MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Akhlak, Etika, & Moral
DOSEN PENGAMPU : Suparlan
DISUSUN OLEH :
Rizqi Munandar 10108241982
Ervan Adi Kusuma 10108241108
Agus Purwanto 10108241097
Sigit Dwi Nugroho 10108241099
Saryanto 10108241115
PGSD S-1
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga makalah ini
dapat kami selesaikan dengan judul:
“Akhlak,
Etika, dan Moral”
Makalah
ini kami susun guna melengkapi tugas mata kuliah “PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM”
semester II, program pendidikan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Tidak
lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan dan penulisan makalah ini.
1. Tuhan Yang Maha Esa.
2. Bapak
Suparlan..
3. Keluarga kami yang telah memberikan dukungan.
4. Semua pihak yang telah mendukung
terselesaikannya makalah ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat
memberikan tambahan pengetahuan bagi pembaca dan sekaligus mendorong adanya
makalah-makalah lain yang sejenis untuk memajukan wawasan ilmu pengetahuan.
Sekian kata pengantar dari kami, apabila ada kesalahan
dalam pembuatan dan penulisan makalah ini kami mohon maaf. Tiada gading yang
tak retak.
Yogyakarta ,
April 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
........................................................................................ ii
DAFTAR ISI
...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
..................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
........................................................................ 2
A. Pengertian
............................................................................. 2
B. Ruang
Lingkup Akhlak ........................................................ 7
C. Problema
Perbuatan Baik ..................................................... 12
D. Motivasi
Berbuat Baik.............. ............................................ 17
BAB III PENUTUP
............................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA
......................................................................................... 19
BAB
I
PENDAHULUAN
Kejayaan suatu
bangsa akan terwujud apabila akhlak mulia dimiliki oleh segenap warganya. Demikian
sebaliknya apabila rusak akhlak suatu bengsa maka akan terjadilah kehancuran
suatu bangsa. Sedemikian penting peranan akhlak dalam kehidupan manusia,
kejayaan dan kehancuran bangsa ditentuka oleh setiap manusia yang ada
didalamnya. Nabi Muhammad di utus Allah sebagai Nabi dan Rosul ditengah
masyarakat yang hancur akhlaknya, mengandung makna yang mendalam bagi
penyelamatan hidup bangsa-bangsa di dunia. Keutusan Muhammad merupakan
penyelamat dunia dari kebinasaan yang dilakukan oleh umat manusia.
Membahas
dab menyadarkan manusia akan urgensi akhlak bagi kehidupan serta
mengimplementasikan dalam praktik hidup menjadi suatu keharusan bagi setiap
insan yang beriman. Namun, nampaknya realitas dunia modern yang sarat dengan
berbagai fasilitas hidup kareana perkembangan teknologi yang telah menjadikan
manusia berpaling dari tatanan akhlak yang dibangun Rosulullah. Menjalani
kehidupan dengan tatana akhlak dipandang sebagai kehiduapn yang ketinggalan
zaman dan ajuh dari modern. Realitas betapa kehancuran tengah menghadang dunia
semestinya menyadarkan manusia untuk kembali kepada fitrahnya sebagai manusia
yang diciptakan Allah dengan kemuliaan akhlak. Manusia yang sanggup menempatkan
akhlak sebagai panglima dalam kehidupannya akan menempati kedudukan sebagai
manusia mukmin yang sempurna.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
A.
Etika
Etika
besal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat kebiasaan. Etika merupakan
bagian dari filsafat, yakni filsafat tentang nilai, kesusilaan baik dan buruk.
Etika selain mempelajari nilai-nilai juga membahas tentang pengetahuan
nilai-nilai. Secara terminologi, pengertian etika dapat dilihat dari beberapa definisi:
Dalam Dictionary of
Education:
Ø Ethics is the study of
human behavior not only to find the truth of things as they are but also to
enquire into the worth or goodness of human actions.
(Etika adalah studi
tentang tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan kebenarannya sebagaimana
adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkah laku
manusia)
Ø The science of human
conduct, concerned with judgement of obligation (rightness or wrongness
oughtness) and judgement of value (goodness and badness)
(Ilmu tentang tingkah
laku manusia yang berkenaan dengan ketentuan kewajiban (kebenaran atau
kesalahan) dan ketentuan tentang nilai (kebaikan dan keburukan)
Etika sebagai salah satu cabang
dari filsafat yang membahas tentang tingkah laku manusia dan untuk menentukan
nilai tingkah laku tersebut. Menentukan nilai tingkah laku baik atau buruk
dengan menggunakan akal fikiran. Dengan akalnya manusia dapat menentukan dan
memutuskan nilai baik atau nilai buruk pada perbuatannya.
B.
Moral
Moral
berasal dari bahasa Latin ‘Mores’ yaitu jamak dari ‘Mos’ yang berarti adat
kebiasaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, moral adalah baik buruk perbuatan
dan kelakuan.
Dalam
Dictionary of Education;
A moral is a term use to delimit those characters,
trait, intentions, judgements or acts which can appropriately designated as
right, wrong, good, bad
(Istilah
yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai kehendak,
pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik dan
buruk).
Dalam The Advanced Learner’s Dictionary of Current English dikemukakan
beberapa pengertian moral:
Ø Corcerning principle of
right and wrong
(prinsip-prinsip yang
berkaitan dengan benar dan salah)
Ø Good and virtuous
(baik dan buruk)
Ø Able to understand the
different between right and wrong
(Kemampuan untuk
memahami perbedaan antara benar dan salah)
Ø Teaching or ilustrating
good behavior
(Ajaran atau gambaran
tingkah laku yang baik)
Moral
merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas
manusia dengan nilai baik dan buruk, benar atau salah. Dalam kehidupan
sehari-hari seseorang bertingkah laku baik sering disebuy sebagai orang yang
bermoral. Tolok ukur nilai baik dan buruk dalam pembahasan moral adalah
perilaku yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima oleh masyarakat mengenai
tindakan manusia yang baik dan wajar.
