Advertisement

Main Ad

II Penulisan Karya Ilmiah - Pemanfaatan Kardus Bekas Sebagai Media Pembelajaran Berhitung Bagi Siswa SD


PEMANFAATAN KARDUS BEKAS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BERHITUNG BAGI SISWA SD

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Penulisan Karya Ilmiah
Oleh
Rizqi Munandar                   10108241082
Kelas II C


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2011




PEMANFAATAN KARDUS BEKAS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BERHITUNG BAGI SISWA SD

I.     PENDAHULUAN
Banyak kardus bekas makanan ringan yang sering dibuang di tempat sampah. Ada kalanya kardus tersebut masih bagus. Sangat disayangkan bila kardus tersebut dibuang secara percuma tanpa dimanfaatkan kembali. Setiap harinya kardus-kardus tersebut diproduksi oleh pabrik sebagai tempat pembungkus. Setelah isinya dipakai, ada kardus yang dirawat dan ada kardus yang dibuang. Kardus yang dibuang tersebut dapat ditemukan di kantin-kantin sekolah, warung, ataupun di tempat-tempat jajan.
          Berbekal dari kardus bekas tersebut, penulis mencoba untuk membuat alternatif-alternatif baru agar kardus tersebut dapat dimanfaatkan kembali, khususnya di bidang pendidikan. Penulis pernah melihat anak-anak SD yang bermain dengan kardus bekas. Mereka bermain dengan membentuk suatu benda yang mereka sukai. Saat itu, dengan kardus bekas tersebut, anak-anak SD itu membuat gambar pesawat yang kemudian dipotong dan akhirnya menjadi bentuk pesawat.
          Dari aktivitas anak tersebut, penulis mempunyai ide untuk memanfaatkan kardus bekas tersebut. Pemanfaatan kardus bekas tersebut yaitu dengan pembuatan media pembelajaran berhitung. Hal tersebut dilakukan karena pada umur-umur tersebut, siswa SD masih kesulitan dalam berfikir abstrak sehingga siswa SD perlu suatu pembelajaran yang bersifat konkrit atau menyentuh objek secara langsung dan dengan kata lain yaitu sesuatu yang riil.
          Sebagai contoh, bentuk yang digunakan sebagai media pembelajaran adalah bentuk kardus bekas yang dipotong-potong mirip  buah-buahan buah-buahan. Kardus tersebut dipotong-potong sesuai dengan bentuk buah, seperti buah apel, jeruk, mangga, pepaya, anggur, dan lain-lain. Dengan demikian akan menimbulkan rasa senang siswa SD saat mempelajari materi berhitung. Hal ini dilakukan karena masih ada guru yang mengajarkan materi berhitung untuk murid  dengan media yang abstrak seperti penggunaan simbol-simbol yang kebanyakan anak-anak seusia tersebut kadang masih untuk memahami dengan baik.
          Diharapkan dengan kehadiran media ini akan menambah koleksi media pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif. Dengan demikian, kemajuan pembelajaran dan pendidikan dapat tercapai. Bila kemajuan pembelajaran dan pendidikan dapat tercapai, maka tujuan pendidikan yang tetuang dalam Pembukaan UUD ’45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai sebagai mana mestinya.
            Penggunaan media ini difokuskan untuk siswa SD kelas rendah. Penggunaan media ini lebih disarankan untuk kelas 1 SD. Diharapkan, selain bisa memanfaatkan kembali barang yang sudah tidak terpakai, juga dapat memupuk kekreatifan guru dalam menggunakan media belajar dan meningkatkan kekreatifan siswa SD ketika membuat media ini.
            Bila ingin lebih mengembangkan lagi, siswa SD dapat membuat sendiri bentuk gambar yang dipotong dari kardus bekas tersebut. Jadi selain mengembangkan kekreatifitasan guru, juga bisa meningkatkan kekreatifitasan siswa SD, khususnya siswa kelas 1 SD.
            Pembelajaran berhitung sendiri adalah bagian dari pelajaran Matematika. Pada umumnya pelajaran Matematika menjadi momok bagi sebagian besar Siswa SD khususnya. Untuk pelajaran berhitung, dimulai diberikan di kelas-kelas awal, yaitu Kelas 1 SD. Walaupun dari Taman Kanak-Kanak (TK) sudah diberi bekal pembelajaran berhitung, namun tidak semua siswa kelas 1 SD mampu memahami dengan benar materi pembelajaan berhitung ini.
            Sebagai contoh, meskipun anak-anak sudah mampu membilang sampai tingkat tertentu sebelum masuk sekolah (dasar), pemahaman mereka tentang makna angka-angka dan tentang cardinality (mengetahui bahwa angka adalah hitungan yang bersifat absolut, sehingga empat permen hijau sama persis banyaknya dengan empat permen merah) masih belum kuat benar. Sharing (berbagi) adalah kegiatan lain yang dikuasai anak sebelum mereka memasuki sekolah, dan dalam kasus ini mereka tampak memahami konsep ini dengan baik. anak-anak juga telah ditemukan mampu menambah dan mengurangkan angka-angka kecil, meskipun penelitian belum membuktikan apakah mereka memahami bahwa kedua operasi hitungan itu inverse (berkebalikan) (Daniel Muijs & David Reynolds, 2008: 335)

