Advertisement

Main Ad

II Pendidikan Agama Islam - Akhlak, Etika, dan Moral


MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Akhlak, Etika, & Moral







 

DOSEN PENGAMPU : Suparlan

DISUSUN OLEH :

Rizqi Munandar 10108241982

Ervan Adi Kusuma 10108241108

Agus Purwanto 10108241097

Sigit Dwi Nugroho 10108241099
Saryanto 10108241115

 

 

 

PGSD S-1

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2011


KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan judul:
Akhlak, Etika, dan Moral
            Makalah ini kami susun guna melengkapi tugas mata kuliah “PENDIDIKAN AGAMA ISLAM” semester II, program pendidikan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
            Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penulisan makalah ini.
1.      Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Bapak Suparlan..
3.      Keluarga kami yang telah memberikan dukungan.
4.      Semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi pembaca dan sekaligus mendorong adanya makalah-makalah lain yang sejenis untuk memajukan wawasan ilmu pengetahuan.
Sekian kata pengantar dari kami, apabila ada kesalahan dalam pembuatan dan penulisan makalah ini kami mohon maaf. Tiada gading yang tak retak.
Yogyakarta ,  April 2011

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................      ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................       iii
BAB I            PENDAHULUAN .....................................................................       1
BAB II            PEMBAHASAN ........................................................................       2
A.    Pengertian .............................................................................       2
B.     Ruang Lingkup Akhlak ........................................................       7
C.     Problema Perbuatan Baik .....................................................        12
D.    Motivasi Berbuat Baik.............. ............................................       17
BAB III PENUTUP ............................................................................................      18
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................      19




BAB I
PENDAHULUAN

Kejayaan suatu bangsa akan terwujud apabila akhlak mulia dimiliki oleh segenap warganya. Demikian sebaliknya apabila rusak akhlak suatu bengsa maka akan terjadilah kehancuran suatu bangsa. Sedemikian penting peranan akhlak dalam kehidupan manusia, kejayaan dan kehancuran bangsa ditentuka oleh setiap manusia yang ada didalamnya. Nabi Muhammad di utus Allah sebagai Nabi dan Rosul ditengah masyarakat yang hancur akhlaknya, mengandung makna yang mendalam bagi penyelamatan hidup bangsa-bangsa di dunia. Keutusan Muhammad merupakan penyelamat dunia dari kebinasaan yang dilakukan oleh umat manusia.
            Membahas dab menyadarkan manusia akan urgensi akhlak bagi kehidupan serta mengimplementasikan dalam praktik hidup menjadi suatu keharusan bagi setiap insan yang beriman. Namun, nampaknya realitas dunia modern yang sarat dengan berbagai fasilitas hidup kareana perkembangan teknologi yang telah menjadikan manusia berpaling dari tatanan akhlak yang dibangun Rosulullah. Menjalani kehidupan dengan tatana akhlak dipandang sebagai kehiduapn yang ketinggalan zaman dan ajuh dari modern. Realitas betapa kehancuran tengah menghadang dunia semestinya menyadarkan manusia untuk kembali kepada fitrahnya sebagai manusia yang diciptakan Allah dengan kemuliaan akhlak. Manusia yang sanggup menempatkan akhlak sebagai panglima dalam kehidupannya akan menempati kedudukan sebagai manusia mukmin yang sempurna.














BAB II
PEMBAHASAN
1.                  PENGERTIAN
A.   Etika
Etika besal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat kebiasaan. Etika merupakan bagian dari filsafat, yakni filsafat tentang nilai, kesusilaan baik dan buruk. Etika selain mempelajari nilai-nilai juga membahas tentang pengetahuan nilai-nilai. Secara terminologi, pengertian etika dapat dilihat dari beberapa definisi:
      Dalam Dictionary of Education:
Ø  Ethics is the study of human behavior not only to find the truth of things as they are but also to enquire into the worth or goodness of human actions.
(Etika adalah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia)
Ø  The science of human conduct, concerned with judgement of obligation (rightness or wrongness oughtness) and judgement of value (goodness and badness)
(Ilmu tentang tingkah laku manusia yang berkenaan dengan ketentuan kewajiban (kebenaran atau kesalahan) dan ketentuan tentang nilai (kebaikan dan keburukan)

Etika sebagai salah satu cabang dari filsafat yang membahas tentang tingkah laku manusia dan untuk menentukan nilai tingkah laku tersebut. Menentukan nilai tingkah laku baik atau buruk dengan menggunakan akal fikiran. Dengan akalnya manusia dapat menentukan dan memutuskan nilai baik atau nilai buruk pada perbuatannya.

B.   Moral
Moral berasal dari bahasa Latin ‘Mores’ yaitu jamak dari ‘Mos’ yang berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, moral adalah baik buruk perbuatan dan kelakuan.
Dalam Dictionary of Education;
A moral is a term use to delimit those characters, trait, intentions, judgements or acts which can appropriately designated as right, wrong, good, bad
(Istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik dan buruk).