Dalam
hal ini moral mengukur baik buruk tingkah laku manusia dilihat kesesuaiannya
dengan adat istiadat yang berlaku umum dan diterima dalam satu kesatuan sosial
masyarakat atau lingkungan tersebut. Oleh karena itu baik buruk moral hanya
bersifat lokal saja.
Perbuatan
baik dan buruk menjadi adat kebiasaan karena dua faktor, yakni kesukaan hati
pada suatu pekerjaan dan menerima kesukaan itu dengan melahirkan suatu
perbuatan yang diulang-ulang secukupnya (Ahmad Amin, 1993:21). Berulangnya
suatu perbuatan saja tidak membentuk suatu kebiasaan apabila tanpa diikuti oleh
kesukaan melakukan perbuatan itu. Demikian juga kesenangan melakukan perbuatan
tidak akan membentuk kebiasaan apabila tidak dilakukan secara berulang-ulang.
C.
Akhlak
Akhlak secara etimologis berasal
dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamak dari khulq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabiat. Ahmad amin mengatakan Akhlak adalah
kebiasaan kehendak. Jadi apabila kehendak itu dibiasakan maka kebiasaannya itu
disebut akhlak. Imam Ghazali dalam Ihya
Ulumuddin mengemukakan: “al-khulq
ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Pada hakekatnya akhlak (budi
pekerti, perangai) adalah suatu sifat yang melekat dalam jiwa dan menjadi
kepribadian, dari situlah memunculkan perilaku/perbuatan yang spontan, mudah,
tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila perilaku yang muncul
dengan mudah dan tanpa dibuat-buat itu adalah perilaku yang baik, maka dia
berakhlak baik, akan tetapi jika perilaku yang muncul dengan mudah dan tanpa
dibuat-buat itu perilaku yang jelek/buruk, maka dia berakhlak buruk, atau budi
yang tercela.
Ahmad Amin (1993: 62)
mendefinisikan akhlak adalah kebiasaan kehendak, atau kehendak yang dibiasakan.
Apabila kehendak dibiasakan memberi, kebiasaan kehendak ini adalah dermawan.
Akhlak adalah menangnya keinginan dari beberapa keinginan manusia yang langsung
dan berturut-turut. Seseorang yang dermawan adalah orang yang menguasai
keingainan memberi dan keinginan ini selalu ada padanya apabila terdapat
keadaan yang menariknya, kecuali dalam keadan yang luar biasa. Sedangkan orang
yang kikir adalah orang yang dikuasai oleh kehendak suka terhadap harta benda
dan mengutamakannya dibandingkan ia menafkahkan untuk orang lain. Orang yang
baik adalah orang yang menguasai keinginan/kehendak baik dengan langsung
berturut-turut, sebaliknya orang jahat adalah orang yang menguasai kehendak
jahat dan durhaka. Orang yang tidak dikuasai oleh kehendak/keinginan tertentu
secara terus menerus, maka ia orang yang tidak berbudi. Seseorang yang ingin
memberi satu kali kemudian ingin menyimpan harta pada saat keadaan harus
memberi lalu ia tidak memberi, maka ia bukan orang dermawan dan bukan pula
orang kikir.
Akhlak membicarakan nilai baik
buruk perbuatan manusia seperti halnya dalam etika dan moral. Yunahar Ilyas
(2004: 12-14) memberikan 5 ciri akhlak yaitu:
·
Akhlak Rabbani
·
Akhlak Manusiawi
·
Akhlak Universal
·
Akhlak Keseimbangan
·
Akhlak Realistik
1.
Akhlak
Rabbani
Ajaran
akhlak dalam Islam bersumber pada al-quran dan as-sunnah. Di dalam al-Quran
terdapat 1.500 ayat yang mengandung ajaran akhlak, baik yang bersifat teoritis
maupun praktis. Demikian halnya dalam Hadist Nabi banyak yang memberikan
pedoman akhlak.
Sifat Rabbani dari akhlak berkaitan
dengan tujuannya, yakni memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ciri
Rabbani menegaskan bahwa akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan
situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak. Akhlak
Rabbani mampu menghindari dari kekacauannilai moralitas dalam hidup manusia. Di
dalam al-Quran surat al-An’am ayat 153 disebutkan, yang artinya:
“Inilah jalanku yang
lurus: hendaknya kamu mengikutinya; jangan ikuti jalan-jalan lain; sehingga
kamu bercerai berai dari jalan-Nya. Demikian diperintahkan kepadamu, agar kamu
bertaqwa”.
2.
Akhlak
Manusiawi
Ajaran
akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntutan fitrah manusia. Kerinduan jiwa
manusia kepada kebaikan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlak dalam
Islam. Ajaran akhlak dalam Islam diperuntukan bagi manusia yang merindukan
kebahagiaan dalam arti hakiki, bukan kebahagiaan semu. Akhlak Islam adalah
akhlak yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk yang
terhormat, sesuai dengan fitrahnya.
3.
Akhlak
Universal
Ajaran akhlak dalam Islam sesuai
dengan kemanusiaan yang universal yang mencakup segala aspek hidup manusia,
baik dimensi vertikal maupun horisontal. Contohnya al-Quran menyebutkan sepuluh
macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang, yakni menyekutukan Allah,
durhaka kepada kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji
baik secara terbuka maupun tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah,
makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain
dengan kewajiban melampaui kekuatannya, persaksian tidak adil, mengkhianati
janji dengan Allah (Qs, al-An’am, 6:151-152). Sepuluh macam kebutuhan ini
adalah niali-nilai yang bersifat universal bagi siapapun, di manapun dan
kapanpun terjadi akan dinyatakan sebagai keburukan.