            Dari pendapat ahli di atas, walaupun siswa SD sudah mampu menghitung sampai pada tingkatan tertentu, pemahaman mereka puun belum sempurna layaknya pemahaman yang diharapkan oleh para guru SD. Namun, pelan-pelan, pemahaman ini bisa meningkat seiring kenaikan siswa SD ke kelas yang lebih tinggi. Tentu saja ini bisa terjadi karena terjadi perkembangan mental siswa SD. Namun, bila pemahaman seperti cardinality seperti yang diungkapkan oleh Daniel Muijs dan David Reynolds ini bisa dikuasai di usia mereka yaitu di usia kelas 1 SD, tentunya akan lebih baik.


II.      PEMBAHASAN
A.      Media
Setiap pembelajaran di SD, guru membutuhkan media untuk menyalurkan apa yang akan diajarkan kepada siswanya. Tanpa media, guru akan kesulitan menyampaikan materi kepada siswanya. Mengingat pentingnya media ini, guru SD haruslah kreatif dalam menyampaikan materinya. Dibawah ini adalah pengertian media yang disampaikan oleh para ahli.
Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Tanpa adanya media, guru SD sulit untuk menyampaikan isi materi kepada siswa SD. Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mendapat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan oleh guru. Jadi kehadiran media ini penting bagi guru untuk membantu proses belajar mengajar. Dengan kehadiran media, guru akan lebih mudah dalam menyampaikan pesan atau isi materi kepada siswanya (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006: 120)

   Di usia sekitar 5-7 tahun, yaitu usia untuk  anak SD kelas 1, masih terdapat siswa SD yang kadang kesulitan menerima materi dari guru yang berupa gambar 2 dimensi, contohnya gambar-gambar yang ada di buku. Kadang, anak SD di usia tersebut perlu untuk melihat benda tersebut secara langsung, bukan hanya melihat benda di buku saja, bahkan menyentuhnya agar siswa SD tersebut dapat memahami materi yang diajarkan oleh guru. Namun, tidak mungkin juga mendatangkan benda itu secara langsung, karena kadang benda itu terlalu besar, terlalu kecil, berada di tempat yang jauh, dan lain sebagainya. Misal saat guru sedang mengenalkan Menara Eiffel, akan menjadi kesulitan besar jika harus mendatangkan Menara Eiffel atau pergi ke Menara Eiffel yang berada di Negara Perancis. Dengan menyederhanakan benda-benda yang sulit dihadirkan secara langsung tersebut, maka diperlukanlah media.  Setidaknya, dengan kehadiran media ini dapat digunakan sebagai sarana dalam membantu menyampaikan pesan dari guru ke siswa SD.
   Para guru SD perlu menyadari bahwa para siswa SD masih berada pada tahap perkembangan berfikir operasi konkrit. Implikasinya adalah agar bahan pelajaran dapat diserap oleh para siswa SD. Penggunaan alat peraga sangat dianjurkan (T. Waluman).