Dalam The Advanced Learner’s Dictionary of Current English dikemukakan beberapa pengertian moral:
Ø  Corcerning principle of right and wrong
(prinsip-prinsip yang berkaitan dengan benar dan salah)
Ø  Good and virtuous
(baik dan buruk)
Ø  Able to understand the different between right and wrong
(Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah)
Ø  Teaching or ilustrating good behavior
(Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik)

Moral merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai baik dan buruk, benar atau salah. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang bertingkah laku baik sering disebuy sebagai orang yang bermoral. Tolok ukur nilai baik dan buruk dalam pembahasan moral adalah perilaku yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima oleh masyarakat mengenai tindakan manusia yang baik dan wajar.
Dalam hal ini moral mengukur baik buruk tingkah laku manusia dilihat kesesuaiannya dengan adat istiadat yang berlaku umum dan diterima dalam satu kesatuan sosial masyarakat atau lingkungan tersebut. Oleh karena itu baik buruk moral hanya bersifat lokal saja.
Perbuatan baik dan buruk menjadi adat kebiasaan karena dua faktor, yakni kesukaan hati pada suatu pekerjaan dan menerima kesukaan itu dengan melahirkan suatu perbuatan yang diulang-ulang secukupnya (Ahmad Amin, 1993:21). Berulangnya suatu perbuatan saja tidak membentuk suatu kebiasaan apabila tanpa diikuti oleh kesukaan melakukan perbuatan itu. Demikian juga kesenangan melakukan perbuatan tidak akan membentuk kebiasaan apabila tidak dilakukan secara berulang-ulang.

C.    Akhlak
Akhlak secara etimologis berasal dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamak dari khulq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Ahmad amin mengatakan Akhlak adalah kebiasaan kehendak. Jadi apabila kehendak itu dibiasakan maka kebiasaannya itu disebut akhlak. Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin  mengemukakan: “al-khulq ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Pada hakekatnya akhlak (budi pekerti, perangai) adalah suatu sifat yang melekat dalam jiwa dan menjadi kepribadian, dari situlah memunculkan perilaku/perbuatan yang spontan, mudah, tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila perilaku yang muncul dengan mudah dan tanpa dibuat-buat itu adalah perilaku yang baik, maka dia berakhlak baik, akan tetapi jika perilaku yang muncul dengan mudah dan tanpa dibuat-buat itu perilaku yang jelek/buruk, maka dia berakhlak buruk, atau budi yang tercela.
Ahmad Amin (1993: 62) mendefinisikan akhlak adalah kebiasaan kehendak, atau kehendak yang dibiasakan. Apabila kehendak dibiasakan memberi, kebiasaan kehendak ini adalah dermawan. Akhlak adalah menangnya keinginan dari beberapa keinginan manusia yang langsung dan berturut-turut. Seseorang yang dermawan adalah orang yang menguasai keingainan memberi dan keinginan ini selalu ada padanya apabila terdapat keadaan yang menariknya, kecuali dalam keadan yang luar biasa. Sedangkan orang yang kikir adalah orang yang dikuasai oleh kehendak suka terhadap harta benda dan mengutamakannya dibandingkan ia menafkahkan untuk orang lain. Orang yang baik adalah orang yang menguasai keinginan/kehendak baik dengan langsung berturut-turut, sebaliknya orang jahat adalah orang yang menguasai kehendak jahat dan durhaka. Orang yang tidak dikuasai oleh kehendak/keinginan tertentu secara terus menerus, maka ia orang yang tidak berbudi. Seseorang yang ingin memberi satu kali kemudian ingin menyimpan harta pada saat keadaan harus memberi lalu ia tidak memberi, maka ia bukan orang dermawan dan bukan pula orang kikir.
Akhlak membicarakan nilai baik buruk perbuatan manusia seperti halnya dalam etika dan moral. Yunahar Ilyas (2004: 12-14) memberikan 5 ciri akhlak yaitu:
·         Akhlak Rabbani
·         Akhlak Manusiawi
·         Akhlak Universal
·         Akhlak Keseimbangan
·         Akhlak Realistik

1.              Akhlak Rabbani
Ajaran akhlak dalam Islam bersumber pada al-quran dan as-sunnah. Di dalam al-Quran terdapat 1.500 ayat yang mengandung ajaran akhlak, baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Demikian halnya dalam Hadist Nabi banyak yang memberikan pedoman akhlak.
Sifat Rabbani dari akhlak berkaitan dengan tujuannya, yakni memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ciri Rabbani menegaskan bahwa akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak. Akhlak Rabbani mampu menghindari dari kekacauannilai moralitas dalam hidup manusia. Di dalam al-Quran surat al-An’am ayat 153 disebutkan, yang artinya:
“Inilah jalanku yang lurus: hendaknya kamu mengikutinya; jangan ikuti jalan-jalan lain; sehingga kamu bercerai berai dari jalan-Nya. Demikian diperintahkan kepadamu, agar kamu bertaqwa”.
2.                  Akhlak Manusiawi
Ajaran akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntutan fitrah manusia. Kerinduan jiwa manusia kepada kebaikan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlak dalam Islam. Ajaran akhlak dalam Islam diperuntukan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti hakiki, bukan kebahagiaan semu. Akhlak Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk yang terhormat, sesuai dengan fitrahnya.
3.                  Akhlak Universal
Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal yang mencakup segala aspek hidup manusia, baik dimensi vertikal maupun horisontal. Contohnya al-Quran menyebutkan sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang, yakni menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka maupun tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain dengan kewajiban melampaui kekuatannya, persaksian tidak adil, mengkhianati janji dengan Allah (Qs, al-An’am, 6:151-152). Sepuluh macam kebutuhan ini adalah niali-nilai yang bersifat universal bagi siapapun, di manapun dan kapanpun terjadi akan dinyatakan sebagai keburukan.