4.
Akhlak
Keseimbangan
Akhlak dalam Isam berada di tengah
diantara dua sisi. Di satu sisi mengkhayalkan manusia sebagai malaikat yang
menitikberatkan pada sifat kebaikannya dan di sisi lain mengkhayalkan manusia
sebagai hewan yang menitikberatkan pada sifat keburukannya. Manusia dalam
pandangan Islam memiliki dua kekuatan, yakni kekuatan baik yang berada dalam
hati nurani dan akal, dan kekuatan buruk yang berada dalam hawa nafsunya.
Manusia memiliki unsut ruhaniah malaikat dan juga unsur nalurish hewani yang
masing-masing memerlukan pelayanan yang seimbang. Manusia tak hidup hanya di
dunia melainkan juga di akherat. Kehidupan dunia menjadi ladang bagi akherat.
Akhlak Islam memenuhi tuntutan hidup kebutuhan manusia jasmani dan rohani
secara seimbang, memenuhi tuntutan hidup bahagia di dunia dan akherat secara
seimbang pula. Bahkan memenuhi tuntutan keseimbangan memenuhi kebutuhan hidup
pribadi dengan memenuhi kewajiban hidup bermasyarakat. Rasullulah membenarkan
ucapan Salman kepada Abu Darba:
“sesungguhnya
Tuhanmu mempunyai hak yang wajib kau penuhi: dirimu mempunyai hak yang wajib
kau penuhi; pasanganmu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; berikanlah
orang-orang yang mempunyai hak akan haknya.” (HR.
Bukhari).
5.
Akhlak
Realistik
Ajaran akhlak dalam Islam memperhatikan
kenyataan hidup manusia. Meski manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki
kelebihan dibanding makhluk-makhluk yang lain, akan tetapi manusia juga
memiliki kelemahan-kelemahan, memiliki kecenderungan manusiawi dan berbagai
macam kebutuhan material dan spiritual. Dengan kelemahan-kelemahannya itu
manusia sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran. Oleh
karena itu dalam ajaran Islam memberikan kesempatan kepada manusia yang
melakukan kesalahan untuk memperbaiki diri dengan bertaubat. Bahkan dalam
keadaan terpaksa, Islam membolehkan manusia melakukan sesuatu yang dalam keadaan
biasa tidak dibenarkan. Allah berfirman dalam Qs, al-Baqarah, 2:173:
“Barangsiapa
terpaksa, bukan karena membangkan dan sengaja melanggar aturan, tiadalah dia
berdosa. Sungguh Allah maha pengempun lagi Maha penyayang.”
- Ilmu Akhlak
Ilmu
akhlak diartikan sebagai ilmu tatakrama. Ilmu yang berusaha mengenal perilaku
manusia kemudian memberikan hukum kepada perilaku tersebut sebagai perilaku
yang tercela atau mulia sesuai dengan nilai-nilai akhlak. Ahmad Amin
menjelaskan ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang manusia kepada orang
lain, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Ahmad Amin,
1993).
Hamzah Ya’qud dalam Etika Islam
sebagaimana dikutip Asmaraman (1995: 5) mengemukakan pengertian ilmu Akhlak
secara terminologis adalah:
Ø Ilmu
yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela,
tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
Ø Ilmu
pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik buruk, ilmu yang
mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari
seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Ilmu
akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perilaku manusia dan mengajarkan
perilaku baik yang harus dikerjakan dan perilaku buruk yang harus ditinggalkan
dalam pergaulannya dengan Allah, dan alam semesta dalam kehidupan sehari-hari.
2. Ruang Lingkup Akhlak
1.
Obyek Ilmu Akhlak
Dari pengertian tersebut di atas
diketahui bahwa obyek ilmu akhlak adalah perilaku manusia, dan penetapan nilai
perilaku sebagai baik dan buruk. Melihat secara lahiriyah perilaku manusia
dapat digolongkan menjadi :
Ø Perilaku
yang lahir dengan kehendak dan sengaja.
Ø Perilaku
yang lahir tanpa kehendak dan tanpa sengaja.
Jenis
perilaku yang pertama yakni yang lahir dengan kehendak dansengaja, inilah
perilaku yang menjadi obyek dari ilmu akhlak. Jenis kedu tidak menjadi obyak
bagi ilmu akhlak, sebab perilaku-perilaku yang lahir tanpa kehendak menusia
(seperti gerakan reflek mengedipkan mata karena ada benda akan masuk) tidak
menjadi kajian ilmu akhlaq. Perilaku ini tidak dapat dinila baik atau buruk
karena perilaku tersebut terjadi tanpa tanpa di kehendaki dan tanpa sengaja.
Perilaku yang menjadi obyek /kajian
ilmu akhlaq adalah perilaku yagn muncul dengan kehendak dan disengaja sehingga
dapat dinilai baik atau buruk dengan memperhatikan syarat sebagai berikut:
·
Situasi memungkinkan
adanya pilihan ( bukan karena paksaan), adanya kemauan bebas, sehingga perilaku
dilakukan dengan kesengajaan.
·
Yang melakukan tahu apa
yang dilakukan, yakni mengerti tentang nilai baik dan buruk.
Perilaku dapat dinilai baik atau
buruk jika memenuhi dua syarat di atas. Kedengajaan menjadi dasar penilaian
perilaku seseorang. Misalnya, seseorang yang membunuh sewaktu dimedan
perang tidak dikatakan melakukan
kejahatan, karena ia terpaksa dalam situasi perang. Ia terpaksa harus membunuh
musuhnya jika ia tidak ingin terbunuh musuhnya. Seoarang anak yang bermain
kembang api kemudian menyebabkan terjadi kebakaran, ia tidak dapat dikatakan
melakukan kejahatan karena ia tidak/belum tahu akibat dari perbuatannya itu.