Disini ditekankan bahwa alat peraga saja diperlukan, apalagi media. Jelas sekali media penting dihadirkan dalam pembelajaran untuk membantu guru dalam menyampaikan pesan, mengingat usia anak SD kelas 1 yang masih kesulitan berfikir abstrak.
Dalam proses pembelajaran, seorang guru harus memahami dengan baik tentang media pembelajaran. Bila guru SD belum memahami secara baik media pembelajaran yang cocok untuk anak SD, yang terjadi adalah ketidakcocokan materi dengan media yang digunakan. Sebagai contoh, ketika guru mengajarkan IPA tentang kelistrikan. Bila yang diajarkan hanya melalui ceramah saja atau melalui media apan tulis saja tanpa pernah praktik, maka siswa SD hanya akan hafal saja tanpa pernah mempraktikkan apa yang telah didapat.
Azhar Arsyad (Hamalik, 1994:6) mengemukakan, untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran, yang meliputi:
1.      Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar;
2.      Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan;
3.      Seluk-beluk proses belajar;
4.      Hubungan antara metode mengajar mengajar dan media pendidikan;
5.      Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran;
6.      Pemilihan dan penggunaan media pendidikan;
7.      Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan;
8.      Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran;
9.      Usaha inovasi dalam setiap media pendidikan.

Dari pendapat di atas, media pembelajaran yang baik harus bisa mengefektifkan proses belajar mengajar. Bila dengan suatu media proses pembelajaran tidak menjadi efektif, berarti tidak ada kecocokan antara media dengan materi yang telaah disampaikan. Kekurangpahaman guru atau keterbatasan media bisa menjadi pengaruh ketidakefektifan ini.
Media digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Jadi penggunaan media tidak lantas hanya untuk menyampaikan materi semata atas dasar tuntutan kurikulum. Media digunakan tidak hanya sebagai pembelajaran saja, tapi juga untuk mencapai tujuan pendidikan.
Jadi, penting sekali kehadiran media dalam proses belajar mengajar. Tentu saja penggunaan media pembelajaran ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi dengan keadaan kelas SD. Dengan demikian, proses belajar mengajar dapat berjalan secara efektif.


B.       Perkembangan Anak SD
   Anak siswa kelas 1 SD masih sering lari kesana kemari, memegang benda apapun yang membuat ia tertarik.
   Reni-Hawadi, dalam bukunya, Perkembangan Psikologi Anak, (2001) mengatakan bahwa anak biasanya tertarik dengan binatang. Jumlah kaki, ekor, mata, bentuk, ukuran dan warna binatang bisa merupakan sarana yang menarik untuk memperkenalkan matematika pada anak. Saat melihat sesuatu yang konkret, anak akan tertarik untuk mempelajari hal itu,  mulai dari mengamati sampai menghitung.

   Inilah kesempatan untuk mengajar langsung kepada anak didik dengan memanfaatkan sesuatu benda yang konkrit yang ada dihadapan siswa SD kelas 1. Di usia SD kelas 1, pemahaman anak masih belum banyak berkembang. Siswa SD kelas 1 masih kesulitan untuk menangkap materi yang disampaikan guru, bila materi tersebut bersifat abstrak. Menurut Neuman, dalam bukunya Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh (2005), “dalam masa ini, pegamatan anak masih global, bagian-bagiannya belum nampak jelas”. Jadi guru harus memahami perkembangan anak di usia ini, karena di usia ini, siswa SD kelas 1 memang masih kesulitan dalam berfikir abstrak.

   Anak diminta untuk menghitung jari-jari tangannya, permainan yang ada di kelas, makanan yang dibawanya dan menghitung benda-benda lain yang ada di ruang kelas. Hal lain yang bisa ditugaskan pada anak untuk penerapan Matematika adalah menghitung jumlah pohon yang ditanam di halaman sekolah, menghitung bunga-bunga yang ada di jambangan, menghitung jumlah bangku, menghitung jumlah guru di sekolah dan lain sebagainya. (Reni Akbar-Hawadi, 2001: 11).

   Selanjutnya, Reni Akbar-Hawadi (2001) mengatakan, bahwa pengalaman yang berulang-ulang dan beragam terhadap kejadian sehari-hari membuat hal yang abstrak menjadi sesuatu yang konkrit. Jadi semakin anak memiliki pengalaman nyata, semakin gagasan secara otomatis terinternalisasi.