4.                  Akhlak Keseimbangan
Akhlak dalam Isam berada di tengah diantara dua sisi. Di satu sisi mengkhayalkan manusia sebagai malaikat yang menitikberatkan pada sifat kebaikannya dan di sisi lain mengkhayalkan manusia sebagai hewan yang menitikberatkan pada sifat keburukannya. Manusia dalam pandangan Islam memiliki dua kekuatan, yakni kekuatan baik yang berada dalam hati nurani dan akal, dan kekuatan buruk yang berada dalam hawa nafsunya. Manusia memiliki unsut ruhaniah malaikat dan juga unsur nalurish hewani yang masing-masing memerlukan pelayanan yang seimbang. Manusia tak hidup hanya di dunia melainkan juga di akherat. Kehidupan dunia menjadi ladang bagi akherat. Akhlak Islam memenuhi tuntutan hidup kebutuhan manusia jasmani dan rohani secara seimbang, memenuhi tuntutan hidup bahagia di dunia dan akherat secara seimbang pula. Bahkan memenuhi tuntutan keseimbangan memenuhi kebutuhan hidup pribadi dengan memenuhi kewajiban hidup bermasyarakat. Rasullulah membenarkan ucapan Salman kepada Abu Darba:
“sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak yang wajib kau penuhi: dirimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; pasanganmu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; berikanlah orang-orang yang mempunyai hak akan haknya.” (HR. Bukhari).
5.                  Akhlak Realistik
Ajaran akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meski manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk yang lain, akan tetapi manusia juga memiliki kelemahan-kelemahan, memiliki kecenderungan manusiawi dan berbagai macam kebutuhan material dan spiritual. Dengan kelemahan-kelemahannya itu manusia sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran. Oleh karena itu dalam ajaran Islam memberikan kesempatan kepada manusia yang melakukan kesalahan untuk memperbaiki diri dengan bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa, Islam membolehkan manusia melakukan sesuatu yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. Allah berfirman dalam Qs, al-Baqarah, 2:173:
“Barangsiapa terpaksa, bukan karena membangkan dan sengaja melanggar aturan, tiadalah dia berdosa. Sungguh Allah maha pengempun lagi Maha penyayang.”