Dalam ajaran Islam factor kesengajaan menjadi factor penentu dalam penetapan
nilai perilaku manusia. Seorang muslim tidak berdosa karena melanggar syariat,
jika ia tidak tahu bahwa ia berbuat salah menurut hokum Islam. Sabda Nabi SAW
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Dzar ;
“
Sesungguhnya Allah member ma’af bagiku dari umatku yang tersalah, lupa dan
terpaksa”. Hadis Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Hakim dari Umar bahwa Rosulullah
bersabda ;”tidak berdosa seorang muslim karena tiga perkara, orang gila hingga
sembuh dari gilanya; orang yang tidur hingga terbangun; seorang anak hingga hingga
dewasa”.
Allah berfirman dalam Qs, Al
–Baqarah , 2;286; “Ya Tuhan, janganlah engkau hokum kami jika kami lupa atau
tersalah”
Ada lagi suatu perbuatan yang
menyerupai perbuatan tersebut dan sering tidak jelas nilainya. Seperti orang
yang membakar rumah karena didasari oleh mimpi. Apakah perbuatan ini termasuk
obyek ilmu akhlaq? Para ahli ilmu Akhlaq mengatakan bahwa perbuatan manusia
yang Mutasyabih ini ada dua macam :
·
Perbuatan yang di
usahakan agar tidak terjadi.
·
Perbuatan yang di
usahakan terjadi tetapi tetap terjadi.(Asamaraman, 1994:13)
Perilaku yang pertama masuk dalam
pembahasan ilmu akhlaq, sedangkan perbuatan yang kedua tidak termasuk dalam
ruang lingkup akhlaq karena aperbuatan itu diluar kemepuan manusia untuk
mencegahnya. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa obyek ilmu akhlak adalah
perilkau/perbutan manusia yang muncul dari manusia yagn dengan sadar, sengaja,
dan mengetahui akibat yang dia lakukan sewaktu berbuat sesuatu itu. Juga
perbuatan yang tidak dengan kehendak akan tetapi dapat diikhtiarkan untuk
penjagaannya diwaktu sadar agar tidak terjadi.
2.
Ukuran Baik dan Buruk
Kebanyakan manusia berbeda pandangan
mengenai segala sesuatu, diantaranya dalam hal menilai baik dan buruknya
sesuatu dalam waktu tertentu. Bisa jadi seseoarang bisa mengatakan baik pada
waktu ini tetapi melihat sebagai sesuatu yang buruk pada waktu kemudian. Ukuran
apakah yang di gunakan sebagai dasarpandangan ini? Ukuran-ukuran yang dikenal
dikalangan ahli ilmu akhlak adalah:
Ø Adat
kebiasaan
Ø Kebahagiaan’
Ø Intuisi
Adat Kebiasaan
Setiap bangsa memiliki adat istiadat
tertentu dan menganagap baik apabila mengikuti adat tersebut. Seperti mendidik
anak menuju pada adat istiadat yang berlaku dan
menanamkan kepada mereka bahwa adat istiadat akan membawa mereka kedalam
kesucian, sehingga apabila mereka melanggar adat istiadat akan sangat tercela
dan dianggap keluar dari golongannya.
Perintah- perintah adat istiadat
dilakukan dan larangan-larangan ditinggalkan, menurut Ahmad Amin(1975:87-88)
karena beberapa jalan:
1. Pendapat
umum, memuji orang-orang yang mengikuti adat istiadat dan mengejek orang –orang
yang melanggar dan menyalahi adat istiadat. Adat berpakaian, makan, berbicara
bagi suatu bangsa amatlah kuat dan kokoh, sehingga akan dianggap baik bagi yang
mengikutinya dan dianggap buruk bagi yang menyalahi. Bahkan bisa terjadi satu
bangsa menertawakan adat bangsa lain yang berbeda dengan adat mereka.
2. Apa
yang diriwayatkan turun temurun dari hikayat-hikayat yang menganggap bahwa
setan dan jin akan membalas dendam kepada orang-orang yang menyalahi
perintah-perintah adat dan malaikat akan member pahala bagi yang mengikuti
adat.
3. Beberapa
upacara dan pertemuan menggerrakkan perasaan dan mendorong seseorang yang
mengikuti upcara/tradisi itu untuk bertindak, seperti mengikuti adat istiadat
kematian, pengantin, ziarah dan sebagainya.
Dalam hal ini bisa jadi suatu waktu
seseorang berpandangan bahwa baik apa yang sesuai dengan adat istiadat dan
buruk apa yang menyalahi adat istiadat. Ahmad Amin dalam penjeladan lebih
lanjut mengatakan bahwa adat istiadat tidak dapat digunakan sebagai ukuran
pertimbangan, Karena sebagian dari perintah-perintah adat tidak masuk akal dan
sebagian merugikan. Bahkan dalam beberapa hal jelas salahnya bagi suatu bangsa
tetapi bangsa lain mengatakan kebaikannya, seperti mengubur anak perempuan
hidup-hidup pada bangsa Arab di zaman Jahiliyah. Mereka pada saat itu
menganggap tidak tercela dan tidak bersalah melakukan perbuatan mengubur anak
perempuan hidup-hidup.
Kebahagiaan
Sementara para ahli berpendapat bahwa
ukuran baik dan buruk adalah bahagia. Bahagia menjadi bagian akhir dari tujuan
hidup manusia. Kebahagiaan adalah kelezatan dan tidak mengalami penderitaan
/kepediahn. Kelezatan adalah ukuran perbuatan. Perbuatan yang mengandung
kelezatan adalah perbuatan baik dan sebaliknya perbuatan yang mengandung
kepedihan adalh buruk. Dalam paham ini terjadi 2 kelompok, pertama Egoistik
Hedinism dan Unversal Hedonism.