   Seperti itulah perkembangan siswa SD kelas 1 menginjak usia 5-7 tahunan. Dengan demikian, jelaslah bahwa kehadiran media yang bersifat konkrit, mampu membantu siswa SD dalam berhitung.


C.      Pemilihan Bahan

Untuk pembuatan media ini, penulis memilih bahan-bahan yang terbuat dari kardus bekas. Kardus bekas yang dipilih adalah kardus bekas makanan ringan. Kardus bekas makanan ringan mempunyai ketebalan yang relatif lebih tipis. Pemilihan pembuatan media dari kardus bekas dengan pertimbangan akan mudah dibentuk ketika digunting atau dipotong-potong. Kardus bekas lain bisa berupa kardus dari bekas air minum mineral, kardus bekas pembungkus makanan, atau yang lainnya. Dalam hal ini, penulis memilih kardus bekas kudapan karena mempunyai ketebalan yang lebih kecil atau lebih tipis daripada kardus yang bekas air minum mineral. Oleh karena itu, dipilih kardus yang dari bekas kudapan.
Hal yang perlu dipertimbangkan saat memilih media kardus bekas ini adalah:
1.      Mudah didapat
Kalau sulit mencari bahan-bahannya, bih baik menggunakan bahan yang mudah di dapat saja.
2.      Barang bekas
Jangan membeli kardus bekas yang baru untuk membuat media ini. Selain membuang biaya lebih banyak, tentunya itu adalah suatu pemborosan, karena dengan barang bekas yang masih layak dipakai saja, kita sudah mampu untuk membuat media ini.
3.      Mempunyai ketebalan yang relatif tipis
Ketebalan yang baik tidak melebihi 1 mm karena bila ketebalan melebihi 1 mm, akan sulit untuk dipotong dengan gunting biasa. Namun, bila ketebalan mempunyai tebal lebih dari 1 mm dan bisa digunting, itu lebih baik asal pembuatannya tidak menyusahkan.
4.      Mudah untuk dipotong sesuai bentuk gambar
Ini menjadi pertimbangan karena ada kardus yang tipis namun sulit untuk dipotong. Jadi yang penting, kardus bekas tersebut dapat dipotong sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

D.      Pembuatan Media
1.      Alat dan Bahan
Alat-alat yang dibutuhkan yaitu:
a.       Gunting
b.      Pensil,
Bahan yang diperlukan yaitu kardus bekas saja.
2.      Petunjuk pembuatan media:
a.       Siapkan alat dan bahan
b.      Menyiapkan kardus bekas dan meletakkan di tempat yang datar
c.       Menggambar buah di kardus bekas dengan pensil
d.      Menggunting gambar buah sesuai dengan yang tergambar di kardus bekas
e.       Membuat potongan gambar buah sebanyak 20 buah atau lebih untuk pembelajaran berhitung
Media dibuat dengan menggambar bentuk buah-buahan di kardus bekas. Selanjutnya dipotong-potong sesuai dengan bentuk buah-buahan yang telah digambar. Dalam pembuatan gambar ini, tidak harus gambar buah, bisa dipilih bentuk lain. Namun penulis memilih bentuk buah agar lebih mudah dalam penjelasan berikutnya.