  1. Ilmu Akhlak
Ilmu akhlak diartikan sebagai ilmu tatakrama. Ilmu yang berusaha mengenal perilaku manusia kemudian memberikan hukum kepada perilaku tersebut sebagai perilaku yang tercela atau mulia sesuai dengan nilai-nilai akhlak. Ahmad Amin menjelaskan ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang manusia kepada orang lain, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Ahmad Amin, 1993).
Hamzah Ya’qud dalam Etika Islam sebagaimana dikutip Asmaraman (1995: 5) mengemukakan pengertian ilmu Akhlak secara terminologis adalah:
Ø  Ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
Ø  Ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perilaku manusia dan mengajarkan perilaku baik yang harus dikerjakan dan perilaku buruk yang harus ditinggalkan dalam pergaulannya dengan Allah, dan alam semesta dalam kehidupan sehari-hari.
2. Ruang Lingkup Akhlak
1. Obyek Ilmu Akhlak
            Dari pengertian tersebut di atas diketahui bahwa obyek ilmu akhlak adalah perilaku manusia, dan penetapan nilai perilaku sebagai baik dan buruk. Melihat secara lahiriyah perilaku manusia dapat digolongkan menjadi :
Ø  Perilaku yang lahir dengan kehendak dan sengaja.
Ø  Perilaku yang lahir tanpa kehendak dan tanpa sengaja.
Jenis perilaku yang pertama yakni yang lahir dengan kehendak dansengaja, inilah perilaku yang menjadi obyek dari ilmu akhlak. Jenis kedu tidak menjadi obyak bagi ilmu akhlak, sebab perilaku-perilaku yang lahir tanpa kehendak menusia (seperti gerakan reflek mengedipkan mata karena ada benda akan masuk) tidak menjadi kajian ilmu akhlaq. Perilaku ini tidak dapat dinila baik atau buruk karena perilaku tersebut terjadi tanpa tanpa di kehendaki dan tanpa sengaja.
            Perilaku yang menjadi obyek /kajian ilmu akhlaq adalah perilaku yagn muncul dengan kehendak dan disengaja sehingga dapat dinilai baik atau buruk dengan memperhatikan syarat sebagai berikut:
·         Situasi memungkinkan adanya pilihan ( bukan karena paksaan), adanya kemauan bebas, sehingga perilaku dilakukan dengan kesengajaan.
·         Yang melakukan tahu apa yang dilakukan, yakni mengerti tentang nilai baik dan buruk.
            Perilaku dapat dinilai baik atau buruk jika memenuhi dua syarat di atas. Kedengajaan menjadi dasar penilaian perilaku seseorang. Misalnya, seseorang yang membunuh sewaktu dimedan perang  tidak dikatakan melakukan kejahatan, karena ia terpaksa dalam situasi perang. Ia terpaksa harus membunuh musuhnya jika ia tidak ingin terbunuh musuhnya. Seoarang anak yang bermain kembang api kemudian menyebabkan terjadi kebakaran, ia tidak dapat dikatakan melakukan kejahatan karena ia tidak/belum tahu akibat dari perbuatannya itu. Dalam ajaran Islam factor kesengajaan menjadi factor penentu dalam penetapan nilai perilaku manusia. Seorang muslim tidak berdosa karena melanggar syariat, jika ia tidak tahu bahwa ia berbuat salah menurut hokum Islam. Sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Dzar ;
“ Sesungguhnya Allah member ma’af bagiku dari umatku yang tersalah, lupa dan terpaksa”. Hadis Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Hakim dari Umar bahwa Rosulullah bersabda ;”tidak berdosa seorang muslim karena tiga perkara, orang gila hingga sembuh dari gilanya; orang yang tidur hingga terbangun; seorang anak hingga hingga dewasa”.
            Allah berfirman dalam Qs, Al –Baqarah , 2;286; “Ya Tuhan, janganlah engkau hokum kami jika kami lupa atau tersalah”
            Ada lagi suatu perbuatan yang menyerupai perbuatan tersebut dan sering tidak jelas nilainya. Seperti orang yang membakar rumah karena didasari oleh mimpi. Apakah perbuatan ini termasuk obyek ilmu akhlaq? Para ahli ilmu Akhlaq mengatakan bahwa perbuatan manusia yang Mutasyabih ini ada dua macam :
·         Perbuatan yang di usahakan agar tidak terjadi.
·         Perbuatan yang di usahakan terjadi tetapi tetap terjadi.(Asamaraman, 1994:13)
            Perilaku yang pertama masuk dalam pembahasan ilmu akhlaq, sedangkan perbuatan yang kedua tidak termasuk dalam ruang lingkup akhlaq karena aperbuatan itu diluar kemepuan manusia untuk mencegahnya. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa obyek ilmu akhlak adalah perilkau/perbutan manusia yang muncul dari manusia yagn dengan sadar, sengaja, dan mengetahui akibat yang dia lakukan sewaktu berbuat sesuatu itu. Juga perbuatan yang tidak dengan kehendak akan tetapi dapat diikhtiarkan untuk penjagaannya diwaktu sadar agar tidak terjadi.
2. Ukuran Baik dan Buruk
            Kebanyakan manusia berbeda pandangan mengenai segala sesuatu, diantaranya dalam hal menilai baik dan buruknya sesuatu dalam waktu tertentu. Bisa jadi seseoarang bisa mengatakan baik pada waktu ini tetapi melihat sebagai sesuatu yang buruk pada waktu kemudian. Ukuran apakah yang di gunakan sebagai dasarpandangan ini? Ukuran-ukuran yang dikenal dikalangan ahli ilmu akhlak adalah:
Ø  Adat kebiasaan
Ø  Kebahagiaan’
Ø  Intuisi
Adat Kebiasaan
            Setiap bangsa memiliki adat istiadat tertentu dan menganagap baik apabila mengikuti adat tersebut. Seperti mendidik anak menuju pada adat istiadat yang berlaku dan  menanamkan kepada mereka bahwa adat istiadat akan membawa mereka kedalam kesucian, sehingga apabila mereka melanggar adat istiadat akan sangat tercela dan dianggap keluar dari golongannya.
            Perintah- perintah adat istiadat dilakukan dan larangan-larangan ditinggalkan, menurut Ahmad Amin(1975:87-88) karena beberapa jalan:
1.      Pendapat umum, memuji orang-orang yang mengikuti adat istiadat dan mengejek orang –orang yang melanggar dan menyalahi adat istiadat. Adat berpakaian, makan, berbicara bagi suatu bangsa amatlah kuat dan kokoh, sehingga akan dianggap baik bagi yang mengikutinya dan dianggap buruk bagi yang menyalahi. Bahkan bisa terjadi satu bangsa menertawakan adat bangsa lain yang berbeda dengan adat mereka.
2.      Apa yang diriwayatkan turun temurun dari hikayat-hikayat yang menganggap bahwa setan dan jin akan membalas dendam kepada orang-orang yang menyalahi perintah-perintah adat dan malaikat akan member pahala bagi yang mengikuti adat.
3.      Beberapa upacara dan pertemuan menggerrakkan perasaan dan mendorong seseorang yang mengikuti upcara/tradisi itu untuk bertindak, seperti mengikuti adat istiadat kematian, pengantin, ziarah dan sebagainya.
            Dalam hal ini bisa jadi suatu waktu seseorang berpandangan bahwa baik apa yang sesuai dengan adat istiadat dan buruk apa yang menyalahi adat istiadat. Ahmad Amin dalam penjeladan lebih lanjut mengatakan bahwa adat istiadat tidak dapat digunakan sebagai ukuran pertimbangan, Karena sebagian dari perintah-perintah adat tidak masuk akal dan sebagian merugikan. Bahkan dalam beberapa hal jelas salahnya bagi suatu bangsa tetapi bangsa lain mengatakan kebaikannya, seperti mengubur anak perempuan hidup-hidup pada bangsa Arab di zaman Jahiliyah. Mereka pada saat itu menganggap tidak tercela dan tidak bersalah melakukan perbuatan mengubur anak perempuan hidup-hidup.