Egoistic hedonism menyatakan bahwa
manusia hendak mencari sebesar-besarnya kelezatan dan kebahagiaan untuk dirinya
sendiri dan wajib baginya semua perbuatan itu utnuk menuju pada kelezatan itu.
Jika seseorang bimbang diantara dua perbuatan, maka menurut paham ini
hendandaknya ia menghitung dan mempertimbangkan banyak sedikitnya kelezatan dan
kepedihan untuk dirinya sendiri dengan perbuatan itu. Jika lebih banyak
kelezatannya baginya maka kerjakan perbuatab itu karena baik baginya, jika
banyak kepedihan maka buruk perbuatan itu.
Universal Hedonism menghendaki agar
manusia mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia. Dalam
menilai perbuatan bahwa perbuatan itu baik atau buruk wajibmelihat dari
kelezatan dan kepedihan yang ditimbulkan oleh perbuatan itu bukan bagi diri
sendiri akan tetapi bagi sesame manusia dan makhluk hidup lain yang merasakan
dampak dari perbuatan itu. Apabila kelezatan itu lebih banyak daari kepediahan
maka perbuatan itu baik dan sebaliknya jika kepediahn lebih banyak dari
kelezatan maka perbuatan itu buruk. Kebehegiaan semua menjadi pokok pandangan,
bukan kebahagiaan sendiri. Sifat benar member kebahagiaan masyarakat dan member
hokum utama dan wajib bagi semua orang
berkata dan bertindak benar, meskipun sikap benar sering itu menjadi
kepedihan bagi sebahagiaan orang.
Intuisi
Paham ini berpendapat bahwa setiap
manusia mempunyai kekuatan batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan
selintas pandang. Terkadang kekuatan ini
berbeda karena waktu., situasi, dan lingkungan, akan tetapi berakar dalam hati
menusia. Apabila seseorang melihat suatu perbuatan, ia seakan menerima semacam
ilham yang dapat memberitahukan nilai perbuatan itu, kemudain member nilai
hokum baik dan buruknya.
Seorang anak yang mendapat ilmu
pengetahuan yang cukup mereka dapaat membedakan baahwa dusta itu buruj=k tanpa
menggunakan pikiran, merendahkan dan pencuri itu jahat meskipun mereka tidak memiliki pandangan yang jauh apakah
yang mereka lihat penderitaan di masyarakat oleh sebab dusta dan kejahatan
pencurian. Kekeuatan anak ini telah ada di dalam jiwanya, tetapi tidak terlihat
dari luarnya. Manusia telah mendapat kekuatan untuk dapat membedakan perbuatan
baik dan buruk sebagaimana ia di anugerahi mata untuk bisa melihat dan telinga
untuk bisa mendengar. Seperti ia bisa selintas mendengar, kemudian ia dapat
mengatakan bahwa suara itu merdu atau parau. Juga dapat mengatakan baik dan
buruk suatu perbuatan apabila ia melihatnya. Paham ini berpendapat bahwa:
1. Utama
itu tetap utama dalam segala keadaan, segala masa dan segala tempat. Dan yang
bukan utama itu tetap utama karena melihat tujuannya. Kalau sampai pada tujuan,
maka diaktakn baik dan kalau tidak mencapai tujuan, maka diakatakan buruk.
2. Keutamaan
itu perkara yang sudah jelas, tidak perlu lagi di beri alasan untuk
membenarkannya.
3. Keutamaan
itu tidak diragukan lagi, mustahi berpendapat pada suatu masa keutamaan itu
menjadi buruk dan sebaliknyakeburukan itu menjadi baik. Kekuatan hait mengenal
baik dan buruk ada didalam jiwa setiap menusia meski tidak diaktakan kekuatan
itu sama kuatnya setiap menusia, sepertihalnya seriap menusia berbeda kekuatanpendengarannya
dan berbeda pula kekuatan penglihatannya.
Pengikut paham ini berselisih dalam
menyatakan bahwa kekuatan hati merupaka kekuatan perasaan atau kekuatan akal.
Intuisi adalah sifat yang ada pada manusia yang dapat memberitahukan segala kejadian
bahwa itu baik atau buruk.
Kriteria
baik dan buruk menurut hukum akhlak hanyalah terhadap perbuatan yang lahir
dengan kehendak dan disengaja. Apabila tidak ada kehendak maka tidak ada hukum
baik dan buruk. Didalam ajaran islam perbuatan dapat diberi hukum baik atau
buruk dilihat dari:
·
Kehendak (niat)
melakukan perbuatan.
·
Cara melakukan
perbuatan.
·
Akibat perbuatan yang
dapat diprediksi dengan perbuatan manusia.
Hukum
akhlak bergantung pada pengertian tentang niat seseorang yang melakukan
perbuatan . manusia tidak dapat menilai baik dan buruk suatu perbuatan, kecuali
dari motivasi perbuatan yang melatarbelakangi. Apabila kita melihat seseoarang
berbuat kita tidak dapat dengan serta merta menilai perbuatan sebelum kita
meneliti dan mengetahui niat melakukannya. Walaupun kita dapat meniali
perbuatan seseorang dengan hasil ataupun akibat perbuatannya, apakah apakah itu
bermanfaaat atau merugikan.