E.       Penggunaan Media Dalam Berhitung

Dibawah ini adalah contoh penggunaan media ini. Setiap bentuk buah dari kardus yang telah digunting mewakili nilai satu. Misalnya ada 3 buah apel, berarti nilainya ada tiga. Ini bisa dibuktikan dengan menghitung jumlah apel tersebut. Untuk permulaan, siswa SD kelas 1 disuruh menghitung satu satu gambar buah-buahan yang telah dipotong tersebut. Siswa memegang sendiri, lalu memindahkan sendiri gambar apel yang telah dihitung. Seandainya ada 5 buah gambar  apel, berarti nilainya ada 5, dengan bukti jumlah gambarnya ada 5.
            Setelah bisa menghitung berapa jumlah gambar buah-buahannya, mungkin bisa dilanjutkan dengan operasi penjumlahan. Misal, di sisi kiri ada 5 gambar buah apel dan di kanan ada 3 gambar buah apel. Untuk menjumlahkannya, siswa hanya perlu menjumlah keseluruhan total gambar apel yang ada. Akan lebih baik jika siswa menghitung sendiri gambar buah-buahan tersebut dan memegang secara langsung, karena memang ini tujuannya, yaitu merealisasikan secara langsung apa yang dihitung.
            Untuk pengurangan, pada prinsipnya sama. Hitung terlebih dahulu, berapa jumlah gambar buah yang ada. Misal ada 7 gambar buah. Lalu ada soal, yaitu 7 dikurangi 4. Maka siswa tinggal mengambil gambar buah sebanyak 4 buah. Lalu tinggal dihitung berapa sisanya. Maka sisanya itulah nantinya yang akan menjadi jawaban dari soal tersebut.
            Bila ini sudah dilakukan dan siswa SD kelas 1 sudah menguasainya dengan baik, maka bisa dilanjutkan dengan metode yang lain. Misal menghitung jumlah meja, kursi, papan tulis, dan lain sebagainya. Jadi media ini membantu siswa SD kelas 1 untuk memahami materi yang diajarkan oleh guru sebelum menuju materi berhitung tingkat lanjut. 
            Salah satu operasi logis yang harus dimengerti anak adalah ordinalitas, fakta bahwa angka-angka tertata secara berurutan berdasarkan besarnya (3>2, 2>1). Ini berarti bahwa mereka bukan hanya perlu memahami urutan ini tetapi juga memahami fakta bahwa bila 3>2 maka 2>1, dan oleh sebab itu 3>1. Mereka juga perlu tahu bahwa bila mereka sedang menghitung sesuatu (misalnya jumlah permen di kantung), mereka hanya dapat menghitung setiap butir permen satu kali saja; bahwa urutan menghitungnya (permen yang mana dulu yang dihitung), tidak ada akan membuat hasil perhitungannya berbeda; dan bahwa jumlah akhir yang telah mereka hitung merupakan jumlah total benda-benda yang terdapat di dalam sati set (kumpulan), yang di dalam kasus ini adalah jumlah total permen yang ada di dalam kantung. Ini semua adalah aturan logis, dan Anda dapat melihat bahkan operasi yang relatif sederhana seperti membilang melibatkan banyak kemampuan berfikir logis murid! (Daniel Muijs & David Reynolds, 2008: 336)