Kebahagiaan
            Sementara para ahli berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk adalah bahagia. Bahagia menjadi bagian akhir dari tujuan hidup manusia. Kebahagiaan adalah kelezatan dan tidak mengalami penderitaan /kepediahn. Kelezatan adalah ukuran perbuatan. Perbuatan yang mengandung kelezatan adalah perbuatan baik dan sebaliknya perbuatan yang mengandung kepedihan adalh buruk. Dalam paham ini terjadi 2 kelompok, pertama Egoistik Hedinism dan Unversal Hedonism.
            Egoistic hedonism menyatakan bahwa manusia hendak mencari sebesar-besarnya kelezatan dan kebahagiaan untuk dirinya sendiri dan wajib baginya semua perbuatan itu utnuk menuju pada kelezatan itu. Jika seseorang bimbang diantara dua perbuatan, maka menurut paham ini hendandaknya ia menghitung dan mempertimbangkan banyak sedikitnya kelezatan dan kepedihan untuk dirinya sendiri dengan perbuatan itu. Jika lebih banyak kelezatannya baginya maka kerjakan perbuatab itu karena baik baginya, jika banyak kepedihan maka buruk perbuatan itu.
            Universal Hedonism menghendaki agar manusia mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia. Dalam menilai perbuatan bahwa perbuatan itu baik atau buruk wajibmelihat dari kelezatan dan kepedihan yang ditimbulkan oleh perbuatan itu bukan bagi diri sendiri akan tetapi bagi sesame manusia dan makhluk hidup lain yang merasakan dampak dari perbuatan itu. Apabila kelezatan itu lebih banyak daari kepediahan maka perbuatan itu baik dan sebaliknya jika kepediahn lebih banyak dari kelezatan maka perbuatan itu buruk. Kebehegiaan semua menjadi pokok pandangan, bukan kebahagiaan sendiri. Sifat benar member kebahagiaan masyarakat dan member hokum utama dan wajib bagi semua orang  berkata dan bertindak benar, meskipun sikap benar sering itu menjadi kepedihan bagi sebahagiaan orang.

Intuisi
            Paham ini berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan selintas pandang. Terkadang  kekuatan ini berbeda karena waktu., situasi, dan lingkungan, akan tetapi berakar dalam hati menusia. Apabila seseorang melihat suatu perbuatan, ia seakan menerima semacam ilham yang dapat memberitahukan nilai perbuatan itu, kemudain member nilai hokum baik dan buruknya.
            Seorang anak yang mendapat ilmu pengetahuan yang cukup mereka dapaat membedakan baahwa dusta itu buruj=k tanpa menggunakan pikiran, merendahkan dan pencuri itu jahat meskipun mereka  tidak memiliki pandangan yang jauh apakah yang mereka lihat penderitaan di masyarakat oleh sebab dusta dan kejahatan pencurian. Kekeuatan anak ini telah ada di dalam jiwanya, tetapi tidak terlihat dari luarnya. Manusia telah mendapat kekuatan untuk dapat membedakan perbuatan baik dan buruk sebagaimana ia di anugerahi mata untuk bisa melihat dan telinga untuk bisa mendengar. Seperti ia bisa selintas mendengar, kemudian ia dapat mengatakan bahwa suara itu merdu atau parau. Juga dapat mengatakan baik dan buruk suatu perbuatan apabila ia melihatnya. Paham ini berpendapat bahwa:
1.      Utama itu tetap utama dalam segala keadaan, segala masa dan segala tempat. Dan yang bukan utama itu tetap utama karena melihat tujuannya. Kalau sampai pada tujuan, maka diaktakn baik dan kalau tidak mencapai tujuan, maka diakatakan buruk.
2.      Keutamaan itu perkara yang sudah jelas, tidak perlu lagi di beri alasan untuk membenarkannya.
3.      Keutamaan itu tidak diragukan lagi, mustahi berpendapat pada suatu masa keutamaan itu menjadi buruk dan sebaliknyakeburukan itu menjadi baik. Kekuatan hait mengenal baik dan buruk ada didalam jiwa setiap menusia meski tidak diaktakan kekuatan itu sama kuatnya setiap menusia, sepertihalnya seriap menusia berbeda kekuatanpendengarannya dan berbeda pula kekuatan penglihatannya.
            Pengikut paham ini berselisih dalam menyatakan bahwa kekuatan hati merupaka kekuatan perasaan atau kekuatan akal. Intuisi adalah sifat yang ada pada manusia yang dapat memberitahukan segala kejadian bahwa itu baik atau buruk.   
Kriteria baik dan buruk menurut hukum akhlak hanyalah terhadap perbuatan yang lahir dengan kehendak dan disengaja. Apabila tidak ada kehendak maka tidak ada hukum baik dan buruk. Didalam ajaran islam perbuatan dapat diberi hukum baik atau buruk dilihat dari:
·         Kehendak (niat) melakukan perbuatan.
·         Cara melakukan perbuatan.
·         Akibat perbuatan yang dapat diprediksi dengan perbuatan manusia.
Hukum akhlak bergantung pada pengertian tentang niat seseorang yang melakukan perbuatan . manusia tidak dapat menilai baik dan buruk suatu perbuatan, kecuali dari motivasi perbuatan yang melatarbelakangi. Apabila kita melihat seseoarang berbuat kita tidak dapat dengan serta merta menilai perbuatan sebelum kita meneliti dan mengetahui niat melakukannya. Walaupun kita dapat meniali perbuatan seseorang dengan hasil ataupun akibat perbuatannya, apakah apakah itu bermanfaaat atau merugikan.
            Terkadang seseorang berkehendak buruk, tetapi dari kehendak itu terjadi yang sebaliknya sehingga perbuatn orang itu berbuah yang baik. Seperti seseorang yang menipu agar orang lain membeli barangnya yang akan merugikan pembeli. Akan tetapi  akhirnya pembeli ternyata mendapatkan keuntungan besar  dari pembeliannya itu. Maka apakah perbuatan itu dikatakan buruk karena niatnya dan dikatakan baik karena hasilnya? Perbuatan kita niali baik atau buruk dilihat dari niatnya melakukan perbuatan meskipun bisa jadi niat baik berakibat keburukan dan niat nburuk berakibat kebaikan.
            Manusia itu tidak tercela atas perbuatan yang ia lakukan dengan niat baik meskipun buruk akibatnya. Akan tetapi ia tercela apabila sanggup menyelidiki atau memprediksi sebelum terhadap akibat dari perbuatannya tersebut tetapi ia tidak melakukannya. Celanya ia lengah memi8lih perbuatan / cara melakukan, buak tercela pada niatnya. Orang mesir kuno tidak tercela atas perbuatannya melempar anak gadisnya ke sungai Nil karena niatnya baik. Akan tetapi tercela atas kepercayaan mereka bahwa sungai Nil akan pasang airnya apabila tidak diberikan gadis, karena mereka mendasarkan pada keyakinan atas dasar yang tidak kuat dan penyelidikan yang lemah. Seperti halnya suatu bangsa yang mengumumkan perang pada bangsa lain lalu kalah. Bangsa itu tidak tercela atas permakluman perang apabila niatnya baik, akan tetapi tercela jika bangsa itu tidak menyelidiki terlebih dahulu dari segala sisi dan memprediksi hasil dari peperangan, lengah menyelidiki akibatnya.