Terkadang seseorang berkehendak buruk, tetapi dari
kehendak itu terjadi yang sebaliknya sehingga perbuatn orang itu berbuah yang
baik. Seperti seseorang yang menipu agar orang lain membeli barangnya yang akan
merugikan pembeli. Akan tetapi akhirnya
pembeli ternyata mendapatkan keuntungan besar
dari pembeliannya itu. Maka apakah perbuatan itu dikatakan buruk karena
niatnya dan dikatakan baik karena hasilnya? Perbuatan kita niali baik atau
buruk dilihat dari niatnya melakukan perbuatan meskipun bisa jadi niat baik
berakibat keburukan dan niat nburuk berakibat kebaikan.
Manusia itu tidak tercela atas perbuatan yang ia lakukan
dengan niat baik meskipun buruk akibatnya. Akan tetapi ia tercela apabila
sanggup menyelidiki atau memprediksi sebelum terhadap akibat dari perbuatannya
tersebut tetapi ia tidak melakukannya. Celanya ia lengah memi8lih perbuatan /
cara melakukan, buak tercela pada niatnya. Orang mesir kuno tidak tercela atas
perbuatannya melempar anak gadisnya ke sungai Nil karena niatnya baik. Akan
tetapi tercela atas kepercayaan mereka bahwa sungai Nil akan pasang airnya
apabila tidak diberikan gadis, karena mereka mendasarkan pada keyakinan atas
dasar yang tidak kuat dan penyelidikan yang lemah. Seperti halnya suatu bangsa
yang mengumumkan perang pada bangsa lain lalu kalah. Bangsa itu tidak tercela
atas permakluman perang apabila niatnya baik, akan tetapi tercela jika bangsa
itu tidak menyelidiki terlebih dahulu dari segala sisi dan memprediksi hasil
dari peperangan, lengah menyelidiki akibatnya.
3.Problema Perbuatan
Baik
Problem
manusia berbuat baik datang dari:
a. Dunia
dan seisinya
b. Manusia
c. Syitan
/ iblis
d. Nafsu
Sebagai
seorang manusia yang hidup di dunia, manusia tidak bisa melepaskan diri dari
dunia dan bahkan dunia dalah bagian kehidupannya. Betapa celanya dunia yang
dihadapi, betapa problema hidup senantiasa datang menghadang silih berganti
menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup manusia. Keinginan dan harapan yang
seakan tak segera menjadi kenyataan dalam hidup mendorong manusia untuk menjadi
putus asa dan menggunakan berbagai cara yang salah untuk meraihnya. Hingar
bingar dunia yang gemerlap sering mengundang sisi fitrah manusia yang akan
menjerumuskan apabila manusia tidak mampu untuk mengatur dan menatanya.
Ayat-ayat
al-Qur’an yang menguraikan perihal dunia dan isinya sedemikian banyak.
Al-Qur’an menjelaskan tentang dunia yang segala celanya dan
kelebihan-kelebihannya, juga memperingatkan manusia untuk jangan tertipu oleh
tipu daya dunia. Dunia bisa menjadi penghalang bagi manusia untuk menjalankan
tugasnya sebagai khalifah atas dunia.
Barang
siapa ingin beribadah secara total kepada Allah, maka hendaklah ia zuhud di
dunia. Zuhud dari hal-hal yang haram di dunia merupaka suatu hal yang wajib dan
zuhud dari hal-hal yang halal yang tidak dibutuhkan dalam pembentukan keimanan
dan jati diri adalah sunat (al-Mu’iri, 2002:25-27). Allah berfirman: “Sesungguhnya harta kekayaan dan anak-anak
kalian adalah fitnah”. Juga dalam Qs, an-Nisa, 4:10; “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api neraka yang menyala-nyala (neraka)”.
Dari
‘Amr bin ‘Auf Al-Anshari r.a diceritakn bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku
khawatirkan dari kalian, tetapi yang aku khawatirkan jika dunia menggulung
kalian, sebagaimana ia pernah menggulung orang-orang sebelum kalian, lalu
kalian berlomba-lomba mengejarnya, sebagaimana mereka dahulu melakukannya,
sehingga ia akan membinasakan kalian sebagiamana ia telah membinasakan mereka”.
Nabi
juga bersabda: “Dunia ini terlaknat,
semua semua yang ada di dalamnya terlaknat, kecuali dzikir kepada Allah serta
apa yang dilakukan oleh muallim (pengajar) dan muta’alim (pelajar)”.
Ulama
salaf mengatakan, “segala sesuatu yang melupaka Allah baik itu yang berupa
harta maupun anak, maka yang demikian itu merupakan malapetaka bagimu.
Sedangkan hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah dan membantu seseorang
beribada kepada Allah, maka yang demikian itu merupaka sesuatu hal yang
terpuji”. Yang demikian itu disebutkan oleh Rasulullah saw, beliau bersabda:
“Janganlah kamu
mencela dunia, karena ia merupakan nikmat terindah bagi orang mukmin. Di
atasnya ia dapat mencapai kebaikan dan menyelamatkan dari kejahatan.
Sesungguhnya jika seorang hamba mengatakan ‘Semoga Allah melaknat dunia’ maka
dunia akan mengatakan, ‘Semoga Allah melaknat orang yang ingkar kepad
Tuhannya”.
Manusia
dalam kehidupannya tidak akan terlepas dari kebutuhan akan pertolongan manusia
lain. Manusia tidak dapat hidup sendiri sekalipun manusia dapat hidup mandiri.
Kebutuhan akan bantuan orang lain dapat terlihat dalam kebutuhan pemenuhan
hidup sehari-hari seperti sandang, pangan, papan yang digunakan manusia.