            Sebenarnya melalui media ini, secara tidak langsung, siswa SD belajar sesuatu materi berhitung yang tidak hanya abstrak saja, melainkan bisa mengkonkritkan materi yaitu dengan menyentuh objek yang dihitung secara langsung.
            Kadang siswa SD kelas 1 sendiri masih ada yang bingung, seandainya disuruh gurunya untuk menghitung beberapa buah apel, mangga dan jeruk misalnya. Siswa SD kelas 1 masih juga bertanya, apa yang dihitung terlebih dahulu? Bila seorang guru tidak sabar menghadapi murid yang seperti ini, bisa jadi siswa SD tersebut tidak berani lagi bertanya dengan pertanyaan yang serupa. Padahal pertanyaan yang dilontarkan dari siswa SD adalah sebuah batu pengasah untuk anak di usia mereka. Banyak guru yang malas menjawab pertanyaan sepele yang dilontarkan oleh anak. Bila guru sudah melakukan hal demikian, anak banyak yang kapok untuk bertanya kepada guru. Selanjutnya anak tidak akan berani lagi untuk bertanya kepada guru karena akan dianggap bahwa pertanyaan seperti itu saja ditanyakan.
            Ada anggapan bahwa seorang siswa SD yang terlalu banyak bertanya akan dianggap bodoh oleh gurunya. Anak akan ditertawakan oleh siswa lain bila gurunya saja mengatakan demikian. Sehingga anak malu untuk bertanya lagi. Siswa akan menjadi trauma dengan menanyakan sesuatu kepada gutunya. Inilah yang membuat anak menjadi pasif. Apalagi dengan media kardus bekas sebagai media pembelajaran berhitung ini. Untuk awal pelajaran, sangat dianjurkan guru sendiri yang memberi pengarahan langsung bagaimana menggunakan media ini. Bila guru hanya menulis langkah-langkah penggunaan media ini, lalu ditulis di sebuah kertas dan siswa SD kelas 1 disuruh membaca dan mempraktekkan berhitung dibantu dengan media ini, kesuksesan pembelajaran akan sulit dicapai. Oleh karena itu, dalam penggunaan ini, guru dituntut untuk lebih aktif dalam menjelaskan kegunaan media ini. Bukan berarti saya mendukukung metode pengajaran bahwa guru lebih aktif daripada siswanya yang aktif, namun keaktifan siswa SD itu sendiri sebenarnya terjadi bila siswa SD sudah merasa nyaman dengan keadaannya.
            Bila guru hanya sebagai fasilitator, rasanya peran guru menjadi kecil, padahal siswa butuh pengetahuan yang pasti yang bisa didapat melalui guru. Sebagai contoh, ada seorang siswa yang menanyakan apa Ibukota kota Jawa Tengah? Seharusnya seorang guru bisa langsung menjawab dengan jawaban, kora ‘Semarang’, namun guru menyuruh siswa yang bertanya tersebut untuk mencari jawaban di internet atau kepada siapa saja sumber yang bisa dijadikan jawaban. Padahal guru bisa menjawab langsung. Mnungkin guru berfikiran, bila siswa mencari jawaban sendiri, tentu jawaban tersebut akan lebih mudah diingat. Tapi, itu akan membuang-buang biaya dan waktu. Padahal kita tau bahwa karakteristik anak lebih suka bermain. Siswa akan lebih banyak lupa kalau disuruh mencari jawaban sendirian, apalagi itu bukan tugas dari guru tugas dari guru saja belum tentu diselesaikan. Lagi pula, akan banyak membuang waktu dan biaya yang justru malah membuat tidak efektig dan efisien. Kecuali kalau yang disuruh mencari di sumber-sumber lain selain guru, misalnya menyelesaikan tugas, itu baru metode yang baik.
            Kembali kepada penggunaan kardus bekas sebagai media pembelajaran, sangat ditekankan kesabaran guru dalam menggunakan media ini. Kerena ini menuntut guru untuk lebih aktif kepada siswanya daripada keaktifan siswa itu sendiri. Namun bila siswa SD kelas 1 tersebut sudah paham, maka giliran siswa SD tersebut yang akan aktif dengan sendirinya. Siswa aktif karena sudah paham. Siswa sudah paham karena sudah diberi contoh oleh gurunya. Kalaupun siswanya belum paha,. Diharapkan siswa berani bertanya apa yang belum paham.

III.             PENUTUP
Untuk menyampaikan materi atau pesan, seorang guru membutuhkan media. Sebuah media yang baik bisa ditangkap apa pesan yang disampaikan oleh media tersebut. Tentu saja peran guru juga penting dalam mengkomunikasikan media tersebut.
Media kardus bekas sebagai pembelajaran berhitung ini membantu guru dalam menyampaikan pesan materi apa yang akan disampaikan kepada siswa SD kelas 1. Dengan media ini diharapkan siswa SD kelas 1 dapat lebih terbantu dalam memahami pelajaran berhitung. Dalam prakteknya, guru dituntut untuk kreatif salam menggunakan media ini atau media lainnya.
Semoga media ini bisa berguna bagi guru atau pengajar. Dengan memanfaatkan barang bekas yang ada di sekitar kita, semoga kita dapat memperoleh manfaat dala, dunia pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Khafid, M & Suyati. Pelajaran Matematika Penekanan pada Berhitung. 2004. Jakarta: Erlangga

Ahmadi, A & Sholeh, M. Psikologi Perkembangan. 2005. Jakarta: Rineka Cipta
Reni Akbar-Hawadi. Psikologi Perkembangan Anak. 2001. Jakarta: Grasindo
Bahri Djamarah, S & Zain, A. Strategi Belajar Mengajar. 2006. Jakarta: Rineka Cipta

Waluman, T. Alat Peraga Pendidikan Matematika I. 2001
S. Sudiman, A. Media Pendidikan. 1986. Jakarta: Pustekom Dikbud dan PT Raja Grafindo Persadi

Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. 2002. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Muijs, D & Reynolds, D. Effective Teaching Teori dan Aplikasi. 2008. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Posting Komentar

0 Komentar