3.Problema Perbuatan Baik
Problem manusia berbuat baik datang dari:
a.       Dunia dan seisinya
b.      Manusia
c.       Syitan / iblis
d.      Nafsu
Sebagai seorang manusia yang hidup di dunia, manusia tidak bisa melepaskan diri dari dunia dan bahkan dunia dalah bagian kehidupannya. Betapa celanya dunia yang dihadapi, betapa problema hidup senantiasa datang menghadang silih berganti menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup manusia. Keinginan dan harapan yang seakan tak segera menjadi kenyataan dalam hidup mendorong manusia untuk menjadi putus asa dan menggunakan berbagai cara yang salah untuk meraihnya. Hingar bingar dunia yang gemerlap sering mengundang sisi fitrah manusia yang akan menjerumuskan apabila manusia tidak mampu untuk mengatur dan menatanya.
Ayat-ayat al-Qur’an yang menguraikan perihal dunia dan isinya sedemikian banyak. Al-Qur’an menjelaskan tentang dunia yang segala celanya dan kelebihan-kelebihannya, juga memperingatkan manusia untuk jangan tertipu oleh tipu daya dunia. Dunia bisa menjadi penghalang bagi manusia untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah atas dunia.
Barang siapa ingin beribadah secara total kepada Allah, maka hendaklah ia zuhud di dunia. Zuhud dari hal-hal yang haram di dunia merupaka suatu hal yang wajib dan zuhud dari hal-hal yang halal yang tidak dibutuhkan dalam pembentukan keimanan dan jati diri adalah sunat (al-Mu’iri, 2002:25-27). Allah berfirman: “Sesungguhnya harta kekayaan dan anak-anak kalian adalah fitnah”. Juga dalam Qs, an-Nisa, 4:10; “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api neraka yang menyala-nyala (neraka)”.
Dari ‘Amr bin ‘Auf Al-Anshari r.a diceritakn bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan dari kalian, tetapi yang aku khawatirkan jika dunia menggulung kalian, sebagaimana ia pernah menggulung orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mengejarnya, sebagaimana mereka dahulu melakukannya, sehingga ia akan membinasakan kalian sebagiamana ia telah membinasakan mereka”.
Nabi juga bersabda: “Dunia ini terlaknat, semua semua yang ada di dalamnya terlaknat, kecuali dzikir kepada Allah serta apa yang dilakukan oleh muallim (pengajar) dan muta’alim (pelajar)”.
Ulama salaf mengatakan, “segala sesuatu yang melupaka Allah baik itu yang berupa harta maupun anak, maka yang demikian itu merupakan malapetaka bagimu. Sedangkan hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah dan membantu seseorang beribada kepada Allah, maka yang demikian itu merupaka sesuatu hal yang terpuji”. Yang demikian itu disebutkan oleh Rasulullah saw, beliau bersabda:
“Janganlah kamu mencela dunia, karena ia merupakan nikmat terindah bagi orang mukmin. Di atasnya ia dapat mencapai kebaikan dan menyelamatkan dari kejahatan. Sesungguhnya jika seorang hamba mengatakan ‘Semoga Allah melaknat dunia’ maka dunia akan mengatakan, ‘Semoga Allah melaknat orang yang ingkar kepad Tuhannya”.
Manusia dalam kehidupannya tidak akan terlepas dari kebutuhan akan pertolongan manusia lain. Manusia tidak dapat hidup sendiri sekalipun manusia dapat hidup mandiri. Kebutuhan akan bantuan orang lain dapat terlihat dalam kebutuhan pemenuhan hidup sehari-hari seperti sandang, pangan, papan yang digunakan manusia. Demikian halnya dalam beribadah, ilmu dan keahlian. Untuk dapat mendirikan shalat membutuhkan ilmu tentang shalat dan juga pakaian untuk meutup aurat, yang kesemuanya membutuhkan bantuan orang lain. Sesuai denga hal ini Allah berfirman dala al-Qur’an surat al-Maidah, 5:2; “Dan saling tolong menolonglah kamudalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Rasulallah juga menganjurkan umatnya untuk huidup berjamaah, sebagaimana dalam sabdanya: “Hendaknya kamu bersama orang banyak (berjamaah), karena pertolongan Allah bersama orang banyak. Sesungguhnya setan adalah srigala bagi manusia yang akan menerkam orang yang terpencil,  menjauh, dan menyendiri”.
Dunia dapat menjadikan manusia berbuat ketaatan kepada Allah. Namun dunia juga dapat menjadikan lalai dari berbuat kebaikan dan ketaatan kepada Allah, seperti meninggalkan shalat, zakat, mengerjakan riba dan zina serta memakan makananan haram. Sebab bergaul dengan orang fasiq dan kemaksiatan akan menghilangkan rasa benci terhadap kemaksiatan sehingga akan menjadikan manusia terjerembab di dalamnya. Apabila seseorang telah lalai terhadap ketaatan kepada Allah, maka Allah berfirman: “Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu” (adz-Dzariat: 50). Juga di dalam al-Qur’an surat Hud: 113 Allah berfirman: “dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang dzalim yang menyebabkan kamu disentuh ap neraka, dan jangan sekali-kali kamu tidak akan mempunyai seorang penolongpun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan”.
