu mengikutsertakan keluarganya.
3. Verba
Majemuk Berulang
Verba
majemuk dalam bahasa Indonesia dapat direduplikasikan jika kemajemukannya
bertingkat dan jika intinya adalah bentuk verba yang dapat direduplikasikan
pula. Contoh,
naik pangkat -> naik-naik
pangkat
pindah tangan -> pindah-pindah
tangan
KESIMPULAN
Ciri-ciri Verba:
1.
Verba memiliki fungsi
utama sebagai predikat atau sebagai initi predikat walaupun dapat juga mempunya
fungsi lain.
2.
Verba mengandung makna inheren
perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
3. Verba,
khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’.
4. Pada
umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan.
Verba
dari Segi Perilaku Semantisnya: Tiap verba memiliki makna inheren yang
terkandung di dalamnya.
Verba
dari Segi Perilaku Sintaksisnya
1.
Verba transitif
2.
Verba taktransitif
3.
Verba berpreposisi
Verba dari segi bentuknya:
1.
Verba asal
2.
Verba turunan
Morfologi dan Semantik Verba Transitif
2. Penurunan
verba Transitif
3. Penurunan
melalui Afiksasi
Verba
Majemuk
1. Verba
Majemuk Dasar
2. Verba
Majemuk Beraffiks
3. Verba
Majemuk Berulang
DAFTAR
PUSTAKA
Buha Aritonang, Mangantar Napitupulu,
Wati Kurniawati. 2000. Verba dan
Pemakaiannya dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Widjono Hs. 2005. Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
Hasan Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
2http://arniyati.blogspot.com/2011/01/verba.html
3
http://arniyati.blogspot.com/2011/01/verba.html
0 Komentar