Demikian halnya dalam beribadah, ilmu dan keahlian. Untuk dapat mendirikan
shalat membutuhkan ilmu tentang shalat dan juga pakaian untuk meutup aurat,
yang kesemuanya membutuhkan bantuan orang lain. Sesuai denga hal ini Allah
berfirman dala al-Qur’an surat al-Maidah, 5:2; “Dan saling tolong menolonglah kamudalam (mengerjakan) kebaikan dan
taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
Rasulallah juga menganjurkan umatnya untuk huidup berjamaah, sebagaimana dalam
sabdanya: “Hendaknya kamu bersama orang
banyak (berjamaah), karena pertolongan Allah bersama orang banyak. Sesungguhnya
setan adalah srigala bagi manusia yang akan menerkam orang yang terpencil, menjauh, dan menyendiri”.
Dunia
dapat menjadikan manusia berbuat ketaatan kepada Allah. Namun dunia juga dapat
menjadikan lalai dari berbuat kebaikan dan ketaatan kepada Allah, seperti
meninggalkan shalat, zakat, mengerjakan riba dan zina serta memakan makananan
haram. Sebab bergaul dengan orang fasiq dan kemaksiatan akan menghilangkan rasa
benci terhadap kemaksiatan sehingga akan menjadikan manusia terjerembab di
dalamnya. Apabila seseorang telah lalai terhadap ketaatan kepada Allah, maka
Allah berfirman: “Maka segeralah kembali
kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata
dari Allah untukmu” (adz-Dzariat: 50). Juga di dalam al-Qur’an surat Hud:
113 Allah berfirman: “dan janganlah kamu
cenderung kepada orang-orang yang dzalim yang menyebabkan kamu disentuh ap
neraka, dan jangan sekali-kali kamu tidak akan mempunyai seorang penolongpun
selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan”.
Sebagian
ulama mengatakan: “Diantara syarat tobat adalah tedak bergaul dengan orang
fasiq”.
Rasulullah
saw bersabda: “sesungguhnya perumpamaan
teman yang shaleh (baik) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak
wangi dan peniup api (tukang las). Pejual minyak wangi tidak akan merugikanmu,
baik engkau akan membelinya atau mencium bau wanginya, sedangkan peniup api
akan membakar badanmu atau bajumu, atau engkau akan mencium bau yang tidak enak”.
(HR. Bukhari).
Nabi
Muhammad saw juga bersabda: “Seseorang
itu bergantung kepada agama temannya. Oleh karena itu, hendaklah salah seorang
diantara kalian memperhatikan kepada siapakah ia berteman”.
Rintangan
ketiga adalah Syaitan/Iblis. Allah berfirman: “Sesungguhnya Syaitan adalah
musuh bagimu. Oleh karena itu anggaplah ia musuh kamu, karena sesungguhnya
Syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka
yang menyala-nyala.” (Q.S. Al-Fathir: 6)
Rasulullah
bersabda: “Allah Maha Tinggi berfirman,
sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus).
Lalu datang Syaitan kepada mereka, lalu Syaitan menyimpangkan mereka dari
agamanya, mengharamkan bagi mereka apa yang telah Aku halalkan bagi mereka, dan
menyuruh mereka menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak Aku berikan kepadanya
kekuasaan.” (H.R. Muslim dan Ahmad).
Rasulullah
saw bersabda: “Bahwasanya iblis
meletakkan singgasananya di atas air, lalu ia mengutus pasukannya untuk
menggoda manusia. Yang paling dekat kedudukannya dengan manusia adalah yang
paling dahsyat fitnahnya. Salah seorang diantara mereka datang dan bertanya.
‘apakah engkau telah melakukan ini dan itu?’ ia menjawab ‘aku tidak melakukan
apapun’. Kemudian ada salah seseorang diantara mereka datang dan berkata, ‘aku
tidak meninggalkannya hingga aku pisahkan ia dari isterinya.’ Maka iapun mendekati
tentaranya yang satu itu seraya berkata, ‘ya kamu memang tepat’.”
Lebih
lanjut Nabi bersabda: “Sesungguhnya
syaitan itu mempunyai ikatan dengan anak cucu Adam, dan malaikatpun mempunyai
ikatan pershabatan dengan ana cucu Adam. Adapun persahabatan dengan Syaitan itu
berupa upaya mengembalikan manusia kepada keburukan dan pendustaan terhadap
kebenaran. Sedangkan persahabatan malaikat berupaya mengembalikan kepada
kebaikan dan pembenaran terhadap kebenaran. Barang siapa yang merasakan hal
tersebut, maka hendaklah ia mengetahui bahwa hal itu berasal dari Allah,
karenanya hendaklah ia bersyukur kepadaNya. Dan barangsiapa yang mendapatkan
hal selain itu, maka hendaklah ia berlindung kepada Allah dari Syaitan yang
terkutuk”.
Setelah
itu Rasulullah membacakan ayat: “Syaitan
itu menjanjikan (manakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian
berbuat kekejian”. Oleh karena itu jangan membiasakan diri dengan
kemaksiatan, baik yang mengandung dosa kecil maupun besar.
Rintangan
keempat adalah jiwa/nafs. Allah berfirman : “Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat
oleh Tuhanku. Sesungguhya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Q.S.
Yusuf, 12:53).
Allah
juga berfirman dalam Q.S. asy-Syam, 91:1-10 yakni: “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila
mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan bumi serta
penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya”.
Iblis
tenggelam dalam kebinasaan untuk selamanya karena kesombongan dan kedengkian
jiwanya. Adam pernah tertipu oleh ucapan iblis disebabkan oleh nafsu dan
ketamakannya untuk tetap tinggal di syurga, hingga akhirnya ia harus keluar
dari surga ke dunia fana ini. Kisah Qabil karena dengki dan kikir, ia tega
membunuh Habil (saudara kendungnya sendiri), sehingga tubuhnya menjadi kelam,
sedangkan kedua orangtuanya terlepas darinya. Juga kisa Harut dan Marut.