Sebagian ulama mengatakan: “Diantara syarat tobat adalah tedak bergaul dengan orang fasiq”.
Rasulullah saw bersabda: “sesungguhnya perumpamaan teman yang shaleh (baik) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api (tukang las). Pejual minyak wangi tidak akan merugikanmu, baik engkau akan membelinya atau mencium bau wanginya, sedangkan peniup api akan membakar badanmu atau bajumu, atau engkau akan mencium bau yang tidak enak”. (HR. Bukhari).
Nabi Muhammad saw juga bersabda: “Seseorang itu bergantung kepada agama temannya. Oleh karena itu, hendaklah salah seorang diantara kalian memperhatikan kepada siapakah ia berteman”.
Rintangan ketiga adalah Syaitan/Iblis. Allah berfirman: “Sesungguhnya Syaitan adalah musuh bagimu. Oleh karena itu anggaplah ia musuh kamu, karena sesungguhnya Syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Q.S. Al-Fathir: 6)
Rasulullah bersabda: “Allah Maha Tinggi berfirman, sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus). Lalu datang Syaitan kepada mereka, lalu Syaitan menyimpangkan mereka dari agamanya, mengharamkan bagi mereka apa yang telah Aku halalkan bagi mereka, dan menyuruh mereka menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak Aku berikan kepadanya kekuasaan.” (H.R. Muslim dan Ahmad).
Rasulullah saw bersabda: “Bahwasanya iblis meletakkan singgasananya di atas air, lalu ia mengutus pasukannya untuk menggoda manusia. Yang paling dekat kedudukannya dengan manusia adalah yang paling dahsyat fitnahnya. Salah seorang diantara mereka datang dan bertanya. ‘apakah engkau telah melakukan ini dan itu?’ ia menjawab ‘aku tidak melakukan apapun’. Kemudian ada salah seseorang diantara mereka datang dan berkata, ‘aku tidak meninggalkannya hingga aku pisahkan ia dari isterinya.’ Maka iapun mendekati tentaranya yang satu itu seraya berkata, ‘ya kamu memang tepat’.”
Lebih lanjut Nabi bersabda: “Sesungguhnya syaitan itu mempunyai ikatan dengan anak cucu Adam, dan malaikatpun mempunyai ikatan pershabatan dengan ana cucu Adam. Adapun persahabatan dengan Syaitan itu berupa upaya mengembalikan manusia kepada keburukan dan pendustaan terhadap kebenaran. Sedangkan persahabatan malaikat berupaya mengembalikan kepada kebaikan dan pembenaran terhadap kebenaran. Barang siapa yang merasakan hal tersebut, maka hendaklah ia mengetahui bahwa hal itu berasal dari Allah, karenanya hendaklah ia bersyukur kepadaNya. Dan barangsiapa yang mendapatkan hal selain itu, maka hendaklah ia berlindung kepada Allah dari Syaitan yang terkutuk”.
Setelah itu Rasulullah membacakan ayat: “Syaitan itu menjanjikan (manakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kekejian”. Oleh karena itu jangan membiasakan diri dengan kemaksiatan, baik yang mengandung dosa kecil maupun besar.
Rintangan keempat adalah jiwa/nafs. Allah berfirman : “Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Q.S. Yusuf, 12:53).
Allah juga berfirman dalam Q.S. asy-Syam, 91:1-10 yakni: “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
Iblis tenggelam dalam kebinasaan untuk selamanya karena kesombongan dan kedengkian jiwanya. Adam pernah tertipu oleh ucapan iblis disebabkan oleh nafsu dan ketamakannya untuk tetap tinggal di syurga, hingga akhirnya ia harus keluar dari surga ke dunia fana ini. Kisah Qabil karena dengki dan kikir, ia tega membunuh Habil (saudara kendungnya sendiri), sehingga tubuhnya menjadi kelam, sedangkan kedua orangtuanya terlepas darinya. Juga kisa Harut dan Marut. Keduanya dicampakkan oleh nafsu syahawatnya ke dalam kemaksiatan sehingga Allah memberikan pilihan kepadanya antar adzab dunia dan adzab akherat. Hingga keduanya memilih adzab dunia. Ibnu Mas’ud mengatakan, “keduanya menggantung pada rambutnya sampai hari kiamat kelak” (al-Mu’iri, 2002:37).
Tidak ada fitrah, kekacauan, kesesatan kegaduhan, dan kemaksiatan melainkan sumbernya adalah nafsu. Dan tidak ada kebaikan dan keutamaan melainkan dengan melawan hawa nafsu. Jalan untuk menyelamatkan diri dari kejahatan hawa nafsu adalah dengan mencambukkan diri dengan taqwa. Dengan ketaqwaan akan diperoleh keselamatan dari pelbagai penderitaan dan kesengsaraan. Dengan ketaqwaan pula menjadi jalan memperoleh keberuntungan dan derajat tinggi, dengannya pula jalan untuk memperoleh karunia dan anugerah dari Allah. Allah berfirman: “......barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangka..........” (Q.S. ath-Thalaq:2-3).
4.      Motivasi Berbuat Baik
            Perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma ajaran Islam terlahir dari cinta yang tulus dan sempurna kepada  Allah yang mendalam dalam hati seorang mukmin.
            Yang mendorong hati seorang mukmin berbuat baik adalah (Asmaraman, 2004: 148)
1.      Karena bujukan atau ancaman dari orang yang diingini rahmatnya atau ditakuti siksanya.
2.      Mengharap pujian dari yang akan memuji, atau menakuti celaan dari yang akan mencela.
3.      Mengerjakan kebaikan karena memang dia baik, dan bercita-cita hendak menegakkan budi yang utama.
Yang mendorong orang berbuat baik untuk akherat adalah:
1.      Mengharapkan pahala dan surga, menakuti adzab dan neraka. Itulah tingkatan orang awam.
2.      Mengharap pujian Tuhan dan takut celanya, itulah martabat orang saleh.
3.      Mengharap keridlaan Allah semata. Inilah martabat para nabi dan rasul, orang sidiq dan orang-orang syuhada, martabat paling tinggi dan mulia.
    Dengan demikian menanamkan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan pembiasaan-pembiasaan maupun latihan-latihan sejak dini. Penanaman akhlaq mulia membutuhkan kesadaran untuk mau memberikan perubahan pada diri sendiri menuju kepada kedudukan tertinggi di hadapan Allah SWT. Bahwa rintangan akan senantiasa menghadang setiap perbuatan baik adalah sebuah cobaan yang harus dihadapi oleh manusia untuk menjadi insan terpuji.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Etika sebagai salah satu cabang dari filsafat yang membahas tentang tingkah laku manusia dan untuk menentukan nilai tingkah laku tersebut. Menentukan nilai tingkah laku baik atau buruk dengan menggunakan akal fikiran. Dengan akalnya manusia dapat menentukan dan memutuskan nilai baik atau nilai buruk pada perbuatannya. Moral merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai baik dan buruk, benar atau salah. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang bertingkah laku baik sering disebuy sebagai orang yang bermoral. Tolok ukur nilai baik dan buruk dalam pembahasan moral adalah perilaku yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima oleh masyarakat mengenai tindakan manusia yang baik dan wajar. Pada hakekatnya akhlak (budi pekerti, perangai) adalah suatu sifat yang melekat dalam jiwa dan menjadi kepribadian, dari situlah memunculkan perilaku/perbuatan yang spontan, mudah, tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila perilaku yang muncul dengan mudah dan tanpa dibuat-buat itu adalah perilaku yang baik, maka dia berakhlak baik, akan tetapi jika perilaku yang muncul dengan mudah dan tanpa dibuat-buat itu perilaku yang jelek/buruk, maka dia berakhlak buruk, atau budi yang tercela.
Ruang Lingkup Akhlak:
·         Obyek Ilmu Akhlak
·         Ukuran Baik dan Buruk
Problema Perbuatan Baik,Problem manusia berbuat baik datang dari: Dunia dan seisinya, Manusia, Syitan / iblis, dan Nafsu
Motivasi Berbuat Baik
            Perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma ajaran Islam terlahir dari cinta yang tulus dan sempurna kepada  Allah yang mendalam dalam hati seorang mukmin.
            Yang mendorong hati seorang mukmin berbuat baik adalah (Asmaraman, 2004: 148)
1.      Karena bujukan atau ancaman dari orang yang diingini rahmatnya atau ditakuti siksanya.
4.      Mengharap pujian dari yang akan memuji, atau menakuti celaan dari yang akan mencela.
5.      Mengerjakan kebaikan karena memang dia baik, dan bercita-cita hendak menegakkan budi yang utama.
Yang mendorong orang berbuat baik untuk akherat adalah:
1.      Mengharapkan pahala dan surga, menakuti adzab dan neraka. Itulah tingkatan orang awam.
2.      Mengharap pujian Tuhan dan takut celanya, itulah martabat orang saleh.
3.      Mengharap keridlaan Allah semata. Inilah martabat para nabi dan rasul, orang sidiq dan orang-orang syuhada, martabat paling tinggi dan mulia.





 
DAFTAR PUSTAKA
Hajaroh Mami (2008). Din Al Islam. Yogyakarta : UNY Press

Posting Komentar

0 Komentar