Keduanya dicampakkan oleh nafsu syahawatnya ke dalam kemaksiatan sehingga Allah
memberikan pilihan kepadanya antar adzab dunia dan adzab akherat. Hingga
keduanya memilih adzab dunia. Ibnu Mas’ud mengatakan, “keduanya menggantung
pada rambutnya sampai hari kiamat kelak” (al-Mu’iri, 2002:37).
Tidak
ada fitrah, kekacauan, kesesatan kegaduhan, dan kemaksiatan melainkan sumbernya
adalah nafsu. Dan tidak ada kebaikan dan keutamaan melainkan dengan melawan
hawa nafsu. Jalan untuk menyelamatkan diri dari kejahatan hawa nafsu adalah
dengan mencambukkan diri dengan taqwa. Dengan ketaqwaan akan diperoleh
keselamatan dari pelbagai penderitaan dan kesengsaraan. Dengan ketaqwaan pula
menjadi jalan memperoleh keberuntungan dan derajat tinggi, dengannya pula jalan
untuk memperoleh karunia dan anugerah dari Allah. Allah berfirman: “......barang siapa bertaqwa kepada Allah,
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari
arah yang tak disangka-sangka..........” (Q.S. ath-Thalaq:2-3).
4.
Motivasi
Berbuat Baik
Perbuatan-perbuatan baik yang sesuai
dengan norma-norma ajaran Islam terlahir dari cinta yang tulus dan sempurna kepada Allah yang mendalam dalam hati seorang
mukmin.
Yang mendorong hati seorang mukmin
berbuat baik adalah (Asmaraman, 2004: 148)
1. Karena
bujukan atau ancaman dari orang yang diingini rahmatnya atau ditakuti siksanya.
2. Mengharap
pujian dari yang akan memuji, atau menakuti celaan dari yang akan mencela.
3. Mengerjakan
kebaikan karena memang dia baik, dan bercita-cita hendak menegakkan budi yang
utama.
Yang
mendorong orang berbuat baik untuk akherat adalah:
1. Mengharapkan
pahala dan surga, menakuti adzab dan neraka. Itulah tingkatan orang awam.
2. Mengharap
pujian Tuhan dan takut celanya, itulah martabat orang saleh.
3. Mengharap
keridlaan Allah semata. Inilah martabat para nabi dan rasul, orang sidiq dan
orang-orang syuhada, martabat paling tinggi dan mulia.
Dengan demikian menanamkan perbuatan baik
dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan pembiasaan-pembiasaan maupun
latihan-latihan sejak dini. Penanaman akhlaq mulia membutuhkan kesadaran untuk
mau memberikan perubahan pada diri sendiri menuju kepada kedudukan tertinggi di
hadapan Allah SWT. Bahwa rintangan akan senantiasa menghadang setiap perbuatan
baik adalah sebuah cobaan yang harus dihadapi oleh manusia untuk menjadi insan
terpuji.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Etika sebagai salah satu cabang
dari filsafat yang membahas tentang tingkah laku manusia dan untuk menentukan
nilai tingkah laku tersebut. Menentukan nilai tingkah laku baik atau buruk
dengan menggunakan akal fikiran. Dengan akalnya manusia dapat menentukan dan
memutuskan nilai baik atau nilai buruk pada perbuatannya. Moral merupakan
istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia
dengan nilai baik dan buruk, benar atau salah. Dalam kehidupan sehari-hari
seseorang bertingkah laku baik sering disebuy sebagai orang yang bermoral. Tolok
ukur nilai baik dan buruk dalam pembahasan moral adalah perilaku yang sesuai
dengan ide-ide umum yang diterima oleh masyarakat mengenai tindakan manusia
yang baik dan wajar. Pada hakekatnya akhlak (budi pekerti, perangai) adalah
suatu sifat yang melekat dalam jiwa dan menjadi kepribadian, dari situlah
memunculkan perilaku/perbuatan yang spontan, mudah, tanpa dibuat-buat dan tanpa
memerlukan pemikiran. Apabila perilaku yang muncul dengan mudah dan tanpa
dibuat-buat itu adalah perilaku yang baik, maka dia berakhlak baik, akan tetapi
jika perilaku yang muncul dengan mudah dan tanpa dibuat-buat itu perilaku yang
jelek/buruk, maka dia berakhlak buruk, atau budi yang tercela.
Ruang
Lingkup Akhlak:
·
Obyek Ilmu Akhlak
·
Ukuran Baik dan Buruk
Problema
Perbuatan Baik,Problem manusia berbuat baik datang dari: Dunia dan seisinya, Manusia,
Syitan / iblis, dan Nafsu
Motivasi
Berbuat Baik
Perbuatan-perbuatan baik yang sesuai
dengan norma-norma ajaran Islam terlahir dari cinta yang tulus dan sempurna
kepada Allah yang mendalam dalam hati
seorang mukmin.
Yang mendorong hati seorang mukmin
berbuat baik adalah (Asmaraman, 2004: 148)
1.
Karena bujukan atau
ancaman dari orang yang diingini rahmatnya atau ditakuti siksanya.
4. Mengharap
pujian dari yang akan memuji, atau menakuti celaan dari yang akan mencela.
5. Mengerjakan
kebaikan karena memang dia baik, dan bercita-cita hendak menegakkan budi yang
utama.
Yang
mendorong orang berbuat baik untuk akherat adalah:
1.
Mengharapkan pahala dan
surga, menakuti adzab dan neraka. Itulah tingkatan orang awam.
2.
Mengharap pujian Tuhan
dan takut celanya, itulah martabat orang saleh.
3.
Mengharap keridlaan
Allah semata. Inilah martabat para nabi dan rasul, orang sidiq dan orang-orang
syuhada, martabat paling tinggi dan mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Hajaroh Mami
(2008). Din Al Islam. Yogyakarta : UNY Press
0 Komentar